Mohon tunggu...
Sholeh
Sholeh Mohon Tunggu... Lainnya - Muhammad Sholeh

ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gaya Penalaran Paham Qadariyah Dalam Islam

30 September 2018   16:53 Diperbarui: 30 September 2018   17:14 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaya Penalaran Faham Qodariyah Dalam Islam

Pengertian

Pengertian qodariyah secara etomologi berasal dari bahasa arab yaitu qodara yang bermakna kemampuan dan kekuatan yan memiliki qudrah untuk melaksanakan kehendaknya. Istilah inggrisnya faham ini dikenal  dengan nama free will and free act. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan masnusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Sedangkan menurut bahasa kata qodariyah berasal dari kata qadarah, yaqdiru, qadirun artinya memutuskan, menentukan. Atau dari kata qadarah, yaqdiru, quderatan, muqdaratan, maqduratan, maqdiratan artinya memiliki kekuatan dan kekuasaan. Jadi asal kata qodariyah mempunyai dua pengertian. Yang pertama berarti menentukan. Dari kata inilah diambil kata "taqdir", sesuatu yang telah ditentukan oleh allah.sedangkan yang kedua berarti kekuatan dan kekuasaan. Yang kedua inilah yang identik dengan paham qadariyah yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Latar belakang

Sejarah lahirnya Qodariyah tidak dapat diketahui  secara pasti kapan paham ini timbul dalam sejarah islam. Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi islam, paham Qodariyah ditimbulkan pertama kali oleh ma'bad Al juhani dan temannya Ghailan Al Dimasqi.

Ibnu nabatah menjelaskan dalam kitabnya,  sebagaimana yang dikemukakan oleh ahmad amin, aliran Qodariyah pertama kali dimunculkan oleh orang irak yang pada mulanya beragama kristen, kemudian masuk islam dan kembali lagi ke agama kristen. Namanya susan , demikian juga pendapat muhammad ibnu syu'ib.

Sementara W. Montgomery watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham qadariyah terdapat dalam kitab ar-risalah dan ditulis untuk khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-basri sekitar tahun 700M.

Sedangkan ditinjau dari segi politik aliran Qodariyah sebagai  isyarat menetang politik bani umayyah, karena itu kehadiran Qodariyah  dalam wilayah kekuasaan mendapat tekanan dan ketika faham Qodariyah ini disebarluaskan, dikalangan umat islam terjadi guncangan pemikiran. Faham ini dianggap bertentangan dengan ajaran islam dan sampai timbul istilah sebagai berikut:

"kaum Qodariyah merupakan majusi umat islam", dalam arti golongan sesat.

Adapun alasan arguentasi golngan yang berfaham qodariyah dalam memperkuat pahamnya atau argumentasinya sering dipakai dalil naqli atau al'quran yaitu:

QS.(13) al-ra'ad ayat 11.

"Innalloha laa yughoyyiru maa bigoumin hattaa yughoyyiruu maa bi'anfusihim"

Sesungguhnya allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

QS(41) Fushilat ayat 40.

"I'maluu maa syi'tum innahuu bimaa ta' maluuna bashiir"

Lakukanlah apa yang kamu kehendaki sungguh, dia maha melihat apa yang kamu kerjakan.

3.QS.(18) Al-kahfi ayat 29.

  Wa qulil-haqqu mir robbikum, fa man syaaa'a falyu'min wa man syaaa'a falyakfur.

"dan katakanlah: kebenaran itu datangnya dari tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin       (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah dia kafir.

Doktrin ajaran

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qodariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan kebaikan atau keburukannya dengan demikian merekalah yang berkehendak mau berbuat baik dengan mendapatkan pahala beserta surga dan sebaliknya mau berbuat jahat dengan mendapatkan dosa beserta neraka.

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbatan atas kehendaknya sendiri, baikberbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pula memperoleh hukuman atas kejahatannya yang diperbuatanya. Ganjaran kebaikan  disini disamakn neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatanya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdirnya adalah ketentuan allah yang diciptakan-nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah alquran adalah  sunnatullah.

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam, misalnya manusia ditakdirkan oleh tuhan kecuali tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.

Menurut Dr. Ahmad amin dalam kitabnya fajrul islam, menyebut pokok-pokok ajaran Qodariyah sebaai berikut:

Orang yang berdoa besar itu bukanlah kafir dan bukanlah mukmin,  tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka scara kekal.

Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusialah yang menciptakannya. Maka manusia akan mendapat balasannya (neraka), maka Allah berhak disebut adil.

Kaum qodariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam hati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat ajali, seperti ilmu, kuadrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan zatnya sendiri.

Kaum qodariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun allah tidak menurunkan agama.

Sebab,katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruknya.

TOKOH

Ma'had al-juhani

Ghailan al dimsyqi

Daftar Pustaka

Hasbi, Muhammad. 2015. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publising

Moechtar, Hadlori. 2015. Ilmu Kalam. Bondowoso

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun