“Terima kasih, ya Bu. Mari,” jawab Bapak itu sambil segera berpaling dari sang ibu, karena seolah tak kuasa menahan air mata yang hendak tumpah.
Dengan sapu tangan, ia bersihkan air matanya. Ia pun menuju ke arah kambing yang sedianya hendak ia beli. Lalu berkata,
“Maaf, ya, Bang saya gak jadi beli kambingnya.”
“Lho, kok gak jadi, kenapa? tanya si pedagang itu keheranan dengan logat kental jawa.
“Saya ingin beli sapi aja, Bang. Tolong yang paling besar. Berap pun harganya saya beli,” kata Bapak itu dengan nada parau dan sisa air matanya masih tampak di bawah matanya.
“Baik, baik, Pak. Alhamdulillah. Wah, terima kasih, lho Pak, kata si pedagang dengan masih bingung dan penuh tanda tanya, kenapa, dan apa yang terjadi?
Setelah peristiwa tersebut, pejabat yang kaya raya itu menjadi lebih baik dan senang dengan aktivitas ketaatan. Ia istri dan anak-anaknya aktif shalat berjamaah di masjid. Ia senantiasa mengingat kata dari sang ibu tadi,
“Buat apa harta, jabatan, kedudukan, dan segala di dunia kalau tidak bisa menjadi bekal kehidupan akhirat kelak.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H