Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dilema Gepeng dan Perda DKI Nomor 8

4 Oktober 2013   14:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:00 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut BRH, Jakarta sudah saatnya meniru beberapa kota maju di dunia seperti Beijing di Cina, dan beberapa kota besar Australia yang sudah memodifikasi lahan hijau kota lebih asri dan sangat baik. Dia berharap, Pemda DKI tegas menjaring para Gepeng, namun disertai pembekalan keterampilan diri dan lapangan usaha agar mereka tidak kembali ke jalan pascaditangkap. Intinya, memberdayakan para Gepeng, terutama di sektor ekonomi yang bisa mencukupi kehidupan para Gepeng dan keluarga kecil mereka. Namun, sampai berakhir masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Jakarta masih belum berubah.

Pada 2 Oktober kemarin, saya kirim pesan ke inbox FB Kang Huda untuk bertanya seputar pengemis bernama Enot yang punya uang 3,5 juta dalam karung. Sebagai Kepala Seksi Penertiban dan Rehabilitasi Sudinsos Jaksel, tentu Kang Huda tahu betul soal penjaringan para Gepeng, termasuk nenek Enot yang berusia 71 tahun itu. Nenek Enot asal Rangkasdengklok, hidup nomaden, dan saat ini sudah diserahkan ke panti sosial oleh Dinsos DKI Jakarta.

Menurut Kang Huda, untuk mencegah para Gepeng, masyarakat harus sadar diri untuk tidak mudah memberi. Hal ini terkait, mental pengemis yang apabila diberi, akan semakin keasyikan mencari rejeki dengan jalan mengemis. "Kesadaran warga untuk tidak membeli dan memberi di jalan. Kalau warga gak ngasih ya gak ada pengemis," ungkapnya. Lanjutnya, pengamen dan pengemis yang berhasil dijaring akan diserahkan ke panti sosial yang khusus menangani hal ini, atau dikembalikan pada pihak keluarga jika para Gepeng masih punya sanak keluarga. "Kalau ada keluarganya, dikembalikan. Kalau gak ada, ya dibina di panti," jelas Kang Huda.

Sementara itu, berdasarkan keterangan Ibu Marwi Mar kepada saya melalui jejaring sosial Facebook, bahwa para Gepeng yang usia sekolah dikirim ke panti sosial asuhan anak. Di sekolahkan hingga SLTA dan diberi ketrampilan otomotif, tata busana, tata boga, dan montor. Lalau bagaimana dengan para lansia? "Kalau lansia ke panti sosial Tresna Werda, dibina dan dilindungi... all service for lansia terlantar (sandang, pangan, papan, kesehatan ect )," jelas Ibu Mar yang juga bekerja di Pemda DKI ini.

Permasalahan kesejahteraan sosial di Jakarta memang masih jadi pekerjaan rumah bagi Pemda DKI dan dinas-dinas terkait. Selain itu, tanpa mengabaikan keingin untuk berbuat baik pada sesama, kita juga perlu tahu secara strategis menempatkan bantuan agar tidak salah target kepada para Gepeng (terlebih yang punya jaringan/ semacam kartel bisnis para Gepeng) karena hal ini bisa mejadi zona nyaman bagi mereka, dan akan tetap bermental sebagai gelandangan, pengemis dan pengamen.

Bukan cuma itu, penertiban para Gepeng pun seharusnya lebih persuasif, agar tidak ada persoalan traumatik kekerasan atas nama Satpol PP sebagaimana pengakuan para Gepeng. Penangan pasca penangkapan pun harus baik agar mereka para Gepeng lebih merasakan kasih sayang sebagimana di rumah, bukan kasih sayang ala jalanan yang cenderung tanpa pengawasan.

"Dinsos punya 7 panti sosial untuk menangani anak terlantar dan anak putus sekolah. 5 panti sosial Tresna Wedha untuk membina dan melindungi lansia terlantar, 4 panti sosial yang menangani laras terlantar. Yang keseluruhan 27 panti sosial di Dinsos DKI." Selain itu, para lansia terlantar yang diketemukan, atau masih punya keluarga, akan dikembalikan ke pihak keluarga," tutup Ibu Mar.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun