Negara: IndonesiaÂ
Bahasa:Â Bahasa Indonesia
Pada masa pra reformasi, sekelompok aktivis berupaya untuk membuat film yang memperlihatkan kekejaman di sekitar Indonesia pada masa tersebut dengan tujuan untuk membuka pikiran masyarakat akan pentingnya dilaksanakan reformasi. Namun, proses yang harus dijalankan penuh dengan jerih payah dan konflik. Â
Pada bagian awal dari cerita, Satriya (Jefri Nichol) bersama beberapa temannya merupakan kelompok mahasiswa aktivis yang ingin melakukan protes terhadap kelakuan pihak militer yang menculik mahasiswa di Indonesia. Adam (Askara Dena) yang merupakan kakak dari Satriya merupakan militer, namun ia mencoba untuk menghentikan Satriya dari upayanya untuk protes dan berusaha menyembunyikan mereka dari militer. Â Satriya tidak menanggapi perlakuan kakaknya dengan baik, namun karena merasa bahwa ia tidak mampu melawannya, Satriya pun terpaksa mengikuti Adam. Â
Ternyata, bagian kedua cerita menunjukkan bahwa sebenarnya Satriya dan Adam merupakan karakter dalam film yang sedang diproduksi oleh sekelompok aktivis pada masa pra reformasi. Satriya dan Adam bukanlah karakter utama yang difokuskan pada film tersebut, melainkan hanya karakter yang dimainkan pada bagian awal cerita. Bagian kedua cerita diawali dengan suatu wawancara bersama setiap anggota kelompok aktivis mengenai tanggapan mereka terhadap proses pembuatan film yang mereka produksi.Â
Kelompok aktivis tersebut terdiri dari Surya Jatitama (Jefri Nichol), Bram Sanjaya (Askara Dena), dan Linda (Agnes Natasya Tjie). Surya dan Bram merupakan aktor dari film yang mereka buat, Surya sebagai Satriya dan Bram sebagai Adam. Linda merupakan produser dari film yang kelompok aktivis itu buat, sehingga ia tidak masuk film. Â Mereka berusaha untuk menjadi suara bagi para rakyat yang sedang menderita akibat penculikan mahasiswa yang terus terjadi.Â
Untuk menyebarluaskan kondisi di sekitar Indonesia yang terus terjadi serta pentingnya reformasi kepada masyarakat, mereka bekerja sama dengan sutradara Panca (Chicco Jerikho) dan tim produksi untuk menyusun film tersebut. Panca memiliki karakter yang idealis dan ingin setiap hal terlihat lebih dari sempurna.Â
Sebaliknya, Linda sebagai produser hanya ingin makna dari film yang mereka buat untuk tersampaikan kepada publik dan tidak mementingkan kesempurnaan perincian film. Dua kepribadian yang sangat berbeda antara sutradara dan produser memicu konflik yang terus bertambah seiring berjalannya produksi film. Kepribadian idealis yang dimiliki Panca terlihat dengan jelas setiap kali ia menegur tim produksi atas hal sekecil apapun, dan Linda menginginkan proses pembuatan film untuk berjalan dengan cepat agar tujuan pembuatan film segera disampaikan.Â
Sutradara film Bambang Ipoenk memiliki ide film yang berlandaskan pada masa pra reformasi 1998 dan akhirnya membawa ide tersebut kepada "Jogja Future Project 2018", sebuah proyek market yang diikuti 10 project film terpanjang. Bambang lolos dan bertemu dengan investor untuk memproduksi film, mereka sepakat untuk tidak fokus kepada peristiwa besar yang terjadi, namun cerita pinggirannya yaitu sekelompok mahasiswa aktivis.Â
Terdapat pula kesulitan yang dialami oleh sutradara Bambang Ipoenk dalam menentukan untuk membuat film "Aum!". Suasana produksi film tersebut berada pada tahun 1998, yang berarti bahwa Bambang juga harus memikirkan beberapa aspek teknis dari produksi film tersebut seperti aspek rasio yang mendukung latar waktu pembuatan film.
Dengan tema film Aum! yang berlandaskan masa pra reformasi, latar tempat, alat peraga, serta aksesori yang digunakan pada film mengikuti masa tersebut sehingga terlihat cukup berbeda dan antik dibandingkan film yang sering ditayangkan pada masa kini. Latar tempat yang digunakan sebagai tempat pembuatan film tidak dipublikasikan, namun di sekitaran tempat terdapat bangunan kuno yang sesuai dengan latar waktu film. Â Aksesori yang digunakan seperti kendaraan dan interior bangunan terlihat seperti mereka terbuat sejak lama, sehingga mendukung latar waktu film juga.