Mohon tunggu...
Shopian Hadi
Shopian Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar, membaca dan menulis

Senang membaca, sastra, sosial, politik, budaya, dan menyukai olahraga dan petualangan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Klepon dan Kenangan Masa Kecil

29 Juli 2020   15:29 Diperbarui: 29 Juli 2020   15:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi klepon, kue tradisional Indonesia. (Dok. Shutterstock/Odua Images) via Kompas.com 

Beras yang ditumbuk tadi, harus berkali-kali diayak, yang kasar ditumbuk lagi, dan diayak lagi hingga menjadi tepung halus. Tepung beras biasa atau tepung ketan inilah yang kemudian baru bisa menjadi berbagai jenis panganan. Untuk tepung ketan alias pulut dalam bahasa dusun kami, warnanya sedikit berbeda dan kurang putih dibandingkan tepung beras biasanya.

Usai menumbuk tepung, Emak kemudian menumbuk daun pandan untuk pewarna Klepon alias onde-onde tadi. Pewarna makanan saat itu juga belum begitu banyak dan bisa jadi kami di dusun sulit mendapatkannya. Kadangkala Klepon tidak juga menggunakan warna apapun selain warna dasar tepung ketan.

Dalam proses pembuatan, urusan donan tepung ketan tadi, aku sedikit sekali terlibat. Adonan tepung Ketan diberi air serta dicampur garam secukupnya. Adakalanya adonan bisa diberi seikit air panas dan menjadi adonan padat. Nah untuk mebuat bulat dan diberi gula, saat itu pernah juga mencoba tetapi kadangkala hasilnya tidak sebagus bulatan Klepon bikinan Emak. Bulatan yang kemudian ditekan pakai jempol diisi gula. Untuk gula isi Klepon, Emak kadang-kadang menggunakan gula Aren atau Enau, kadang gula merah, dan bila semuanya tidak ada, Klepon buatan kami sering menggunakan gula putih biasa. Hasilnya, menurutku tetap enak dan sama saja gula Klepon yang manis bisa muncrat bila dimakan.

Bagian paling menyenangkan bagiku ikut Emak membuat Klepon adalah saat memasak. Bulatan Klepon berisi gula tadi dimasukan kedalam air yang sudah mendidih. Tidak sabar mengangkat Klepon yang sudah mengapung dan selalu bertanya mengapa Klepon yang mengapung disebut sudah masak sedangkan yang tenggelam belum masak. Emak biasanya hanya menjelaskan ala kadarnya kepadaku.

Dimasa kecil ini, aku kadang tidak sabar memakan Klepon yang baru masak padahal belum diberi parutan kelapa. Emak berkali-kali mengingatkan Klepon masih panas. Karena tidak sabaran, aku tetap mengambilnya dan langsung memasukan ke mulut. Setelah merasakan panasnya Klepon di mulut, baru aku jera. Apalagi gula isi Klepon yang masih panas, boleh minta ampun kalau mau dicoba.

Bila Klepon sudah dimasak semuanya, Emak selalu tidak lupa memberikan sebagian untuk tetangga-tetangga kami yang terdiri hanya beberapa rumah. Kadang aku kebagian jatah mengantar kerumah tetangga kami dengan tutup wadahnya daun pisang. Maklum di dusun, berbagai makanan merupakan kebiasaan bila kita memasak sesuatu. Apalagi menumbuk tepung menggunakan lesung, merupakan pertanda seseorang akan memasak panganan dan keharusan berbagi bersama. Kadangkala, menumbuk tepung juga menjadi kegiatan bersama tetangga untuk membuat panganan sesuai selera.

Itu kenanganku masa kecil tentang Klepon. Enak dimakan kapanpun dan Klepon bisa saling berbagi. Kadang tetangga kami yang orang Jawa juga suka membuat Klepon serta bubur warna warni bila ada acara selamatan dan tetap sama, mereka juga berbagi. Rasanya juga sama, Klepon enak dan manis.

Saat aku sudah besar hingga sekarang ketika sudah zaman tepung mudah dan banyak untuk di beli, Emak kadangkala membuat Klepon tanpa harus menumbuk tepung di lesung. Sekarang saat aku sudah berkeluarga dan bekerja, kami memang sangat jarang membuat Klepon tetapi sering memakan si bulat yang dalamnya manis ini.

Sangat mudah menemukannya, karena hampir selalu ada dijual tukang kue setiap pagi. Apalagi bulan puasa, Klepon alias onde-onde ini salah satu jenis kue yang banyak dijual dan dicari. Intinya Klepon disukai semua orang dan enak dimakan.

Terakhir dari cerita klepon dan kenangan ini, kita juga tidak berdebat tentang nama Klepon atau onde-onde, apalagi sampai buka-bukaan data sejarah kue ini dari zaman kolonial sampai data terbaru sekarang. Aku sendiri tidak bingung kalau masalah Klepon ini, karena sama-sama akrab dan sama rasanya. Di dusun kami biasanya saja, ada yang menyebut Klepon, ada yang menyebut onde-onde karena ada pengaruh Minang.

Intinya Klepon alias onde-onde itu, manis dan enak dimakan. Aku rasa, Klepon enggan dibawa-bawa jadi bahan politik identitas apalagi diperdebatkan. Klepon sebagaimana makanan, hanyalah paduan tepung dan diisi gula yang dibentuk, diberi kelapa parut dan dimasak sedemikian rupa, hanya pas diadu dalam mulut, manis dan lumer. Hati-hati, sesekali bila memakan Klepon memang bisa muncrat, namun ia tetap manis. Klepon tidak pernah membuat orang kecewa. Bila Klepon habis, biasanya kelapa parut masih bersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun