Dinamika ini terus terbangun dan dilakukan oleh partai-partai politik. Sehingga terkesan acuh bahwa citra politik khususnya kebijakan-kebijakan partai politik sangat berpengaruh terhadap trush masyarakat terhadap sebah parpol.
Parpol  yang gemar merekrut para stake holder eksternal cenderung mudah untuk ditinggal pemilih karena pemilih memiliki kedekatan dan kepercayaan kepada tokoh dan bukan pada Parpol. Jika kepercayaan masyarakat tertanam pada parpol, maka siapapun kader yang ditugaskan oleh partai tetap mendapat dukungan masyarakat.
Jika melihat jumlah partisipasi pemilih di Pilpres 2019 kemarin yang meningkat, itu menjadi bukti bahwa literasi politik masyarakat Indonesia terus mengalami penigkatan. Artinya masyarakat sudah sadar tentang pentingnya terlibat dalam politik. Kesadaran ini mengindikasikan bahwa masyarakat akan mencari wadah untuk menyalurkan kepentingan politiknya. Apakah parpol siap dengan hal ini?
Politik personal dan politik kelompok seperti dua sisi mata uang. Jika keduanya menjadi satu kesatuan maka menjadi alat yang menguntungkan. Namun secara dasar, prinsip keduanya berseberangan.
Parpol tak perlu selalu pragmatis. Politik yang konsisten dengan cara-cara pengkaderan memiliki nilai tinggi dalam hati masyarakat ketimbang mengedepankan kader instan.
Tahun 2020 mendatang menjadi tantangan bagi partai-partai politik di seluruh daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Mampukah parpol mengusung kader sebagai calon. Atau justru mengedepankan budaya politik pragmatis dengan comot orang-orang populer lalu mengesampingkan kader yang militan.