Mohon tunggu...
Mohamad Sholihan
Mohamad Sholihan Mohon Tunggu... wartawan -

Marbot Masjid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Manusia Harus Menjual Dirinya

14 Februari 2016   10:18 Diperbarui: 14 Februari 2016   11:05 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasulullah bersabda, “Setiap manusia akan bertemu hari-harinya di pagi hari, maka ia menjual dirinya. (Shalat dan dzikir termasuk menjual dirinya pada Allah). Hal itu sebagai upaya memerdekakan dirinya dari azab Allah. Ada juga yang justru menjerumuskan dirinya dari azab Allah.”

Dalam Hadis tersebut, Rasulullah memberikan panduan  hidup pada umatnya yang bersifat harian. Setiap malam, manusia harus tutup buku. Jangan sampai ada persoalan hari itu mundur ke belakang. Setiap malam ada doa yang menarik yang diajarkan Rasulullah. Doa ini  bagus sekali untuk kehidupan seseorang. Hendaklah sebelum tidur dibaca doa ini, “Ya Allah, saya sandarkan punggungku kepada-Mu dan aku serahkan urusanku kepada-Mu.”

Segala persoalan pada hari itu, ditutup pada malam hari menjelang tidur. Karena kalau tidak bisa ditutup, tidur tidak bisa dan bangun tidak bisa berpikir. Oleh karena itu semua persoalan ditutup pada malam hari saat akan tidur. Bertemu kembali di pagi hari. “Ya, Allah saya mohon di pagi hari engkau limpahkan kenikmatan, kesehatan, dan penjagaan-Mu atas kekuranganku.”

Salah satu masalah adalah menarik-narik hidup, karena tidak ditutup pada malam hari menjelang tidur. Tak heran pada saat tidur,  mimipi buruk. Masalah itu berputar setiap  harinya yang menyebabkan kepala pusing. “Untuk mengatasinya, kita diajarkan agar setiap malam ditutup semua urusan dan pada pagi hari memulai hidup dengan semangat baru. Dengan permasalahan yang menumpuk, akan selesai dengan menyambut pagi hari dengan penuh semangat,” kata Muhsinin Fauzi di hadapan jamaah Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara, Jakarta..

Pelajaran kedua dari Hadis tersebut menyebutkan, hari-hari yang dilalui selalu penuh dengan transaksi. Ini gambaran konkret, hidup itu adalah transaksi. Kalau mau masuk surga, jual diri dengan banyak beribadah. Ada rupa ada harga. Kalau ibadahnya tidak khusu’ dan sungguh-sungguh, jangan harapkan mendapat surga yang penuh dengan kenikmatan.

Kalau mau makan enak harus berani bayar mahal. Kalau ingin memiliki istri sholehah, maka suami juga harus sholeh. Kalau ingin istri sholehah, tapi dia perbuatannya seenaknya. “Kira-kira ada wanita sholehah yang mau gak?” tanya Muhsinin. Kalau ingin istrinya sholehah, seorang laki-laki harus beli dengan kesholehan. Demikian pula wanita yang ingin memiliki suami sholeh, maka dia pun harus sholehah.

Di dunia ini tidak ada orang yang mau dirugikan. Kalau seorang suami mengajak istrinya pindah rumah, lalu istrinya tidak mau, maka gugur hak nafkahnya. Seorang suami misalnya mendapat pekerjaan di Makasar. Lalu sang suami mengajak istrinya pindah ke Makasar, tapi istrinya menolak. Alasannya ingin tetap bersama ibunya saja. Sikap istri yang demikian, menyebabkan gugur hak nafkahnya.

Jika seorang suami tidak sholeh, sering melakukan maksiat, maka istri berhak menggugat cerai. Hidup itu transaksi. Demikian pula dengan Allah, harus ada transaksi. Ibadah harus ikhlas. Perbuatan ikhlas itu salah satu transaksi dengan Allah. Kalau pamrih dianggap tidak ikhlas. Tapi kalau pamrihnya pada Allah, tetap dianggap ikhlas.

Kalau tidak pamrih dengan Allah, apa namanya. Ikhlas tidak, ria tidak. Misalnya seseorang hendak shalat dengan niat tidak untuk siapa-siapa. Seseorang sedekah tidak untuk siapa-siapa. Ia sedekah tidak ingin pahala dari Allah. Perbuatan seperti ini menurutnya justru tidak ikhlas. “Kamu tidak ingin dipuji oleh Allah. Aku tidak penting dipuji oleh Allah. Ikhlas itu ingin dipuji oleh Allah dan ingin mendapat pahala dari Allah. Kalau pamrih selain pada Allah, namanya ria,” jelasnya.

Sekali lagi ia mengatakan, hidup itu transaksi. Kalau seseorang paham masalah ini, maka kalau ingin mendapat sesuatu, dia harus bayar duluan. Seseorang tidak bisa makan enak, kalau  tidak siap bayar. Seseorang yang ingin hidup bahagia di dunia, bahagia di akhirat, dan mendapat keberkahan hidup, ingin mendapat ketenangan hidup, punya anak sholeh. Itu semua harus dibayar. “Kita bayarnya pakai apa? Sebesar yang kau bayar itulah, kau akan dapat,” tambahnya.

Pada umumnya manusia ingin dapat ssesuatu,  tapi tidak mau bayar. Maunya gratisan. Kelakuannya saat menjadi mahasiswa, terus dipertahankan sampai  tua. Maunya nikah, tapi tidak mau menafkahi istrinya. Iuran suami istri menurutnya, tidak fair. Kelakuan laki-laki seperti itu di Jakarta cukup banyak, ketularan orang Barat. Ada suami yang mengatakan pada istrinya, “Kamu yang ngeluarin uang untuk beli beras, aku lauknya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun