Pertama, memanfaatkan kontroversi untuk membanjiri kanal-kanal warga yang sehari-hari diakses mereka dengan narasi yang dikehendakinya.
Kedua, narasi dikonstruksi cepat dan dan dibuat masif. Artinya pesan yang sama atau serupa bisa diulang-ulang secara terus menerus sehingga persepsi khalayak lama-lama akan terkonstruksi seperti yang dikehendaki.
Ketiga, tidak terlalu peduli dengan akurasi dan etika. Kerap mengabaikan keterhubungan pernyataan yang dilontarkan dengan realita sesungguhnya.
Keempat, seringkali tidak konsisten antara narasi di satu kesempatan dengan kesempatan berbeda.
Kesimpulannya, strategi Firehose of Falsehood ini membuat Prabowo menjadi sangat kontroversial, dapat dipersepsikan licik, rasis, atau stigma buruk lainnya. Namun, bukan berarti bakal merugi, senaliknya malah bisa mendapat insentif elektoral dari mereka yang tidak menyukai Jokowi.
Strategi propaganda yang mirip sekali dengan metode pendekatan Rusia adalah false flag operation. Modusnya operandinya seperti mengkambinghitamkan pihak lawan atas suatu kasus atau kejadian. Tujuannya, ya membuat warga percaya apa yang mereka lakukan atau ucapkan.
Maka jangan heran, jika ada lagi rebut-ribut soal pernyataan kontroversi Prabowo, berarti kita sudah mengendus kemana larinya hal itu, tentu saja ke metode yang saya sebutkan dalam tulisan ini; operasi pengendalian opini publik. Namun perlu dipahami bahwa Indonesia bukan Amerika, Idonesia berdiri tegak dengan demokrasinya sendiri, kokoh dalam perbedaan dan tak akan bubar hanya lewat retorika semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H