Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 menyatakan Pilkada 2020 pada Desember bisa dijadwalkan ulang jika pandemi belum selesai. Sudah saatnya Presiden Jokowi menjadwalkan ulang Pilkada. Pilihan kapan saat untuk melaksanakan Pilkada juga beragam. KPU memberi opsi Maret atau September 2021.
Selain itu, ada alternatif lain seperti yang diajukan dosen dan Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK-FH UII) Allan F.G. Wardhana untuk menunda hingga 2024 (dapat dibaca di sini).
Jangan sampai rakyat mati karena angan semu "demokrasi". Jika kalkulasi Muhammad Qudori di atas benar belaka, maka bangsa ini tak ubahnya melaksanakan genosida diri sendiri. 1,76 juta orang akan menjadi martir dari pseudo-democracy.
Pengalaman genosida 1965 telah memberi dampak buruk bagi kita, salah satunya adalah lenyapnya satu generasi intelektual Indonesia. Jangan sampai hal ini terulang kembali hanya karena Pilkada serentak. Jelas kita tak ingin "Sekali berarti sudah itu mati", seperti kata Chairil Anwar dalam sajaknya.
Mengingat kata Rancire, masa depan hanya bisa dibangun saat ini. Setelah pandemi usai, pemerintah masih bisa bekerja lagi. Semestinya pemerintah tak usah cemas menunda Pilkada.Â
Tak perlu buru-buru melaksanakan Pilkada. Kejernihan batin dan kemurnian nalar sangat dibutuhkan. Jangan sampai kita dibuat kalut oleh zaman.
Daripada meributkan Pilkada 2020, lebih baik kita ambil jeda pandemi ini untuk belajar Zen, Stoisisme, membaca Ranggawarsita dan berkontemplasi. Ini adalah waktunya untuk take a break, beri jeda sebentar dalam perjalanan demokrasi bangsa ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H