Mohon tunggu...
Fruitful
Fruitful Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kompasiana Surga 'Flatterer'

24 Februari 2014   13:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni mengkritik sudah menjadi hal yang umum di masyarakat kita, entah itu dari lawan politik, akademisi, pegiat sosial, bahkan sampai orang tak terasah dalam mengkritik pun dapat melakukan seni itu diberbagai 'medan' seperti diwarung kopi ataupun di pos ronda. Seni mengkritik tidak mengenal atribut pakaian, yang mengharuskan seseorang itu berdasi ataupun tidak, tetapi secara singkat, mengkritik/mengkritisi itu adalah hal yang 'sulit-sulit-mudah!'. Karena apa? karena, setiap orang itu bisa mengkritik, karena pada dasarnya setiap orang itu bisa setuju dan tidak setuju dengan sesuatu hal, entah dengan suatu alasan apapun, maka mengkritik adalah suatu hal ekspresif (naluriah) dari setiap diri manusia dalam memberikan respon terhadap sesuatu hal atau kejadian. Maka dikarenakan setiap orang bisa melakukannya, maka saya sebut, mengritik itu adalah suatu hal yang 'mudah'. Akan tetapi perlu diketahui, mengkritik itu perlu penguasaan materi, pemahaman kasus dan yang pasti 'kekritisan' dalam melihat ceruk 'kesalahan' alias bisa menganalisa suatu hal yang dianggap salah. Oleh karenanya, kedalaman ilmu/keahlian dan kemampuan analitik yang bagus sangat diperlukan untuk bisa 'pas' dipadankan dalam sebutan 'pengkritik/kritikus'. Hingga tak heran, kritikus film, kritikus politik, kritikus-juri ajang audisi penyanyi, adalah mereka orang-orang ahli yang tahu ceruk-ceruk ketidaksempurnaan dari apa yang dikritisinya, termasuk menganalisanya. Maka dalam hal ini saya sebut, mengkritik itu adalah 'sulit'. Namun jika anda, sahabat anda merasa memiliki kedalaman masalah terhadap isu yang anda kritik, tahu celah ketaksempurnaan yang ada dalam kerangka anda sedang menganalisanya, maka 'Selamat anda adalah seorang kritikus' (paling tidak jika anda PD untuk menyebut untuk diri anda sendiri).

Antonim untuk istilah Kritik  & Kritikus

Sejenak singkat jika kita melihat perseteruan adu ide dalam latar 'mengkritik' dalam dunia politik, maka umumnya mereka adalah lawan politik (oposisi), atau sekasta dengan mereka, karena adanya perbedaan ide-gagasan (meskipun mereka adalah orang umum, tidak berafiliasi politik). Mereka memiliki karakter yang bervariasi, ada yang frontal menyerang (ambisius), pasif hanya sekedar terorika, dan adapula yang hanya sekedar 'jalan hidup' (mengasah daya analisa mereka, semisal mereka yang berprofesi sebagai analis politik). Namun sejauh ini, jagad mengkritik lebih sering diprasangakan sebagai dunia antiPlot, sehingga mengganggu jalannya cerita dari sang penggagas. Tak ayal seringkali mereka dianggap sebagai golongan ketidak berpihakan atas jalannya ide dari sang penggagas (semisal pemerintah) yang dengan hal itu akan mengganggu jalannya gagasan tersebut untuk dilaksanakan. Dan ketika hal tersebut berjalan di lingkungan yang teralalu ekstrim semisal pada rezim yang otoriter, maka mereka bisa disebut sebagai pembelot, yang siap untuk menjadi tahanan politik, entah mereka itu adalah politikus, penyanyi ataupun sastrawan. #Mungkin anda ingat dengan berbagai kasus di negeri anda pada orde-orde sebelumnya, bukan?


"Gagasan utama Flatter adalah aktifitas yang diasumsikan bukan sebagai upaya penyerangan atau menekan sebuah gagasan"



Lawan dari istilah mengkritik-kritikus, mungkin belum 'ngeeh' ditelinga kita. Namun jika boleh meminjam istilah asing, maka saya menyajikan istilah 'Flatter' untuk antonim dari mengkritik (yang secara bahasa berarti menyanjung/memuji/menjilat), dan 'Flatterer' untuk orang yang melakukan hal tersebut (orang yang menyanjung). Hal ini akan saya sampaikan lebih luas, bahwasannya flatter/flatterer bukan saja sekedar aksi memuji atau mengagung-agungkan suatu gagasan dari penggagas (flatterer pertama; penjilat/pemuji/pendukung), yang dianggap mereka sebagai penjilat (bagi atasan) dan/atau propagandis (bagi masyarakat umum), dimana flatter diasumsikan sebagai aktifitas menyajikan ide atau gagasan yang menyajikan dukungan atas suatu ide-gagasan atau mendukung si penggagas. Akan tetapi flatter bisa juga diartikan sebagai aksi menyajikan ide-gagasan (baik dengan pengandaian atau tidak) bahwa ide dari dirinya adalah lebih tepat, yakni tanpa secara tegas mengkritik keadaan/ide yang berlainan dengannya. Bahwa andai mereka sebagai pengganggas tersebut (misal pejabat berwenang) maka dia akan berfikiran akan melakukan suatu hal-hal tertentu yang berbeda dengan penggagas/pembuat inisiatif sebenarnya, atau paling tidak dia akan melengkapi konten gagasan yang ada. Sehingga pada kontek ini, flatterer diasosiasikan bukan sebagai penyanjung murni atas suatu gagasan/ide, akan tetapi penyanjung atas gagasan darinya, yang lebih terihami/menginduk pada suatu hal. Pada asumsi ini bisa diartikan bahwa ia telah mencoba 'memisalkan' dirinya serupa dengan si penggagas, sehingga ia telah merasa tahu bagaimana perspektif para pengambil keputusan (tersebut adalah sulit, duka dan rumit) dalam menelurkan sebuah kebijakan, akan tetapi keputusan tersebut tetaplah harus dibuat untuk memberikan solusi. Flatterer, bukanlah murni seorang kritikus, meskipun pada beberapa sisi ia kritis terhadap celah kekurangan yang ada, tapi ia lebih mengasumsikan bahwa keputusan tersebut lebih layak untuk diambil dari pada tidak, lebih memposisikan diri sebagai pihak yang memprasangkakan gagasan yang ia ambil cukup memberikan solusi, ketimbang sekedar ulasan kritik yang seringkali hanya mencaci. Flatterer seakan mempersepsikan diri sebagai ahli strategi, dibanding peracik strategi yang sebenarnya.


"Flatterer memprasangkakan gagasan yang ia ambil cukup memberikan solusi, ketimbang ulasan kritik yang seringkali hanya mencaci"


Melihat jagad dunia kompasiana sebagai surga bagi ide-gagasan dan pendapat bagi seluruh khalayak masyarakat bangsa Indonesia, maka tak heran di jagad kompasiana ini terhimpun banyak sekali kritikus dan flatterer. Bisa dlihat dari bermacam artikel yang bertebaran di portal online ini tentang flatter, semisal judul:Andai Aku Presiden PKS,Sebuah opsi 'merakyat' penyesuaian harga BBM,Berantas korupsi 'ala jin', lebih cepat!atau judul-judul artikel lainnya, dengan tagline "andai aku menjadi blablabla.." saya kira mereka adalah flatterer, yang mencoba meramu strategi dari sisi pandang aktor pembuat kebijakan. Flatterer syle pertama (flatterer yang memuja/ mendukung suatu tokoh/gagasan) pun muncul di kompasiana, sepertiSaya mendukung SBY menjadi next Presiden RI 2014-2019. Maka tak heran dan rasanya pas jika saya menganggap portal -kompasiana.com- adalah sebagai Surga bagi para 'Flatterer' Indonesia.


"Tidak setiap orang siap untuk dikritik, namun menyampaikan dengan memflatter, mungkin setiap orang akan lebih terbuka dan memahaminya dengan lebih tenang"



====================

Berandai-andai untuk bisa menyelesaikan sesuatu hal (flatterer) saya kira lebih bagus, daripada sekedar mencibir atau mengkritik suatu keadaan | Pengkritik tidak barang tentu mereka siap menjadi obyek yang mereka kritik, tapi flatterer mereka lebih terasosiasi untuk siap akan hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun