Mohon tunggu...
Supri Yanto
Supri Yanto Mohon Tunggu... -

pemburu ilmu..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejamnya Jakarta

11 Februari 2015   04:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu liburan kuliahpun tiba, hal yang sangat di tunggu-tunggu oleh semua mahasiswa yakni bertemu dengan keluarga dan berkumpul melepas rasa rindu karena jauh dari orang tua. Pada kesempatan liburan semester ini bara menghabiskan waktunya dengan membantu kedua orang tuanya dirumah, mulai mengerjakan pekerjaan rumah dan kesawah. Rutinitas seperti ini hampir dilakukan setiap hari selama kurang lebih seminggu. Kemudian saat pekerjaan orang tua bara sedikit ringan, bara memutuskan untuk pergi berlibur ke kota metro politan yakni kota Jakarta.

Singkat kata sesampainya dijakarta, bara disambut baik oleh saudaranya yang sudah lama tinggal disana dengan baik. Mereka menganggap bara seperti anaknya sendiri, jadi hubungan mereka sudah sangat dekat layaknya anak dan orang tua. Disana bara memulai dengan bertemu teman-temanya dulu yang masih tinggal dijakarta. Sudah hampir kurang lebih tiga tahun bara tidak berkunjung ke Jakarta, sudah banyak hal yang berubah dari teman-teman bara antara lain ada yang sudah menikah, sudah berkarir dan banyak lagi perubahan yang membuat bara sedikit kaget.

Cerita ini menceritakan liburan bara dijakarta, ada satu kisah yang membuat hati bara sedikit bergetar. Pada waktu itu bara pengin jalan-jalan ke kotu (kota tua), barapun langsung menuju jalan raya untuk menunggu metromini menuju blok M, karena tempat saudara bara di kebun jeruk jakbar bara harus naik transpotasi umum dua kali, naik metromini menuju blok M kemudian baru naik busway langsung menuju kota tua.

Saat berangkat dalam mikrolet, bara dikejutkan dengan anak remaja usia sekolah yang naik dan kemudian meminta uang dengan paksa kepada para penumpang dengan alasan buat biaya sekolah.Hal ini sedikit membuat bara kaget lantaran masih usia sekolah namun sudah berani meminta uang langsung seperti itu. Namun keadaan ini tidak berujung dengan anarkis saat tidak di kasih oleh penumpang dia hanya merengek dan kemudian pergi.Seperti biasanya dikota manapun pasti banyak kita temui ditempat-tempat umum seperti pengamen dan pengemis, tua, muda banyak sekali yang berprofesi seperti itu.

Dipertengahan jalan pada situasi macet, hal ini yang sangat tidak disukai banyak orang. Jakarta yang panas ditambah panas yang sangat menyengat di kulit menambah rasa tidak penginya hidup dikota seperti Jakarta ini. Namun dibalik macetnya dan panasnya Jakarta masih ada orang-orang yang berjuang untuk mencari rezeki dengan halal untuk biaya hidup. Kali ini, bara menemui seoarang kakek yang diperkirakan umurnya sekiatar tujuh puluh tahunan naik turun mikrolet untuk menjual tisu yang satu bungkusnya berharga lima ribu rupiah itu. Semangat untuk mendapatkan uang tidak hanya di tunjukan oleh kakek-kakek itu, ada anak kecil yang juga menjual tisu mondar-mandir di jalanan macet ibu kota itu. Semnagat mereka membuat bara berkecil hati, lantaran sampai saat ini bara belum bisa mendapatkan uang sendiri untuk memenuhi kebutuhanya. Mereka rela panas-panasan untuk menjual tisu yang harganya tidak sebanding dengan kerasnya kehidupan ibu kota. Walaupun hanya penjual tisu mereka tetap gigih mengumpulkan rupiah demi menafkahi keluarganya tersebut itu yang membuat bara merasa iri pada mereka, semangat mereka mengalahkan semuanya.

Kejadian itu tadi yang bara temui saat berangkat, singkat cerita pada saat pulang bara juga menemui kejadian yang membuat jantung bara benar-benar berdetak kencang. Pada saat pulang bara tetap naik mitromini, kali ini bara menjumpai sekitar empat anak muda dengan penampilan yang lusuh kemudian membacakan puisi yang seikit ngawur tanpa tujuan yang jelas sembari membawa minuman keras. Sontak membuat situasi dalam metrmini semakin tegang, setelah membcakan puisi mereka langsung meminta uang dengan paksa kepada para penumpang. Ada seoarang bapak yang berpenampilan rapi, mungkin habis pulang kerja pikiran bara dimintai uang namun tidak dikasih sehingga sedikit ada perdebatan dengan mereka. Tanpa bapak itu sadari salah satu dari mereka mengambil dompet dan Handphone disakunya. Bara yang melihat kejadian itu sontak serasa tidak percaya melihat pencopetan langsung didepan matanya, saat bara melihat itu langsungb di injiak kaki bara oleh temanya yang mengisyaratkan untuk tetap diam dan tenang. setelah mendapatkan uang dari para penumpang dan dompet serta handphone dari pencopetan yang ia lakukan itu.

Setelah sampai barapun turun dan langsung berjalan pulang, di jalan bara bertanya kepada temanya “kenapa tadi diam saja? Kan ada copet” langsung dijawab teman bara “emang loe mau mati? Berandalan itu bawa senjata tajam, mangkanya semuanya diam walaupun itu tau lagi nyopet”. Dengar jawaban itu bara semakin terheran-heran dengan kejamnya kehidupan yang ada dijakarta. Anak kecil dan kakek-kakek saja masih berusaha mengumpulkan uang dengan cara yang halal dan sebaliknya para pemudanya kebanyakan mencari uang dengan cara yang tidak di anjurkan. Hidup dijalanan memanglah sangat kejam mereka melakukan apapun demi untuk bertahan hidup mungkin dalam benaknya sudah tidak ada lagi kata halal haram sesuai yang di ajarkan dalam agama.

Itulah kisah yang dapat diceritakan bara saat ia berilbur dikota metropolitan yang kejam itu, oleh-oleh dari berlibur ini adalah kalau mau berjuang di dalam kerasnya kota metropolitan itu kita juga harus berjuang keras untuk mendapatkan rupiah demi mencukupi kebutuhan keluarga, kalau tidak siap berjuang dengan keras lebih baik jangan pernah menginjakan kaki di kota metropolitan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun