Mendengar kata Ambung tentu masih sangat asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bukan saja artinya, tetapi juga bentuk benda yang disebut Ambung tersebut. Hal ini dapat dimaklumi karena memang arti Ambung belum ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun dalam masyarakat Melayu, Ambung sudah dikenal sebagai salah satu kerajinan yang berfungsi sebagai saran membawa barang bawaan.
Ingat ya, Ambung dalam tulisan ini berbeda dengan ambung dalam bahasa Jawa yang artinya cium.Â
Bila arti Ambung tidak ada dalam KBBI, pengertian Ambung secara online justru mudah ditemukan dalam dari Pusat Rujukan Persuratan Melayu (PRPM) Malaysia.
Ambung artinya adalah keranjang yang diletakkan di atas belakang (untuk membawa barang-barang). Nah arti Ambung baru bisa ditemukan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kerinci-Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, terbitan Balai Pustaka yang disusun A Ahkim Usman, terbit 2001. Ambung artinya adalah keranjang panjang dari anyaman rotan yang disandang di punggung.
Kesamaan arti Ambung ini tadi tentu dapat dimaklumi karena Ambung memang lebih dikenal pada kehidupan sehari-hari masyarakat rumpun Melayu hampir diseluruh dunia. Walaupun demikian, masing-masing daerah tentu memiliki ciri khas Ambung, baik dalam bentuk hingga kegunaan dan cara pembuatan dengan bahan bakunya adalah rotan.
Ambung adalah keranjang yang di dalamnya berisi perbekalan untuk dibawa kesawah atau ladang dan bepergian. Seperti peralatan, minuman, makanan, atau juga bisa digunakan sebagai keranjang untuk membawa hasil pertanian seperti sayur mayur, cabe, dan lainnya. Biasanya sayur mayur oleh petani hanya dibungkus dedaunan, baru dimasukan kedalam Ambung
Nah tadi sebutkan bentuk Ambung disetiap daerah bisa sedikit berbeda dari segi seni anyaman sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, Ambung di antar desa dalam satu daerah saja isa berbeda. Apalagi Ambung yang ada di Kabupaten Merangin, Bungo, Batanghari, dan lainnya dalam Provinsi Jambi dan masyarakat Melayu yang tersebar di Indonesia hingga Malaysia dan penjuru dunia lainnya pasti memiliki keunikan dan khas tersendiri.
Perbedaan Ambung itu bisa juga karena sesuai kebutuhan dan fungsi. Misalnya Ambung khusus untuk wadah memancing, ke ladang, bahkan khusus untuk membawa bawaan dalam jumlah banyak dan berat. Jadi ada bentuk ambung yang atas atau mulutnya lebar, tengahnya gendut dan sebagainya.
Nah kalau di dusun penulis, pada saat musim buah buah durian, Ambung sangat bermanfaat dan efektif untuk membawa buah durian dalam jumlah besar. Ini karena duri durian terhalang anyaman rotan.
Sedangkan pada masyarakat Rantau Panjang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Ambung masih biasa dibawa dan menjadi keranjang belanja ke pasar. Ketika masa kecil ikut ke kebun dan ladang, penulis sering merasakan masuk "menumpang" Ambung yang digendong di punggung oleh orang tua karena merengek lelah berjalan kaki, he..he....
Cara membawa Ambung yaitu dengan meletakkan tali ikatan Ambung ke kepala. Tali biasanya dari kulit pohon, yang di dusun penulis disebut pohon Nilau. Bila tidak, tali Ambung bisa juga dari kain selendang.
Sayangnya saat ini, berkurangnya sumber rotan Ambung tidak lagi banyak dibuat dari jenis rotan tertentu yang lebih cantik dan indah warnanya serta ketahanannya.
Hingga kini, walaupun zaman sudah modern membawa Ambung ke sawah atau ladang, kebun hingga pasar masih terus dilakukan oleh sebagian masyarakat Melayu di Jambi. Terutama di dusun-dusun. Cuma kalau di pasar, pengalaman penulis di masa kecil hingga kini di Pasar Tradisonal Rantau Panjang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Ambung kadangkala membuat kesal. Maklum banyak makan tempat dan ruang dan itu, kalau kena senggol lumayan sakit.
Kearifan lokal yang hidup pada masyarakat Melayu ini serupa gerakan-gerakan kecil yang dicanangkan untuk menjaga bumi kita seperti, gerakan menanam pohon, kurangi penggunaan plastik. Terkini adalah gerakan membawa wadah atau botol minuman untuk mengurangi penggunaan botol plastik yang gencar di gaungkan dan menjadi gaya hidup, tentu ada andil perusahaan penyedia peralatan rumah tangga dengan agendanya sendiri.
Sepertinya kita perlu belajar dari kearifan lokal dan Ambung tadi yang ramah lingkungan sebagai sebuah gerakan untuk selamatkan bumi. Ayo Selamatkan Bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H