Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jokowi Memburu Koruptor hingga ke Luar Negeri

16 Desember 2018   23:34 Diperbarui: 17 Desember 2018   00:58 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari presidenri.go.id

Hal senada juga diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan, bahwa nantinya Swiss akan mulai memberikan data rekening WNI pada September 2019. Pertukaran data tersebut merupakan komitmen negara-negara yang menerapkan Automatis Exchange of Information (AEoI).

"Khusus untuk Swiss tahun ke depan, kami bayangi kalau tahun ini dapat 54, kirim 65, tahun depan nambah lagi 70. karena ditandatangan sama kita ada 100 kali ya, 101 lah. jadi ada beberapa negara," ujarnya dalam acara media gathering di Cisarua Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/12/2018).

Namun, kita juga harus realistis bahwa memburu "uang-uang siluman" itu, butuh jurus hebat. Kita kan tahu, kalau siluman itu licik dan punya sejuta jurus, kalau pemerintah tidak siap maka upaya ini akan sia-sia. Kabar mutakhir, diduga uang korupsi selundupan kasus Bank Century sekitar, 156 juta USD, sudah dipindahnegarakan dari Swiss ke negara lain.

Oleh karena itu, pemerintah harus penyiapkan perangkat "perangnya" jika ingin berhadapan dengan para mafia kelas kakap ini, seperti:

Pertama, merevisi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan memasukkan poin tentang perampasan aset korupsi (asset recovery), kemudian asset sharing-nya seperti apa jika berkaitan dengan negara lain; yang dalam banyak pengalaman akan memintah "jatah reman" hingga 20-40 persen dari aset yang mau diambil lagi, juga model sharing dengan pengak hukumnya. Kalau tanpa memperkuat landasan hukum yang canggih, rasanya sulit untuk menyentuh para mafia-mafia itu. Selain itu, perangkat hukum yang bagus akan menjembatani perbedaan penerapan hukum antar kedua negara.

Kedua, Indonesia harus siapkan lawyer dan accounting super canggih karena para pengemplang ini bukanlah "penjahat" amatiran yang bekerja serampangan. Hal ini juga akan mempermudah delegasi Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan negara yang diajak bekerjasama, seperti melakukan pembuktian hukum bahwa dana siluman yang masuk ke negara tersebut adalah hasil korupsi; uang korupsinya dari mana (incoming), transaksinya seperti apa, dan lari kemanakah uang korupsi tersebut (outgoing) dll.

Ketiga, presiden power. Seharusnya, kalau ada perbedaan yang perlu dijembatani oleh pemerintah, maka negara bisa mengatasinya lewat komunikasi ekslusif presiden (reciprocal communication), seperti yang dilakukan banyak kepala negara yang tengah bernegosiasi internasional. Sebagai orang yang memiliki otoritas tertinggi, "Jokowi power" harus dimanfaatkan untuk mempermudah kinerja di lapangan lewat komunikasi-komunikasi diadik yang berdampak secara diplomatik.

Sumber tulisan: 1, 2, 3, 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun