Oleh : Sholahal Ghina Gunawan
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasarbunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara kita, suara rakyat adalah suara tuhan, rakyatberhak memilih dan dipilih, kata-kata itu sering terngiang telinga kitayang kebetulan kita berada di Negara Demokrasi katanya, akan tetapi dalam kenyataanya sekarang inimereka memilihtidak membuat nasib mereka berubah menjadi sejahtera atau lebih baik, rakyat hanyalah sebagai objek politik yang tidak mempunyai nilai tawar akan perubahan nasib mereka, mereka laksana sawah tadah hujan yang di garap ketika musim penghujan datang danditinggalkan ketika musim kemarau tiba, bisa diartikan bahwa mereka dibutuhkan lima tahun sekali ketika angin musim politik berhembus, tidak seperti mereka keluarga dan orang dekat Bupati/Walikota, Gubernur, Presiden ataupun anggota Dewan yang dapat dengan mudah mengakses dan menikmati aliran dana APBD/N, bagaikan sawah gembur, tumbuh subur dekatmata air atau aliran irigasi, mereka begelimang proyek, bertopengkan aspirasi rakyat.
Hal ini terjadi karena kurangnya atau tidak dibekali mereka dengan pendidikan politik, tidak ada dan tahu akan nilai politik dirinya sendiri, tidak ada kesepakatan antara merekauntuk mendapatkan apa-apa yang seharusnya mereka dapatkan, mereka secara individual ataupun berkelompok cenderung terjerumus dengan politik uang “Money Politics” yang manfaatnya terasa sesaat dan cepat berlalu, hanya dengan nominal rupiah 50 – 100 ribu, masa depan mereka selama lima tahun kedepan tergadaikan, mungkin apabila mereka bersatu bisa mengubah nasib mereka. Mereka seharusnya berinisiatif mengajukan kotrak politik, dengan kontrak politik,mereka bisa mencantumkan lebel harga atau imbalan apa yang mereka bisa dapatkan, kepada siapapun kontestan dalam Pemilu, baik itu dalam pemilihan Bupati/Walikota, Gubernur, Presiden maupun calon anggota legislatif nantinya.
Pada dasarnya kontrak politik merupakan janji politik yang dilakukan oleh calon pemimpin ataupun wakil rakyat dengan rakyat yang akan memilihnya nanti. Kontrak politik merupakan jaminan kepada rakyat (pemilih) bahwa apa-apa yang disampaikannya pada saat kampanye itu bukanlah sebuah angin surga atupun janji palsu, akan tetapi nantinya siapapun yang dipilihnya dan menduduki tujuannya secara pasti harus bertanggungjawab merealisasikan apa- apa yang tertuang dalam kontrak politik tersebut, juga ada sanksi apabila kedua belah pihak melanggarnya, serta seharusnya kontrak politik tersebut didasari oleh sebuah kesepakatan, antara keduanya. Contoh kasus seorang calon Bupati atau calon anggota legislatif akan memperjuang perbaikan jalan lingkungan atau hal-hal lain yang bersifat kepentingan umum, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat. Jadi kalau kontestan itu nanti terpilih sebagai Bupati atau wakil rakyat, maka secara moral berkewajiban merealisasikan atau memperjuangkan yang termuat dalam kontrak politik tersebut.
Pada hakikatnya dengan pendidikan politik mereka mengetahuisegala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan nya sendiri , mengetahui hak dan kewajiban mereka sehinggamendorong terjadinya kontrak politik, dan tidak akan ada lagi cerita sawah tadah hujan di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H