Rabies, lebih dikenal sebagai penyakit anjing gila, adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Angka kematian dari penyakit ini mencapai 95% dari keseluruhan penderitanya sehingga menjadikan pencegahan sebagai suatu keharusan. Â Salah satu catatan tertua mengenai penyakit ini ditemukan pada tahun 2300 SM di prasasti Mesir yang menggambarkan gejala-gejala yang mirip rabies pada manusia dan hewan.Â
Setelah itu, rabies menyebar ke seluruh dunia karena kasusnya  dapat ditemukan di semua benua kecuali antartika. Tulisan-tulisan India kuno dan Yunani juga menyebutkan gejala rabies dan kemungkinan penularannya melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Penularan utama terjadi melalui gigitan hewan yang terinfeksi virus rabies, dengan anjing menjadi penyebab utama penyebaran rabies pada manusia. Virus rabies dapat ditemukan di air liur hewan yang terinfeksi dan masuk ke tubuh manusia melalui luka terbuka atau mukosa seperti mata, hidung, atau mulut.Â
Meskipun anjing adalah vektor utama penyakit ini, hewan-hewan lain seperti kucing, rubah, rakun, dan kelelawar juga dapat menjadi penyebar rabies. Beberapa negara telah berhasil mengendalikan dan menghapus rabies melalui program vaksinasi massal dan pengendalian hewan yang efektif. Namun, di daerah-daerah di mana rabies masih ada, terutama di negara berkembang, penularan dari hewan ke manusia tetap menjadi masalah serius. [1]
Untuk penamaan penyakitnya itu sendiri dinamai berdasarkan virus yang menenberanjadi penyebabnya  yaitu virus rabies (nama ilmiah: Lyssavirus rabies).  Asal nama rabies sendiri berasal dari bahasa latin "rabere" yang berarti marah (gila).
Kita sebagai manusia harus waspada terhadap penyakit ini dengan melakukan pertolongan pertama apabila terdapat gejala-gejala yang mengindikasikan terkena penyakit rabies, di antaranya gatal atau nyeri pada area gigitan, demam dan gejala flu, gangguan tidur, kegelisahan dan perubahan perilaku, sensivitas terhadap cahaya dan suara, kejang-kejang, kesulitan menelan, kelumpuhan otot dan kelemahan umum, munculnya gejala saraf pusat seperti kebingungan, halusinasi, dan agresi, air liur yang berlebihan (hipersalivasi), dan kesulitan bernapas dan peningkatan detak jantung [2].
Berikut ini merupakan cara kerja rabies pada tubuh manusia atau hewan
1. Penularan: Virus rabies biasanya ditularkan melalui gigitan atau luka terbuka lainnya yang terkontaminasi oleh air liur hewan yang terinfeksi rabies. Hewan yang paling sering menjadi pembawa rabies adalah anjing, kucing, rakun, dan kelelawar.
2. Perjalanan ke otak: Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menyebar melalui sistem saraf perifer, menuju sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Proses ini dapat memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.
3. Infeksi otak: Setelah mencapai otak, virus rabies akan menginfeksi sel-sel saraf dan mulai berkembang biak di dalamnya. Ini memicu peradangan dan kerusakan otak yang parah.
4. Penyebaran ke jaringan lain: Virus rabies kemudian dapat menyebar ke berbagai organ tubuh, termasuk kelenjar air liur, mata, dan organ lainnya.
5. Gejala klinis: Setelah virus mencapai otak dan sistem saraf pusat, gejala klinis penyakit rabies mulai muncul, seperti perubahan perilaku gangguan neurologis, dan gejala fisik lainnya. Gejala ini berkembang secara bertahap.
6. Kematian: Rabies adalah penyakit yang hampir selalu fatal setelah gejala klinis muncul sepenuhnya. Ini karena virus rabies merusak sistem saraf pusat dengan sangat cepat dan tidak ada pengobatan yang efektif setelah gejala muncul.
Karena rabies dapat berakibat fatal, pencegahan sangat penting. Jika terdapat hewan yang mencurigakan dan perilakunya seperti tanda-tanda rabies maka kita harus menjauhinya. Jika terkena gigitan hewan yang dicurigai terinfeksi rabies, sebaiknya cucilah gigitan hewan dengan sabun di bawah air mengallir selama 15 menit, beri obat antiseptik pada luka bekas gigitan, hubungi rabies center untuk mendapatkan vaksin rabies yang harus segera diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit ini. Vaksinasi segera setelah paparan biasanya efektif dalam mencegah rabies berkembang menjadi tahap yang lebih parah dan tidak mengancam nyawa penderitanya [3].
Referensi:
[1] (2023, Juli 5). Asal Usul Rabies: Sejarah dan Penyebarannya. fikes.esaunggul.ac.id. https://fikes.esaunggul.ac.id/asal-usul-rabies-sejarah-dan-penyebaranny/
[2] (2023, Juni 12). Mengenal penyakit rabies. yankes.kemkes.go.id. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2531/mengenal-penyakit-rabies
[3] (2019, Desember 30). Bahaya penyakit rabies. diskes.baliprov.go.id. https://diskes.baliprov.go.id/bahaya-penyakit-rabies/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H