Mohon tunggu...
Mohamad Sholihan
Mohamad Sholihan Mohon Tunggu... wartawan -

Marbot Masjid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebajikan Itu Seperti Matahari

31 Oktober 2015   08:30 Diperbarui: 31 Oktober 2015   09:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ya, Rasulullah, kalau kami tidak sanggup melakukan seluruh perbuatan baik, apa yang mesti kami lakukan?”

“Engkau berhenti menyakiti orang,” jawabnya.

Batas minimal sikap seorang muslim, menurut Muhsinin Fauzi saat memberikan kajian ba’da Dhuhur di Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara, Jakarta, tidak menyakiti. Syukur-syukur bisa lebih dari itu. Orang yang senantiasa menghindari dari perbuatan menyakiti orang lain, ia selalu berada dalam posisi yang benar.

Namun Muhsinin berpendapat, orang benar kalau suka menyulitkan orang, maka ia ditolak. Sebaliknya, orang salah tapi suka memudahkan orang, maka ia diterima. Oleh karena itu ia mengharapkan, jadilah orang benar yang diterima. “Kalau kita membuat nyaman orang-orang di sekitar kita, maka tidak akan ada masalah. Kebajikan itu seperti matahari, tidak bisa ditolak,” katanya.

Optimisme yang bergemuruh harus selalu hadir dalam diri seseorang. Persepsi seseorang harus lebih kuat sisi positifnya daripada sisi negatifnya. Ada kebajikan yang tak terkira yang menyertai seseorang yang punya persepsi positif. Tidak bisa menjadi bangsa yang besar kalau persepsi negatif ada pada anak bangsanya.

Di awal perjuangannya, orang kafir Quraisy menghina Rasulullah. Tapi Rasulullah menanggapinya dengan penuh kesabaran sambil terus berbuat sesuatu yang bermanfaat buat orang banyak. Setiap masalah yang ada dalam diri umat Islam, selalu mendapat jawaban positif dari Rasulullah. Ada seorang shahabat datang ke Rasulullah, ingin minta pindah rumah agar dekat dengan masjid.

Rasul menjawab, setiap langkah menuju ke masjid adalah suatu kebaikan, mengangkat derajatmu, dan menghapus dosamu. Diberikan jawaban seperti itu, pastinya shahabat tersebut, tidak jadi yang mau pindah. Orang muslim menjadi kaya oke dan menjadi miskin oke. Nabi memberikan nasehat kepada orang yang hidupnya miskin, “Saya melihat penghuni surga, kebanyakan sewaktu di dunia, hidupnya miskin.”

Dalam Islam, orang yang hidupnya miskin tetap punya tempat. Mengangkat orang miskin dan lemah merupakan strategi dakwah Rasulullah. Kata Nabi, “Kami bisa menang, karena ada orang lemah di antara kalian.” Orang lemah merasa senang, karena kemenangan itu berkat kehadirannya. Jadi orang lemah itu dalam Islam, punya tempat.  

Dalam menghadapi ujian hidup, pada umumnya orang merasa susah. Tapi dalam pandangan Rasulullah, ujian itu bisa menyenangkan. Ternyata dalam keadaan diujin pun ada nikmatnya. Diuji itu nikmat. Betapa mulianya orang yang mendapat ujian. Hadis Nabi, “Besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian.” Dengan Hadis ini, seseorang mau diuji yang kecil-kecil atau yang besar?”

Ada orang buta datang ke Nabi.

“Ya, Rasulullah, doakan agar aku bisa melihat kembali.”

“Aku bisa mendoakanmu bisa melihat kembali. Tapi jika kamu sabar dengan kebutaanmu, kamu akan masuk surga,” jawabnya.

“Kau pilih mana?”

“Aku pilih tetap buta.”

Islam selalu memberikan aura positif pada setiap keadaan. Islam tetap menganggap baik menghadapi segala macam kondisi. Orang miskin masuk surga dengan dzikirnya, orang kaya masuk surga dengan zakat dan sedekah hartanya. Yang kaya, tidak dicela sedangkan yang miskin tetap mendapat tempat. Berbeda dengan sosialis, yang kaya dicela, sedangkan orang kapitalis, yang miskin dicela. Dalam Islam, yang kaya ada tempat dan yang miskin juga ada tempat.

Di bagian lain, Muhsinin menguraikan tentang pentingnya mengucapkan salam. Salam itu salah satu simbol keberadaan Islam. Apa bedanya selamat pagi, siang, dan malam dengan salam? Menurutnya, berbeda. Kalau dipandang dari sudut kata-kata, mungkin tidak terlalu jauh. Kalau ada orang yang mengatakan selamat untukmu sebagai pengganti salam, hal itu berbeda dengan kalimat Assalamualaikum.

Dunia ini sebenarnya merupakan pertarungan simbol. Simbol umat Islam, salah satunya adalah salam. Ini harus kokoh dan menjadi budaya komunikasi antar masyarakat. Kalau salam sudah masuk sebagai budaya dalam masyarakat berarti mewakili budaya yang masuk dan biasanya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Salam bisa menimbulkan suasana batin yang baik terhadap sesama muslim. “Salam adalah simbol kedamaian yang kita tebarkan kepada sesama. Dengan memberikan salam berarti kita mengharapkan timbulnya kedamaian untuk semuanya,” katanya.

Menurut pengamatannya, orang yang ahli mengucapkan salam, tapi shalatnya tidak rutin, hal seperti itu jarang terjadi. Biasanya kalau orang yang ahli salam, shalatnya dijamin istikomah (rutin), karena hal itu mewakili situasi. Karena perjuangan simbol biasanya perjuangan akhir. Tapi bisa saja yang terjadi sebaliknya. Rajin mengucapkan salam, tapi jarang shalat. Seperti seorang wanita yang selalu memakai jilbab, tapi jarang shalat. Jilbab juga merupakan simbol.

Mengucapkan salam hukumnya sunah, tapi menjawabnya hukumnya wajib. Hadirnya kewajiban menjawab salam karena ada yang memulai mengucapkan salam. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Kalau engkau mendapat penghormatan, maka jawablah yang lebih baik atau sama.”

Nabi Muhammad melarang seseorang duduk-duduk di jalan. Kalau terpaksa harus duduk, maka berilah hak jalan bagi orang yang lewat, tundukkan pandangan mata, jangan menyakiti orang, menjawab salam, dan menyuruh orang lain berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk.

Salam adalah simbol konsepsi besar antar muslim dalam memulai komunikasi dengan sesamanya. Sesungguhnya salam bagian dari cara orang untuk menebar kasih sayang terhadap sesama, karena salam itu merupakan doa sekaligus mengisyaratkan suatu nilai besar. Salam juga menebar kedamaian terhadap sesama.

Mengucapkan salam mengandung harapan besar terhadap sesama, agar perbuatannya semakin baik setiap kali bertemu. Bukan menginginkan orang lain kondisinya terpuruk setiap bertemu. Ini optimisme yang bergemuruh. Hidup ini adalah permainan optimisme. Orang boleh terpuruk, tapi jangan sampai kehilangan optimisme.

Salam merupakan nilai besar yang harus dibangun. Salam juga pesan besar terhadap perdamaian. Orang yang menebar salam pada hakikatnya dia menebar kedamaian dan keberkahan. Salam juga sebagai pesan perdamaian bagi seluruh alam ini. “Anda tidak akan bertengkar jika segala sesuatunya dimulai dengan salam,” ujar Muhsinin.

Mau tegang, lalu ada yang mengucapka assalamualaikum, tegangnya menurun. Mungkin berkahnya salam.        

            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun