Suksesnya OS Android besutan Google memang membawa angin surga bagi produsen dan importir HP, termasuk produsen lokal. Sebut saja produsen lokal seperti Cross, Evercoss, IMO, Mito, Advan, dan rekan-rekannya. Mereka mendulang emas dengan memproduksi smartphone yang sedang laris manis di pasaran. Pun demikian dengan konsumen menengah ke bawah (termasuk juga saya?) yang kepincut ingin memboyong gadget pintar buatan para produsen itu dengan harga murah. Tambahan lagi dengan iklan yang heboh di berbagai media yang membuat konsumen semakin terprovokasi untuk membeli gadget itu.
Berikut ini adalah pengalaman saya membeli smartphone merek Advan. Barangkali tulisan ini lebih cocok kalau disebut “surat pembaca” sebab berisi pengaduan. Tetapi tidak masalah, sebab urusan saya dengan produsen ini sudah selesai namun saya tetap sekadar ingin berbagi dengan para kompasianer yang berkenan membaca dan menyimpulkan sendiri cerita saya.
Pada 15 Oktober 2013, saya membeli Vandroid S5E di Counter Advan, BCS Mall, Batam. Lumayan murah memang, sebab dengan spesifikasi prosesor dual core 1.3 GHz, RAM 512 MB, memori internal 4 GB up to 32 GB, smartphone itu sudah bisa dibawa pulang dengan harga 1,1 juta dan apabila ditambah aksesori dan kartu bundling menjadi 1,35 juta.
Tak dinyana, sehari kemudian, layar S5E itu bergaris putih. Kontan saya menghubungi Counter Advan BCS itu. Petugas meminta saya datang kembali ke counter untuk diperiksa. Saya datang ke counter empat hari kemudian. Saya meminta ganti unit baru, namun tidak dikabulkan. Smartphone yang berkemungkinan besar gagal produk tersebut hanya bisa diservis. Saya diminta untuk pergi ke counter pusat Advan Batam di Simpang Baloi.
Sesampainya di Baloi, ternyata di pusat reparasi Advan ini juga melayani servis resmi merek Speedup dan beberapa merek lain. Customer service di Baloi mengatakan bahwa suku cadang untuk perbaikan layar belum ada sehingga saya diminta pulang karena S5E masih bisa digunakan.
Sebulan kemudian, 7 Desember 2013, saya membawa kembali produk tersebut ke counter pusat Advan Baloi sebab kerusakan semakin parah. Garis putih di layar bertambah menjadi 3 garis dan melebar. Customer service menjanjikan bahwa waktu perbaikan hanya dalam tempo 3 hari. Akan tetapi, ketika saya mengonfirmasi berulang-ulang melalui telepon ternyata S5E saya belum kunjung selesai hingga 3 minggu, padahal saya mau berlibur.
Pada 26 Desember 2013, S5E saya ambil sementara (batal diperbaiki) sebab tidak ada kepastian kapan perbaikan smartphone itu selesai. Terakhir, saya dua kali sudah mengirimkan e-mail pengaduan via situs web Advan di http://www.advandigital.com/index.php?link=content-contact. Akan tetapi email tersebut tidak kunjung direspon sampai sekarang.
Tak disangka lagi, ternyata kerusakan yang terjadi bukan hanya di layar, namun TV analog S5E tersebut tidak berfungsi sebab tidak bisa menemukan siaran. Demikian juga dengan port audionya. Colokan audio tersebut longgar sehingga tidak biasa digunakan dengan headset bawaannya.
Akhirnya smartphone itu saya bawa lagi ke Baloi pada 21 Januari 2014 dan minta perbaikan secepatnya dengan keluhan layar bergaris-garis, TV analog tak berfungsi, dan jack audio longgar.
Tiga hari kemudian, Advan memberi tahu melalui SMS bahwa S5E saya sudah selesai diperbaiki. Namun yang membuat saya kaget dan geram adalah bunyi SMS persis sbb, “Tablet BPK/IBU sudah selesai. Mhn SEGERA diambil. Dikenakan biaya 100ribu untk full software. Info 0778911311/9110199. VCR-BALOI.”
Tanggal 25 Januari 2014 saya mengambil smartphone tersebut. Petugas menjelaskan bahwa pasca penggantian layar, unit harus diinstall ulang. Layarnya gratis tapi install ulang software dikenakan biaya 100 ribu sebab software tidak termasuk garansi.
Duh, aneh sekali. Misalkan Anda beli laptop, sampai rumah harddisk-nya rusak sehingga harddisk-nya perlu diganti, apakah mungkin Anda dibebani biaya install ulang OS yang rusak di harddisk tersebut?
Saya merasa keberatan dan mengatakan bahwa tidak masuk akal jika ada kerusakan hardware dan mengakibatkan rusaknya software sehingga pelanggan harus membayar install software itu. Setelah mogok plus “manyun” hampir satu jam di depan customer service, saya diperbolehkan pulang dengan teknisi di konter tersebut tanpa membayar. Akan tetapi, ternyata TV analog dan jack audio smartphone tersebut masih rusak alias tidak diperbaiki.
Demikianlah, betapa repotnya bila membeli produk lokal yang masih diragukan kualitasnya. Niatnya “Cinta Produk Dalam Negeri” tanpa harus membeli yang KW alias bajakan. Murah memang, tapi setidaknya saya harus bolak-balik ke Baloi (1 jam pulang pergi) hingga 5 kali (silakan dihitung). Belum lagi bolak-balik telepon, kesal karena layanannya bertele-tele, dan perangkat yang tidak sesuai dengan harapan. Benar-benar jera membeli produk seperti ini.
Jika bujet Anda mencukupi dan memang benar-benar membutuhkan smartphone untuk “mendampingi” featurephone, lebih baik Anda membeli produk branded yang lebih berkualitas produk dan layanannya.
Sholehan
Batu Aji – Batam
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H