Mohon tunggu...
Muhammad Shoma
Muhammad Shoma Mohon Tunggu... Jurnalis - Wasis Solopos Angkatan XX

cogito ergo sum.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Water Management dari Singapura

2 Juli 2015   17:14 Diperbarui: 2 Juli 2015   17:19 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bulan Maret yang lalu, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Student Visit To Singapore yang diadakan SMP Islam Al-Azhar 21 Solo Baru. Berbagai tujuan tempat, mulai dari NEWater, Marina Barrage, Nanyang Technologycal University (NTU), Al Junied Al Islamiyyah Islamic Junior High School, dan lainnya memberikan kesan tersendiri dan memberikan inspirasi bagi penulis.

Yang paling menarik dan memberikan inspirasi menurut penulis adalah dua tempat yang berurusan dengan air di Negara Singapura yang dahulunya sampai 2012 adalah negara yang masih mengimpor air 40 persen dari negara tetangga, Malaysia. Dua tempat itu tak lain dan tak bukan adalah NEWater dan Marina Barrage.

Dengan bangunan yang unik dan dengan atap yang bergelombang seperti ombak, kawasan NEWater adalah kawasan yang menyediakan teknologi penyaringan air kotor menjadi air sehat yang bisa dikonsumsi yang tentunya aman bagi kesehatan. Kawasan ini pun selalu ramai dipenuhi oleh berbagai pengunjung yang ingin mengetahui cara Singapura menyulap air kotor mulai dari air sungai, hujan, dan lainnya menjadi air yang sehat dan bisa dikonsumsi. Sedangkan Marina Barrage adalah sebuah bendungan di Singapura yang dibangun di Mulut Teluk, antara Marina bagian Timur dan Marina bagian Selatan. Marina Barrage menyediakan suplai air, pengendalian banjir dan daya tarik gaya hidup baru. Marina Barrage ini bukan hanya tempat resevoir air, tetapi juga sudah menjadi tempat wisata.

Seperti yang telah disinggung di atas, sampai tahun 2012 Singapura masih mengimpor 40 persen air bersih dari tetangganya, Malaysia, dari negara bagian Johor yang berbatasan langsung dengan negara pulau itu. Para aktivis dan politisi Malaysia selalu mengancam mematikan pasokan air setiap kali terjadi pertikaian politik Singapura-Malaysia. Namun, kebijakan impor air bersih itu akan segera berakhir seiring dengan berakhirnya perjanjian impor air baku dari Malaysia. Selain mengimpor, kebutuhan air bersih Singapura diperoleh dari reservoir seperti Marina Barrage tadi dan daerah tangkapan air lainnya (memasok 20 persen dari total kebutuhan), penyulingan air laut (10 persen), dan pengolahan air terpakai alias reclaimed water (30 Persen). Keterbatasan persediaan air baku disebabkan luas wilayah yang sangat kecil. Singapura memiliki luas wilayah sekitar 700 KM2.

Pemerintah Singapura terus berjuang mengatasi kekurangan Air. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan memuat daerah tangkapan air hujan. Sepertiga dari luas daratan Singapura menjadi daerah tangkapan air. Area ini dilindungi dari alih fungsi dan penggunaan lahan lainnya. Saat ini, ada 17 waduk untuk menampung air hujan.

Setiap tetes air hujan diusahakan ditangkap drainase permukaan, sungai, dan reservoir. Selanjutnya, air tersebut masuk kembali ke dalam instalasi pengolahan untuk menjadi bahan baku air minum. Aliran hujan ini dipisahkan dari air pakai (air limbah). Air pakai dialirkan ke dalam Deep Tunnel Sewerage System alias DTTS, sebuah jaringan perpipaan sepanjang 48 KM yang terbenam 25-50 meter di bawah tanah. Menampung air limbah ddan mengalirkanya ke instalasi pengolahan air berteknologi tinggi. Air-air yang telah diolah kemudian dipurifikasi lagi untuk menjadi air minum. Sementara, sebagian lagi didorong ke laut. Air hasil olahan ini keluar dengan merek NEWater, dan pastinya sudah memenuhi standar badan kesehatan dunia WHO.

Untuk menjamin ketersediaan air bersih, Pemerintah Singapura membentuk Public Utility Board (PUB). Lembaga ini didirikan untuk memastikan ketersediaan air secara efisien, jumlah yang cukup, dan kontinu. PUB bertanggung jawab untuk mengelola siklus air yang penuh, mulai dari penyediaan, pengumpulan, pengolahan dan penyaluran air minum.

Selain menyediakan alat berteknologi tinggi, Pemerintah Singapura juga memberikan pendidikan kepada masyarakat agar ikut bertanggung jawab dengan menumbuhkan rasa memiliki terhadap air. Pemerintah Singapura juga menetapkan kebijakan penjualan air. Kebijakan ini semata agar masyarakat lebih bertanggung jawab dan tidak membuang-buang air.

Bayangkan, Negara Singapura yang kecil seperti itu saja dapat mengolah airnya dengan semaksimal mungkin dan dengan hasil yang sangat luar biasa. Seharusnya Indonesia dengan berbagai SDA dan SDM yang melimpah ini dapat memaksimalkan SDM dan SDA-nya!

 

(selain dari penulis, tulisan ini juga dibantu oleh berbagai buku dan artikel yang telah dibaca penulis)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun