Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hoaks dan Narasi Delegitimasi Penyelenggara Pemilu

15 April 2019   19:59 Diperbarui: 15 April 2019   20:20 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: rri.co.id

Tak hanya itu, publik pun semakin bingung dengan realitas simbolik yang ditawarkan media melalui kemasan kepentingan yang sulit ditangkap sebagai sebuah kebenaran ataukah simulasi realitas saja. Ini pun dapat disebut sebagai solusi imajiner sebab kehadiran antara realitas dan sesuatu yang bersifat non empiris dihadirkan dalam satu balutan kesan lewat pemberitaan atau publisitas. 

Media pun kini terjebak pada siklus "siapa cepat dia mendulang clicbait", bukan lagi pada bagaimana menyajikan berita yang tajam dan informatif.

Sekarang, coba kita telisik pula dari perspektif teori naratif Walter Fisher dalam bukunya Human Communication as Narration: Toward a Philosophy of Reason, Value and Action (1987), salah satu hal utama yang jadi power narasi adalah dapat dipercayanya karakter para aktor yang membawakannya. Sayang beribu sayang, isu yang digulirkan tidak dibangun dengan keajekan nalar maupun fakta faktual yang verifikatif, melainkan dibungkus pula dengan drama yang malah menggagalkan misi operandi. 

Selain itu, karakter yang membawakan pesan pun tidak kuat, seperti penggerebekan tempat terduga pencublosan surat suara yang tidak melibatkan pihak berwenang.

Kalau melihat rentetan narasi ini, sesungguhnya akan sangat merugikan masyarakat bahkan bisa dicurigai sebagai suatu upaya konstruktif untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu. 

Oleh karena itu, untuk menghindari "kejahatan" semacam ini, maka Bawaslu harus segera bertindak jika terdapat tindak pidana karena ini terkait dengan kredibilitas penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu. Yang dikhawatirkan adalah terbentuknya mindset public bahwa penyelenggara punya keberpihakan politik, sehingga bisa berdampak pada upaya delegitimasi penyelenggara pemilu itu sendiri.

Kita berharap, isu-isu hoax dan bentuk kampanye yang tidak mendewasakan sudah harus dialihkan pada hal yang lebih subtantif yaitu merayakan demokrasi Indonesia dengan penuh cinta damai demi terciptanya konsolidasi demokrasi yang kian mapan di negeri tercinta ini. Amin!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun