Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengoreksi Trans 7, Orang Bati Tak Memangsa Manusia

23 Oktober 2017   20:25 Diperbarui: 23 Oktober 2017   22:50 13268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki-ka: Abang Bati, Shulhan, Mamatua Aisya (Dokumentasi Pribadi)

Saya bersama adik-adik Bati Kelusi yang manis-manis dan ganteng. Kami berpose di pekaran rumah Bapak Kadus. Dokpri
Saya bersama adik-adik Bati Kelusi yang manis-manis dan ganteng. Kami berpose di pekaran rumah Bapak Kadus. Dokpri
Di bidang pendidikan, gak perlu ditanya lagi, anak-anak Bati sudah banyak yang bersekolah, bahkan sekarang ada beberapa anak asli Bati yang berkuliah, bukan hanya di perguruan tinggi di Kab. SBT maupun di Kota Ambon, tapi sudah ada yang berkuliah sampai ke Bandung. Saya sempat bertukar nomor telepon dengan beberapa warga Bati dan dikasih pula nomor telepon adik-adik Bati yang berkuliah di Bandung.

Adinda Susi, mahasiswi STAIS Seram Timur, Kab. SBT. Dia menjadi penerjemah saya saat berbincang dengan Tua Aisya karena saya sendiri gak paham bahasa Bati. dokpri
Adinda Susi, mahasiswi STAIS Seram Timur, Kab. SBT. Dia menjadi penerjemah saya saat berbincang dengan Tua Aisya karena saya sendiri gak paham bahasa Bati. dokpri
Bagaimana dengan kondisi kampung Bati Kelusi? Sejujurnya saya agak sedikit terkejut dan heran karena rumah-rumah adatnya sudah digantikan dengan rumah "sumbangan" dari pemerintah Maluku. Semua rumah yang semula tradisional, terbuat dari gaba-gaba (batang sagu), diganti dengan rumah gantung dari papan dan di depannya ditanami panel surya. Panel suryanya juga sudah rusak karena tak terpakai oleh warga Bati. Meski begitu, keasrian alamnya tetap terjaga dengan baik. Warga Bati Kelusi biasanya melakukan aktivitas MCK di kali sekitaran kampung.

Sisi mistis Orang Bati

Dari sedikit pengalaman dan informasi yang saya himpun, memang sisi mistis Orang Bati tak disa dinafikan begitu saja, sekali pun saya sendiri belum pernah menemukan suatu tuturan dari orang di sekitaran Bati bahwa Orang Bati itu makan anak-anak seperti yang dikabarkan On The Spot Trans 7. Bahkan menurut Bapak Kadus, kalau ada cerita Orang Bati yang bisa menghilang dan sering berpergian jauh hanya dengan berjalan kaki melewati hutan dan lautan adalah mitos yang memang sudah jadi cerita turun-temurun.

Meski begitu, Bapak Kadus di sisi lain tidak membantah akan kabar mitos serupa itu. Sebagai jalan tengah, beliau bilang, ada Orang Bati yang berujud astral, Nenek Moyang mereka yang sudah lama mendiami Pulau Seram. Tapi, tidak ada yang makan anak maupun berujud sejenis campuran kera dan kelelawar. Hal ini persis dengan apa yang dikatakan Dr. Pelupessy yang membedakan "Bati" dengan "Batti", di mana Bati adalah manusia biasa, sedangkan Batti adalah wujud astral orang Bati. Namun, dalam wawancara dengan On The SPot Trans 7 itu, Dr. Pelupessy mengatakan bahwa Orang Batti suka makan orang.

Pernyataan Dr. Pelupessy sontak menuai kritik, terutama dari warga Seram bagian timur. Namun dari sisi akademis, saya mengapresiasi penelitian etnografi yang dilakukan beliau, sebab memang seharusnya sebuah realitas suatu suku bangsa perlu dilakukan pendekatan ilmiah untuk menemukan kesesuaian sejarah. Alangkah baiknya, kita orang SBT juga melakukan penelitian baru atau mengembangkan penelitian yang sudah ada, menggali manuskrip juga bukti-bukti otentik lainnya tentang Manusia Bati itu sendiri. Buku, ya dibalas buku :)

Oke, kembali ke topik. Sepanjang yang saya tahu, lagi-lagi berdasarkan refleksi keluarga dan orang-orang sekitaran saya, bahwa memang Orang Bati punya sisi mistis namun belum dapat dibuktikan dengan mekanisme ilmiah. Mistiknya Orang Bati hanya bisa dirasakan lewat pengalaman "spiritual" siapapun yang bersinggungan langsung.

Sebagai contoh, orang Seram Bagian Timur sudah akrab dengan peristiwa "kai lululuk" atau dahan kayu yang membengkok memalang jalan sebagai pertanda Orang Bati sedang melewati lokasi tersebut dan siapapun dilarang melintasi/menerabas kai lululuk itu. Kalau menerabas, baik disengaja ataupun tidak, kita akan sakit. 

Saya pribadi, baru dua kali mengalami peristiwa kai lululuk ini. Satu kali ketika saya masih SD dan saat itu waktu saya di hutan bersama nenek yang sedang memanen kopi. Saat saya hendak melewati sepohon kopi, tiba-tiba salah satu dahan kopi yang tepat di hadapan saya, langsung membengkok ke bawah. Proses itu bertahan hampir 3 jam, lalu dahan itu kembali ke posisi semula. Pengalaman kedua, persis di samping rumah saya di Desa Suru, sore itu sebatang kayu membengkok ke bawah. Alhasil, kami tak melewati pekarangan rumah kurang lebih 3 jam juga. 

Lalu bagaimana berinteraksi dengan Orang Bati yang berujud astral? Berdasarkan penuturan Mamatua Kian-biasa saya memanggil Bibi saya dari keluarga Bapak- beliau sudah sering berinteraksi dengan Orang Bati dengan sisi astral ini. Kadang mereka singgah di rumah Mamatua Kian sekadar makan siang, makan malam, ngeteh, ngopi dan merokok. Anehnya, meski dalam ujud astral, mereka mengonsumsi makanan layaknya manusia biasa. Aneh, kan? Saya juga heran. Tapi, ini dialami oleh banyak Orang Seram.

Bagaimana dengan sangkaan, makan orang? Menurut penuturan Mamatua Kian, sebenarnya Orang Bati tidak pernah memakan orang. Hanya saja, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan mereka dalam ujud astral apabila di sebuah perkampungan yang mereka lewati, terdapat orang sakit yang sedang sakaratul maut. Sehingga, Orang Bati harus menunggu sampai orang itu menemui ajalnya, barulah mereka melanjutkan hajat perjalanan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun