Mohon tunggu...
Mohammad Iqbal Shukri
Mohammad Iqbal Shukri Mohon Tunggu... Jurnalis - Manusia penyuka sambel setan

Belajar meramu tulisan dengan cita rasa kenikmatan sambel setan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aqua Botol, Penjual Asongan dan Upaya Memperbaiki Cara Berpikir Kita

6 November 2020   21:41 Diperbarui: 6 November 2020   21:59 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang memiliki pengalaman menarik dan unik saat berada diperjalanan. Pengalaman orang di perjalanan dengan menggunakan bus, pasti berbeda dengan pengalaman orang di perjalanan yang menggunakan kereta, kapal, atau pesawat terbang. 

Misalnya tentang pengalaman jajan dan berapa banyak ongkos yang dikeluarkan. Mungkin tidak sedikit yang berpandangan harga jajan atau makanan dan minuman di perjalanan itu cenderung lebih mahal. 

Seperti Air Aqua botol yang berukuran 600 ml, yang harga normal 2500, bisa jadi saat dijual eceran  oleh pedagang asongan di dalam bus harganya bisa sampai 5000 perbotol. Kemudian saat tiba di terminal saat bus transit, bisa saja harga jajan lain juga malah lebih mahal. 

Jika membahas kenaikan harga yang signifikan tersebut, kiranya ada beberapa faktor yang melatar belakanginya. Misalnya mengapa pedagang asongan itu menjual dengan harga yang bisa kita nilai mahal? Salah satu alasannya adalah mereka ingin mendapatkan untung. 

Mereka menentukan harga dengan mempertimbangkan harga beli awal, ditambah dengan keuntungan yang akan diambil, jadilah harga jual. Intinya mereka ingin untung dan penentuan keuntungan yang diambil juga pasti telah mempertimbangkan modal-modal lain yang telah dikeluarkan serta tenaga mereka.  

Bahkan jika mereka menjualnya lewat kios atau toko, pasti ada pajak atau sewa-sewa toko yang harus dibayar. Hingga menjadi wajar jika, sang penjual membebankan sekian persen untuk menaikkan harga. 

Ongkos Jajan dan Kemanusiaan

Mungkin selama ini, saat kita jajan di perjalanan cenderung fokus pada harga jajan kemudian membandingkannya dengan harga normal pada umumnya. Tapi kebiasaan buruk kita enggan mencoba mencari sudut pandang lain. Misalnya dari sudut pandang latarbelakang, mengapa harga jajan cenderung mahal. Seperti yang saya jelaskan di atas, ada alasan keinginan untung, alasan geografis dan lainnya. 

Namun alangkah baiknya, sebelum terburu-buru dengan membandingkan harga, coba kita pandang dari sudut kemanusiaan. Misalnya pada penjual asongan pada transportasi umum seperti bus misalnya. 

Apakah kita tahu, bagaimana keadaan keluarganya? Bisa saja, jual asongan adalah cara mereka mendapatkan uang demi menghidupi keluarganya. Ia menjadi tulang punggung keluarga. Atau ia jual asongan untuk mencari biaya, yang digunakan untuk membayar biaya berobat anggota keluarganya yang sedang sakit. Sejatinya kita tidak pernah tahu masalah atau beban yang dihadapi oleh para penjual asongan tersebut. 

Maka, sebelum kita membandingkan harga, lebih baik berprasangka positif dengan dasar kemanusiaan. Jika memang menurut anda harga jajanan yang dijual mahal, niatkan saja anda membeli jajan untuk sedekah. Di mana hal itu lebih baik, berkah dan bermanfaat sekaligus menyehatkan badan dan pikiran anda. 

Di banding, berdebat atas ongkos jajan di perjalanan yang anda anggap mahal itu, yang bisa membuat pikiran tidak tenang, jiwa dan raga malah terganggu. 

Jika berpikir positif itu menguntungkan dan menyehatkan, mengapa harus memilih berprasangka buruk yang itu menjadikan timbulnya penyakit? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun