Konflik bersenjata dan tindakan kekerasan yang terjadi di Papua berlanjut sehingga memakan banyak sekali korban jiwa. Banyak diantara korban jiwa merupakan warga sipil dan TNI-Polri juga banyak yang luka-luka. Konflik di Papua adalah contoh nyata di mana perlindungan sering kali dilanggar atau bahkan di abaikan. Masyarakat sipil yang berada wilayah konflik menghadapi ancaman kekerasan hingga memakan nyawa tidak hanya warga sipil para aparat juga menjadi korban dari kekerasan tersebut serta banyak juga para pekerja yang di sandera. Pelanggaran HHI atau HAM dalam konflik bersenjata menuntut adanya pertanggungjawaban yang jelas. Perlu ada investigasi transparan dan proses hukum yang tegas untuk menindak pelaku pelanggaran. Sehingga, Dalam konflik bersenjata, risiko kekerasan terhadap warga sipil menjadi sangat tinggi. Ini menuntut adanya mekanisme perlindungan yang efektif, yang mencakup zona aman dan akses bantuan kemanusiaan. Dalam konflik ini penting untuk memastikan bahwa serangan hanya diarahkan kepada sasaran saja bukan kepada warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik. Perlindungan terhadap warga sipil merupakan bagian sangat penting serta memastiksn bahwa tidak ada tindakan kekerasan atau bahkan melanggar martabat manusia seperti penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi. Penting untuk memastikan bahwa taktik yang digunakan oleh pihak pihak yang terlibat dalam konflik tidak melanggar hukum internasional seperti menggunakan senjata yang terlarang.
Hukum Humaniter Internasional, yang paling jelas tercermin dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya, dimaksudkan untuk mengawasi perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan melindungi orang-orang yang tidak atau tidak lagi terlibat langsung dalam pertempuran. HHI sangat penting dalam situasi Papua, di mana terjadi konflik bersenjata antara kelompok separatis dan aparat keamanan Indonesia (TNI/Polri).
Hukum ini menghormati prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang melarang kekerasan yang tidak proporsional, penyiksaan, dan perlakuan buruk terhadap penahanan. Ini juga mengatur perlindungan warga sipil dan individu yang tidak terlibat langsung dalam konflik, seperti pejuang yang sudah menyerah atau yang terluka.
Perlindungan warga sipil, yang tidak boleh menjadi sasaran langsung pertempuran, adalah prinsip utama dari Hukum Humaniter Internasional. Namun, selama konflik Papua, masyarakat sipil seringkali menjadi korban kekerasan dari kedua pihak militer dan kelompok separatis. Â Sementara itu, kelompok separatis juga kadang-kadang melakukan serangan terhadap sasaran sipil, meningkatkan ketegangan.
Serangan yang ditujukan kepada warga sipil adalah pelanggaran berat. Bahkan ketika ada konflik, pihak-pihak yang bertikai harus membedakan warga sipil dari kombatan dan memberikan perlindungan kepada yang terakhir. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan perang, yang dapat dibawa ke pengadilan internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Untuk menyelesaikan konflik bersenjata dan kekerasan di Papua secara damai dan menghormati hak asasi manusia, pihak-pihak yang terlibat harus mematuhi hukum internasional, memastikan perlindungan masyarakat sipil, dan mengakhiri kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H