Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cerita Pilu Nasib Sopir Taksi: 50 Ribu/Hari Tak Bisa Buat Makan Anak Istri

23 Maret 2016   11:22 Diperbarui: 23 Maret 2016   11:53 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan polemik regulasi soal transportasi berbasis aplikasi online hingga kini belum dituntaskan oleh pemerintah. Akibatnya gesekan antara sopir taksi konvensional dan sopir taksi berbasis aplikasi online tidak terelakkan, dan sebagai puncaknya adalah terjadinya demo besar-besaran yang ternyata berlangsung ricuh, anarkis dan diwarnai aksi perusakan (22 Maret 2016 kemaren).

Untuk urusan regulasi, biarlah pemerintah yang mengurusnya hingga tuntas. Lantas bagaimana sesungguhnya kesejahteraan para sopir taksi konvensional ini? Apakah mereka lebih sejahtera daripada sopir taksi berbasis aplikasi online? dan berapa sesungguhnya penghasilan mereka ini?

Pucuk dicinta ulam tiba, barangkali itulah pepatah yang pas untuk menyatakan bahwa semua pertanyaan di atas terjawab sudah pagi ini. Tanpa sengaja saya lihat status Facebook salah satu kawan teman online saya yang memunculkan status yang cukup miris dan mengharukan perasaaan saya. Kebetulan suaminya berprofesi sebagai sopir taksi salah satu perusahaan taksi konvensional.

Berdasarkan testimoninya, ternyata penghasilan sang suami satu hari kerja sungguh sangat kurang dan memprihatinkan. Penghasilan suaminya sama sekali tidak bisa mengcover biaya kebutuhan keluarga dengan 1 orang anak. Ibaratnya lehernya dicekik perusahaan yang hanya memberikan komisi dan insentif yang sangat memprihatikan. “Skrg ini kalau argonya 500rb dia hanya dpt 50rb. 50rb itu dia habiskan di jln utk makan. Jd tdk plg bawa uang. Pdhl mendapatkan 500rb itu skrg luar biasa susahnya”.  Hal ini berbeda dengan taksi berbasis aplikasi online, dimana berdasarkan testimoni tetangga saya, yang bergabung dengan taksi online,  beliau bisa mendapatkan penghasilan bersih sehari hingga 250-500 ribu/ hari. Sungguh sangat jauh perbandingannya.

Fakta di atas menghasilkan kesimpulan bahwa kesejahteraan saudara saudara kita yang bergabung di taksi konvensional ternyata kurang sejahtera dibandingkan dengan sopir taksi berbasis aplikasi online. Maka dari itu, wajar para sopir taksi ini melakukan protes atas keberadaan taksi online ini karena potensi pendapatan mereka dipastikan berkurang secara drastic. Bisa dibayangkan bila mereka bekerja seharian, hanya dapat 400 ribu maka komisi yang diperoleh hanya 40 ribu, itupun sudah habis untuk biaya makan dan minum seharian. Dan merekapun akan pulang ke rumah dengan tangan hampa, tanpa uang sepeserpun. Bila mereka mendapat 700 ribu sehari, kemungkinan juga hanya mendapatkan penghasilan bersih 70 ribu, bila dikurangi uang makan dan minum sehari sebesar 50 ribu maka potensi uang yang bisa dibaa ke rumah Cuma 20 ribu. HARI GINI, UANG 20 RIBU BISA BUAT APA???? Sungguh ironis.

Melihat realitas ini, seharusnya pihak owner perusahaan taksi konvensional harus memikirkan aspek kesejahteraan para sopir yang telah berjuang membanting tulang menghidupkan perusahaan. Mereka adalah lumbung uang perusahaan. Jangan biarkan mereka “diperas keringatnya tanpa imbalan yang sewajarnya”. SEMOGA BERMANFAAT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun