Mohon tunggu...
Naufa Rafsanjani
Naufa Rafsanjani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Human of Flower

17 Juli 2021   06:42 Diperbarui: 18 Juli 2021   17:40 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kala nya kita menunduk untuk sedikit merenungkan dengan keadaan diri maupun sekitar. Terkadang kita belum sempat melakukan hal tersebut karena ada banyak kegiatan yang lebih menguntungkan untuk kita. 

Hal itu terbilang wajar, namun kalau kita mencoba sedikit saja untuk menerima nya semua akan menghilang tanpa kita memaksakan nya. 

Banyak nya cerita dari kalangan dengan sudut pandang yang berbeda. Gaya berbicara atau menyampaikan pendapat nya tidak pernah di ketahui dari mana mereka berasal dan dari pendidikan apa dia menyelesaikan nya. 

Karena hal yang pernah kita temui, yang pernah kita alami, atau sedang di alami pada saat ini merupakan salah satu memori yang mungkin pernah di alami oleh sebagian mereka.

Bisa saja, mereka menerapkan hal itu kepada dirinya sebagai pembekalan kelak di masa depan. Sudah sewindu tatkala sebuah ungkapan yang teramat tidak pantas untuk di katakan dan di dengar. 

Membuat mereka seolah-seolah hal itu terlihat wajar. Begitulah yang di lakukan oleh seseorang yang mempunyai sifat benalu yang tidak pernah memperlihatnya secara terang-terangan. 

Memperdayakan ucapan yang sangat bosan untuk di dengarkan. Terlihat tidak mengetahui apa-apa, bahkan berani dengan tutur kata yang lembut hanya karena ingin di dengar kan. Oh sungguh, semua itu membuatku sangat menjijikkan. Mengapa dia tidak mengatakan nya pada saat kejadian? 

Pikiran ku bergumam, mencoba membuentuk pola agar bisa membuat nya tersadar atas kesalahan yang dia maksud tidak mendasar. 

Ku coba pandangi bingkai itu, terlihat elok seperti bunga yang ingin ku petik. Namun ku amati kembali, ternyata dia tidak seperti bunga yang aku maksud. Dia tidak pantas bersanding dengan manusia-manusia jika masih mempunyai watak yang sangat teramat tidak membuat keuntungan bagi kedua nya. Karena di bumi ini, tidak perlu menjadi seorang penjilat kalau hanya ingin terlihat sempurna di mata seseorang yang dia anggap sempurna. 

Begitulah pemikiran ku mendiskripsikan nya. 

Sungguh, teman ku yang melihat hal tersebut tidak habis pikir dengan kedaan pikiran yang telah dia rencanakan. Sudah beberapa kali kegagalan yang dia terima. Dengan posisi yang masih menjadi bunga kebanggan mereka, fakta yang belum mereka ketahui bahwa bunga yang mereka impikan tidak seperti dengan apa yang mereka bayangkan. 

Mungkin dia tidak mencoba bermaksud seperti itu. Tetapi kenyataan tidak pernah di lihat hanya mendengar karena katanya. Perlu di tegaskan, kenyataan hanya mampu di tunjukkan kepada mereka yang memang memiliki tujuan dan prinsip hidup yang sangat panjang. 

Tidak menutup kemungkinan dia juga memiliki pemikiran tersebut. Bisa saja dia pernah memikirkan nya ketika belum berganti menjadi gumiho. 

Akhirnya dia kembali ke jalan yang pernah di lalui nya. Berharap hal itu akan menjadi jalan pemikiran panjang bagi sepemilik bunga itu. 

Seperti nya pengagum bunga itu telah memperlihatkan nya, jika bunga tersebut sudah mempunyai pemilik nya. Lalu pemikiran apa yang membuat bunga itu masih bersih keras dengan mengatakan berusaha melalui kalimat itu. 

Memang sangat aneh, jiwa-jiwa yang menetap di bumi ini. Tanpa di ketahui cepat atau lambat nya hal itu di tunjuk kan. Dengan perasaan risih dia pun akan terlihat tanpa dia minta. 

Tetapi aneh nya, mengapa mereka yang seakan-akan menutup rumah seperti malu karena telah melakukan dosa yang sangat besar. 

Dia hanya melihat dengan tersenyum. Karena dia merasa bahwa bunga itu telah menutup kelopak nya dengan keguguran yanga tanpa di sengaja oleh hama. 

Kemudian fajar telah kembali untuk mencoba membuatnya untuk mekar kembali, dengan ada nya proses semoga kelak bunga itu bisa menjadi yang indah dari yang indah. 

Jakarta, 17 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun