Mohon tunggu...
SH Tobing
SH Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Berbagi Untuk Semua | shtobing@gmail.com | www.youtube.com/@belajarkoor

Ingin berbagi pengalaman dan pemikiran serta terus membaca untuk memperkaya wawasan. Kompasiana menjadi tempat yang ideal untuk berbagi pengalaman dan ide selama saya diberi kesempatan berkarya di dunia | Have a nice day! | https://www.youtube.com/@belajarkoor

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Biar Saja, Nanti Dia Pasti Pulang Sendiri...

6 November 2020   12:05 Diperbarui: 6 November 2020   12:11 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senangnya Menyambut Anak Pulang Sebagai Pemenang (Dokpri)

Ketika dia pergi ke luar negeri, saya berpikir ada sesuatu yang tidak beres di imigrasi kita. Sehingga dia bisa bebas melenggang ke luar negeri. Namun saya dapat info, memang statusnya dia tidak di cekal, sehingga pihak imigrasi tidak punya dasar hukum untuk mencegahnya.

Berjalan waktu, dan dengan beberapa kasus hukum yang dituduhkan kepadanya, saya berpikir pemerintah bisa melakukan pemulangan paksa. Namun tidak dilakukan. Padahal berdasarkan pemahaman saya pemerintah mampu melakukan itu, dan pasti negara tempat tinggal dia akan membantu pemerintah Indonesia. Apalagi statusnya bukanlah meminta suaka.

Namun pemerintah seperti tidak punya kuasa, dan takut melakukannya. Saya sampai mereka-reka, apa yang menyebabkan pemerintah takut memaksa dia pulang. Pendukungnya sangat sedikit, tidak ada apa-apanya. Terbukti ketika beberapa waktu lalu dia diciduk dari rumahnya.

Kalaupun pendukungnya melawan, pasti dengan mudah akan dibasmi oleh aparat penegak hukum. Jadi dalam pikiran saya waktu itu, apa yang menyebabkan pemerintah seperti tidak berdaya sama sekali. Pikiran saya berkembang ke teori konspirasi, "jangan-jangan ada kekuatan besar yang melindunginya. Sebuah kekuatan dengan keuangan yang kuat dan pasukan yang kuat pula. Yang bisa setiap saat digerakan untuk melindungi dia." Suatu teori konspirasi yang muncul karena terlalu sering menonton film hollywood.

Waktu berjalan, dia seperti orang yang sangat bahagia. Bisa berceloteh dan mengomentari berbagai hal yang ada di Inodensia. Dia dengan nyamannya menyampaikan kritik dan arahan kepada orang-orang yang setia kepadanya. Sehingga saya semakin percaya, bahwa pemerintah memang tidak berdaya menangani dia.

Bahkan beberapa pengikutnya, termasuk berbagai politikus dan beberapa orang yang cukup di kenal dan sering muncul di media, bisa dengan nyaman bertemu dengan dia. Bukan sekali, tetapi beberapa kali. Apakah dia termasuk the untouchable? Who knows...

Tetapi dalam beberapa hari terakhir saya sadar, ternyata politik tingkat dewa yang dijalankan oleh Jokowi dan teamnya kembali terbukti. Strategi politik yang sudah terbukti mampu membuat para pemimpin besar partai politik, termasuk Megawati menganggukan kepala kepada Jokowi ketika ia minta ijin mencalonkan diri jadi presiden beberapa tahun silam, pasti sangat mampu membuat dia kalah.

Ternyata, dia memang sengaja dibiarkan dan diacuhkan selama di luar negeri. Pemerintah tahu bahwa suatu saat, mau tidak mau dan tanpa dipaksa, dia akan pulang. Jadi buat apa dipusingkan? Tidak ada yang menyuruh dia pergi, dengan kata lain pergi atas kemauan sendiri, jadi ya silahkan pulang sendiri. 

Saya ingat ketika masih SMP pernah merasa kesal kepada orangtua saya, dan lari dari rumah (minggat), pergi ke rumah teman saya. Hari pertama, karena alasannya adalah ingin menginap di sana, orangtua teman saya dengan senang hati menerima saya.

Namun setelah hari kedua, orangtua teman saya mulai curiga. Lalu menghubungi orangtua saya, jawaban orangtua saya adalah "saya (orangtua saya) sengaja tidak meminta dia pulang, karena pasti bapak akan menyuruh anak saya pulang."

Saya sangat tertohok mendengar itu semua, sehingga sempat terpikir untuk pergi, melanjutkan minggat saya, ke rumah teman saya yang lain. Tapi mengingat peristiwa itu, saya mengurungkan diri dan pulang ke rumah dengan tertunduk malu. Saya merasa kalah karena semua harapan saya saat minggat, ternyata gagal total dengan strategi orangtua saya itu.

Anehnya, ketika saya pulang ke rumah, orangtua saya tenang-tenang saja. Mereka tidak memarahi saya, bahkan mengajak saya ngobrol dengan santai tanpa mengungkit peristiwa minggat saya yang baru terjadi itu. 

Sangat luar biasa, orangtua saya pasti sadar bahwa strategi mereka terbukti benar, membuat saya kalah tanpa harus membuat luka. Lalu mereka melanjutkan strateginya yang juga luar biasa "apabila anak kita sudah kalah maka tidak perlu kita menghancurkan mereka". Tetap sayangi dia, dan dia akan belajar sendiri dari kesalahannya.

Suatu kebijaksanaan orangtua yang waktu itu masih jauh di luar nalar saya sebagai anak SMP. Mereka ingin, saya yang sudah kalah, tidak menjadi hancur karena dipermalukan. Mereka tahu bahwa di dalam hati kecil dan pikiran saya, akan terus membekas kekalahan saya itu. Dari itu saya semakin sayang kepada orangtua saya, sehingga mereka usia lanjut dan pergi meninggal dunia dengan sangat tenang, karena sudah menjalankan tugas dengan sempurna.

Pelajaran yang sangat berharga dari orangtua saya itu belum pernah saya ceritakan kepada siapapun. Bahkan kepada kakak saya yang waktu itu bertemu dengan saya ketika meninggalkan rumah. Dia mungkin berpikir saya memang sedang bermain dan menginap di rumah teman-teman saya.

Jadi, tak seorangpun dari kakak-kakak saya yang tahu perstiwa saya minggat dari rumah. Hal ini membuat saya semakin respect dengan orangtua saya. Hormat saya bukan hanya karena agama mengajarkan bahwa orangtua adalah wakil Tuhan di dunia, namun karena hal itu terbukti dan saya alami sendiri.

Oleh karena itu, setiap saya mendengar ada anak remaja tetangga atau saudara yang minggat dari rumah, dan orangtuanya panik bercerita kesana kemari. Bahkan mencari kesana kemari dan ketika sudah bertemu memaksa anak itu untuk pulang, bahkan sampai menyeret anak itu. Peristiwa yang saya alami terulang kembali.

Ternyata lebih ampuh strategi yang dilakukan orangtua saya.  Tidak ada orang yang tahu hingga saat ini, sehingga tidak ada seorangpun yang mengungkit peristiwa itu karena mereka memang tidak tahu. Saya yakin akan berbeda efeknya kepada anak yang dipaksa pulang, di bicarakan ke sana ke mari bahkan dicaci maki ketika sudah pulang.

Biarkan saja dia pulang kapan saja dia mau. Biarkan saja teman-temannya menyambutnya pulang. Silahkan saja apabila ada yang merasa bangga bahwa dia akhirnya pulang. 

Biarkan saja orang-orang menonton kepulangannya. Biarkan saja televisi dan chanel youtube memperoleh banyak iklan karena menceritakan kepulangannya. Biarkan saja, karena terbukti strategi pemerintah sudah terbukti ampuh. Tidak ada yang menyuruh dia pergi, mengapa pula harus dipikirkan dan apalagi dijemput?

Mengingat itu semua, saya jadi ingin bernyanyi lagu Koes Ploes "Kembali ke Jakarta" yang sering saya nyanyikan bila sudah terlalu lama meninggalkan rumah, walau saya sebenarnya tinggal di Cibubur, Depok:

"Di sana rumahku, Dalam kabut biru

Hatiku sedih Di hari minggu

Di sana kasihku Berdiri menunggu

Di batas waktuYang telah tertentu

Reff.

Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi

Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi

Bait 2:
Pernah kualami Hidupku sendiri 

Temanku pergi Dan menjauhi 

Lama kumenanti Ku harus mencari

Atau ku tiada Dikenal lagi

reff.

Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi

Ke Jakarta aku kan kembali... Walaupun apa yang kan terjadi

Wo... wo... wo... ke Jakarta..."

Have a nice day.

God bless you, God bless Indonesia.

@shtobing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun