Apa yang membuat hubungan antar manusia menjadi gagal? Salah satu jawabannya adalah orang selalu berupaya meningkatkan harga dirinya dengan cara merendahkan harga diri orang lain. Upaya ini biasanya sering kita temui pada saat orang tersebut melakukan kritik.
Suatu hal yang wajar apabila kita harus mengoreksi sesuatu yang salah dan membenarkan sesuatu di luar konteks kepada orang yang memang melakukan kesalahan. Caranya, kita mengkritik. Namun, perlu juga kita tanyakan kepada diri sendiri, apakah kritik yang kita utarakan itu benar-benar untuk membetulkan sesuatu atau hanya untuk memuaskan ego kita? Jika melakukan hal yang ke dua, kita justru akan menciptakan percikan perang—dan ini tidak akan pernah selesai.
Lantas, bisakah kita mengkritik orang lain secara elegan tanpa memunculkan perasaan terluka? Tentu saja bisa, asal kita sendiri pun tahu apa yang menjadi tujuan kita dalam mengkritik. Jika tujuannya baik, kita pun akan mendapat respek atau perhatian, sampai penghormatan dari orang tersebut.
Jadi, bagaimana caranya?
Pertama, sampaikanlah kritik itu secara pribadi—pada waktu yang tepat—bukan di depan orang banyak. Perlu kita ketahui, apa pun watak tipikal manusia, tidak ada yang mau disalahkan di depan orang lain.
Kedua, awali dengan kata-kata sanjungan. Ingat! Memberi kata-kata sanjungan itu bukan berarti kita berpura-pura baik. Pujilah dan sanjunglah sebagaimana porsinya dan tepatlah pada sasaran.
Tujuannya, agar tercipta suasana cair dan bersahabat. Selain itu, cara tersebut juga mampu mengendorkan pertahanan orang yang dikritik supaya tidak berbalik menyerang diri kita secara kasar. Sehitam-hitamnya orang akan ada putihnya, pun sebaliknya. Artinya, seburuk-buruknya orang, akan ada sisi baiknya jika diperlakukan baik. Dengan begitu, kita secara tidak langsung membuat pikiran orang tersebut menjadi terbuka ketika menerima masukan.
Ketiga, buat kritikan itu secara impersonal. Maksudnya, kritiklah karya atau kelakuannya bukan personalnya. Repotnya, saat mengkritik orang, terkadang kita sudah terlanjur benci dengan sosoknya sehingga kita akan tetap tidak menyukai apa pun yang dia lakukan, mau baik apalagi buruk. Salah satu nilai dari kedewasaan adalah kita bisa memisahkan kebencian secara personal dan kebencian terhadap apa yang dilakukan. Alih-alih melakukan perbaikan, kitalah yang menjadi masalah.
Keempat, berikan jawaban atau solusi dari semua masalah. Yang harus kita lakukan itu sedikitkan membicarakan kesalahan dan panjangkan solusinya karena penekanan kritik itu bukan pada kesalahannnya, tetapi bagaimana cara memperbaikinya. Dengan begitu, orang tersebut tidak merasa melakukan kesalahan, tetapi pada saat itu dia akan belajar menjadi orang yg lebih baik ke depannya.
Kelima, mintalah kerja sama tanpa menuntut. Kita bisa mengeluarkan kata-kata ajakan positif saat mengkritik tanpa harus menuntut paksa orang tersebut untuk memperbaikinya. Contohnya: “Saya tahu Anda pasti bisa memperbaikinya.” –dan bukan dengan kata-kata seperti: ” Pokoknya, Anda harus memperbaikinya!”