Mohon tunggu...
Shulhan
Shulhan Mohon Tunggu... Dosen - Santri KH. Hafidhi Syarbini dan KH Abdurrahaman Alkayyis, Ph.D., pengiat sosial keagamaan, peneliti, inisiator thariqah akademik.

think and act differently to be excellent

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implikasi UU No. 23 Tahun 2011 terhadap BAZNAS Daerah

31 Oktober 2019   10:24 Diperbarui: 31 Oktober 2019   10:27 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasib sebuah lembaga negara bergantung kepada kualitas orang-orang yang memimpinnya. BAZNAS sebagai lembaga negera yang membidangi pengelolaan dana zakat harus dimpimpin oleh orang-orang yang kompeten. Indikator kompetensi seseorang dalam bidang ini dapat diketahui dari portopolionya dalam bidang advokasi keumatan dan keuangan Islam. Selain itu visi-misi dan kerangka pikir pembangunan umat melalui zakat merupakan hal penting yang perlu diperhatikan untuk calon ketua BAZNAS.

Berdasarkan UU No 23 Tahun 2011 tentang pengeloaan zakat dijelaskan bahwa salah satu persyaratan pimpinan BAZNAS daerah berusia 40 tahun diluar persyaratan lain seperti kecakapan mengelola zakat. Dampak keputusan ini membatasi kesempatan orang yang usianya dibawah 40 tahun meskipun persyaratan lain terpenuhi dan memiliki reputesi yang baik dalam pengelolaan zakat. Tidak sedikit kerena keputusan ini pemuda potensial memimpin BAZNAS daerah tidak mendapatkan kesempatan.

Dengan pembatasan usia minimal ini, pimpinan BAZNAS daerah kebanyakan dari kelompok usia lanjut. Banyak dari mereka merupakan pensiunan pegawai negeri atau mantan penjabat daerah seperti kepala Dinas Pendidikan misalnya. Budaya pegawai negeri dengan aktivis sosial keagamaan jauh berbeda. Sedangkan BAZNAS meskipun bestatus lembaga negera budaya kerjanya mencerminakan aktivis sosial kemasyarakatan.

Pegiat sosial menghidupkan kegiatan mereka secara mandiri, mencari dukungan dana dari donatur dan sponsor. Mereka meyakinakn publik dengan menunjukkan rencana kerja untuk masyarakat dan mempublikasikan hasil kerjanya untuk menjaga trust masyarakat yang mendukungnya. Ini mengapa Lembaga Amil Zakat (LAZ) daerah mampu eksis bahkan tidak sedikit mengungguli performa BAZNAS daarah. Mereka dipimpin oleh orang-orang yang kompenten di bidangnya dan usia mereka rata-rata dibawah 40 tahun.

Hal ini berbeda dengan BAZNAS daerah kebanyakan dipimpin oleh pensiunan atau mantan pejabat daerah walaupun tidak semuanya. Seperti yang kita ketahui, budaya kerja pegawai negeri dan pimpinan birokrasi daerah menjalakan kegiatan berdasarkan anggaran dari kas negera. Mereka melaksanakan kegiatan berdasarakan aggaran yang telah ditetapkan dan mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk mencari dana anggaran kegiaatan diluar skema ABPD.

Pola ini berlaku di semua kementerian dan lembaga pemerintah kecuali BAZNAS yang belum mendapatkan dukungan ABPN atau ABPD secara maksimal.

Kondisi ini sering kali membuat pimpinan baru BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota shock kerena semula dibenak mereka BAZNAS sebagai lembaga pemerintah operasionalnya didukung penuh oleh pemerintah. Setelah mengetahui kondisi real ini, mereka seperti kehilangan arah dan tidak tahu harus berbuat apa. Biasanya mereka hanya protes ke BAZNAS RI kerena mereka mengiranya sebagai atasan padahal fungsinya hanya kordinator dan regulator.

Akibatnya kegiatan-kegiatan BAZNAS daerah, walaupun tidak semuanya, berjalan tidak sesuai harapan. Mereka tidak mampu menghipunn zakat dengan maksimal, kalah kepada LAZ yang tidak mendapatkan dukungan finansial dari Kementerian Agama sama sekali. Kepercayaan publik sangat lemah karena kinerja dalam pembangunan keumatan tidak terlihat denga jelas. Pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat tidak dipublikasikan dengan baik karena mereka masih menganut mazhab pengeloaan zakat secara konvensional.

Jika keadaan ini dibiarkan terus berlarut-larut, bukan tidak mungkin public trust hanya lamah tetapi tidak ada sama sekali. Untuk itu diperluakan adanya upaya revisi UU untuk menyelematkan BAZNAS daerah dan juga menegaskan fungsi BAZNAS pusat apakah sebagai regulator atau eksekutor/pelaksana. Hari ini BAZNAS RI memiliki fungsi rangkap sebagai pembuat peraturan, pelaksana dan koordinator.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun