Kita semua tahu bahwa kepopuleran media sosial, seperti Instagram, Facebook, Youtube, twitter dan sebagainya, mengakibatkan semua pihak memanfaatkannya, baik untuk kepentingan pribadi, bisnis bahkan untuk melakukan tindak kejahatan.
Tindak kejahatan yang menggunakan media sosial bisa bermacam-macam, dari mulai fitnah, hasutan, propaganda, prostitusi, penjualan barang terlarang, barang-barang palsu, dan banyak lagi termasuk penipuan.Â
Beberapa bulan terakhir kita dikenyangkan dengan berbagai berita tindakan kriminal, baik berita penggerebekan, penangkapan, penghukuman maupun keluhan dan laporan lainnya. Tapi tindak kejahatan dengan memanfaatkan media sosial masih terjadi, karena hasilnya yang menggiurkan.
Ladang Penipuan yang Menggiurkan
Menurut data yang terdapat pada www.kredibel.co.id, per tanggal 10 September 2020, pagi hari ini, nilai penipuan yang dilaporkan sejak 1 Januari 2018, sudah mencapai 220 Milyar Rupiah!!
Itu baru data yang dilaporkan, saya sangat yakin jumlahnya bisa 2 (dua) kali lipat bila dijumlah dengan data yang tidak dilaporkan. Suatu bisnis yang sangat menggirukan.
Dan dari waktu kewaktu jumlahnya pasti akan terus bertumbuh, karena gerak pelaku kejahatan lebih cepat daripada pengelola media sosial dan aparat kepolisian.
Â
Media Sosial
Penjahat Masih Banyak Yang Bebas Melakukan Kejahatannya diPengelola Media Sosial menyadari bahwa penjahat ataupun para kriminal pasti akan memanfaatkan platform mereka untuk melakukan kejahatan, oleh karena itu masing-masing media sosial telah menyediakan media pelaporan penyalahgunaan akun-akun. Dan mereka, pengelola media sosial, akan memberikan sanksi dengan menutup akun yang dilaporkan tersebut.
Tapi kenyataannya upaya pengelola media sosial tidak efektif mencegah dan membuat jera para penjahat tersebut, sehingga mereka terus bertumbuh dan melakukan kejahatannya dengan leluasa. Hal ini disebabkan antara lain:
- Pelaporan diajukan setelah tindak kejahatan terjadi dan kemudahan penjahat merubah nama atau membuat akun baru
- Pengelola Media Sosial tidak bisa menindak segera akun-akun penjahat tersebut, karena ada prosedur yang harus mereka jalankan
- Rasa enggan dan malu korban penipuan untuk melaporkan akun-akun penjahat
- Beberapa korban memilih diam dan menjadikannya sebagai pelajaran semata
- Orang lain yang mengetahui tindak kejahatan tidak perduli yang dialami orang lain, sehingg tidak mau ikut memblokir akun kejahatan
- Pelaporan ke pihak berwajib juga memerlukan waktu, karena Lokasi fisik pelaku kejahatan bisa di mana saja
- Pelaporan ke pihak Bank untuk memblokir rekening penipu juga memerlukan waktu, karena pihak bank tidak ingin menghadapi masalah hukum bila ternyata laporan palsu
- dan lain sebagainya
Beberapa korban malu melapor atau bercerita kepada orang lain, karena transaksi yang mereka lakukan memang termasuk "transaksi tercela", seperti membeli barang palsu, narkoba maupun prostitusi.
Tingkatkan Algoritma Untuk Pencegahan Proaktif
Menurut saya seharusnya pengelola media sosial membangun system algoritma yang dapat mendeteksi kegiatan penipuan. Seperti Twitter yang mampu mendeteksi kalimat-kalimat atau gambar dan video yang "terlarang" (melanggar ketentuan twitter), sehingga twitter berani melakukan suspend bahkan menghapus akun yang melanggar.Â
Walau banyak yang mengeluhkan apa yang dilakukan twitter, tetapi saya belum pernah mendengat pihak twitter dituntut karena memberlakukan kebijakan mereka.
Begitu juga youtube, yang mampu mengenali musik dan lagu yang memiliki hak cipta, sehingga sedikit saja terdengar lagu atau musik yang  bukan milik pencipta video, langsung video tersebut mendapat cap "pelanggaran hak cipta".
Saya juga menemukan hal tersebut di facebook, dimana kita tidak akan diijinkan memposting video dan lagu milik orang lain, terutama video ataupun laguyang sudah dikenali facebook.
Dengan teknologi algoritma untuk mengidentifikasi gambar dan tulisan, seharus pihak pengelola media sosial dapat memanfaatkannya mencegah para penjahat melakukan tindak kejahatan.
Ciri-Ciri Akun Penjahat yang Bisa Dibuatkan Algoritma untuk Mengidentifikasi
Contohnya Instagram, menurut hemat saya dengan teknologi yang ada saat ini, dapat segera mengenali dan memblokir, atau minimal memberi "tanda khusus" Â akun-akun penjahat yang memiliki ciri-ciri:
- Gonta-Ganti Nama
- Sering menghapus setiap comment yang masuk
- Banyak comment tetapi berasal dari orang yang sama
- Mengambil gambar dari tempat lain dan mempostingnya
- Memiliki follower ribuan tetapi sebagian besar akun tidak aktif
- Menjual barang-barang branded dengan harga murah
- Dan ciri-ciri lain yang bisa dibuatkan algoritmanya
Peran Serta Pengguna Media Sosial untuk Memberangus Penjahat
Selain itu, diperlukan juga peran serta para pengguna akun untuk bersama-sama membuat media sosial menjadi sehat, jauh dari penjahat. Dengan mau meluangkan waktu untuk turut memblokir dan sharing kisah-kisah penipuan, terutama yang dialami oleh keluarga atau teman.
Informasi jangan hanya di share di Instagram, Facebook, Youtube, Twitter dan media sosial saja, tetapi tuliskan di blog seperti Kompasiana, atau blog pribadi lainnya. Pastikan datanya lengkap dengan nama akun, identitas akun seperti nomor telpon dan email, nomor dan nama rekening bank.Â
Dengan semakin gencarnya informasi penipun beredar di internet sehingga mudah didapatkan di search engine, maka akan semakin sempit gerak para penjahat melakukan tindak kejahatan.
Selain itu banyak para pengguna akun media sosial yang ahli komputer dan informatika, rasanya mereka dapat membuat aplikasi yang dapat dengan mudah mendeteksi akun-akun penipuan. Mungkin seperti aplikasi konsultasi dokter untuk mendeteksi penyakit.
Bersama kita pasti bisa memberangus para penjahat di media sosial.
Apabila ada dari anda adalah sang penjahat, bersama ini saya himbau anda untuk berhenti. Bekerjalah dengan halal karena uang haram yang anda dapat dengan menipu, narkoba, prostitusi, menghasut dan fitnah akan mencelakai anda dan keluarga anda. Tunggu saja waktunya hukuman Tuhan Yang Maha Kuasa Mendera Anda.
Have a nice day.
@shtobing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H