Mohon tunggu...
Sholikul Hadi
Sholikul Hadi Mohon Tunggu... Editor - aku menengadah kepada yang diatas, dan menyerahkan semuanya Kepada yang diatas sana , Sekalipun jiwaku merana aku mengharapkan Belas kasihan yang diatas...

aquarius

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik Anak Tiri Terlantar yang Diterlantarkan

27 November 2017   14:39 Diperbarui: 27 November 2017   16:59 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 17 Juni 2015, Business Times, koran milik Strait Times yang dikelola pemerintah Singapura secara terang menurunkan sebuah artikel berjudul 'Indonesia, Malaysia at risk of repeating 1997-98 meltdown". Isinya kurang lebih menegaskan bahwa Indonesia bersama Malaysia akan mengalami krisis parah seperti pada tahun 1998. Jelas isu ini sengaja dilempar dengan motif ekonomi. Karena jika Indonesia terkena krisis, Singapura bisa kembali berpesta-pora menjarah aset-aset Indonesia yang luar biasa dan vital itu. Skenario Singapura untuk kembali membangkrutkan Indonesia di tahun 2015, ternyata gagal berkat kejelian, keuletan dan optimistis besar Jokowi. 

Singapura rupanya lupa bahwa Jokowi yang berhasil mengalahkan Prabowo, didukung luar biasa jutaan rakyat Indonesia dari dalam dan luar negeri. Saat Pilpres 2014 lalu, jutaan rakyat dilanda euforia gegap-gempita rela menggerakkan kaki-kaki mereka menuju kotak suara dan antre untuk memberikan suaranya kepada Jokowi. Daya pikat Jokowi sebagai 'sang harapan baru' (new hope) sebagaimana ditulis oleh majalah Times itu, adalah harapan baru rakyat Indonesia yang sudah lama dihina negara lain termasuk negara kecil Singapura. 

Kini mereka ingin perubahan, ingin merubah nasib lewat seorang pemimpin ndeso yang merakyat, bersih dan punya impian besar ke depan. Kemenangan Prabowo yang sudah di depan mata pun, diambil alih secara heroik oleh Jokowi lewat konser dua jari di Senayan dan blunder kata 'sinting' Fahri Hamzah. Sesaat setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden, maka saat itu juga maka perang heroik ala Jokowi mulai. Lewat 'Jenderal' wanita bermental baja, Susi Pudjiastuti, Jokowi langsung menghajar perusahaan-perusahaan ikan di Thailand, Singapura, Philipina, Singapura, China, Vietnam yang banyak bergantung pada hasil ikan Indonesia. Negara-negara itu sekarang menjerit. 

Hingga kini sudah lebih 700 kapal milik negara asing telah ditangkap dan ditenggelamkan oleh Menteri Susi. Jokowi melancarkan perang 'gila' yang bersejarah untuk menyelamatkan kekayaan alam Indonesia yang bernilai hampir 200 triliun per tahun dari pencurian ikan. Wajar jika ada isu bahwa Menteri Susi mau disuap 5 triliun agar mau mundur dari kursi menteri kelautan. Integritas Menteri Susi pun telah meluluhlantahkan para mafia ikan di dalam negeri yang sebelumnya telah lama berpesta-pora atas hasil kekayaan laut Indonesia. 

Pun Jokowi berani membubarkan Petral yang tidak efisien yang berkantor di Singapura, membekukan PSSI dan melawan berbagai mafia pangan. Ketertinggalan jauh Indonesia dari Singapura semakin melejit semangat 'gila' Jokowi untuk memacu pembangunan infrastruktur. Jokowi kemudian secara masif membangun jalan kereta api, jalan tol, jalan negara, tol laut, pelabuhan udara dan laut. Dibangunnya infrastruktur yang menghubungkan seluruh pulau-pulau besar di Indonesia jelas akan membuat geliat perekonomian Indonesia kembali lancar. 

Biaya-biaya akan banyak terpangkas, waktu bisa lebih diperkirakan dan jauh lebih efsien yang dampaknya ekonomi akan berkembang. Dalam impian Jokowi, jika waktu bongkar muat (dwelling time)sudah setara efisiennya dengan Singapura, maka goyahlah perekonomian negara itu. Ketika efisiensi bongkar muat tercapai dan setara dengan Singapura saja, maka bisa dipastikan julukan pelabuhan di Singapura sebagai pelabuhan tersibuk akan pelan-pelan pudar. Selain itu, ketika infrastruktur pada sektor pariwisata selesai, maka wisatawan luar akan banyak tersedot ke Indonesia yang kaya akan budaya sementara Singapura mulai pudar yang miskin budaya. 

Kemudian dalam hitungan tahun ke depan, Jokowi akan kembali mengambil alih penguasaan zona terbang yang sekarang dikuasai oleh Singapura. Jokowi jelas geleng-geleng kepala dan tidak habis berpikir, mengapa Indonesia setiap kali terbang di wilayah sendiri harus lapor ke otoritas penerbangan Singapura. Ini jelas benar-benar telah menginjak injak harga diri bangsa. Gebrakan hebat Jokowi dalam membangun infrastruktur, membasmi dan menghukum gantung para pengedar narkoba dan melawan para koruptor mulai menunjukkan hasil. 

Lewat berbagai kebijakan memangkas birokrasi yang mempermudah investasi, Indonesia kini menjadi idola baru didunia investasi dan bukan lagi singapura. Sebagai tindak lanjut dari julukan idola itu, Jokowi sekarang terus menyiapkan Bandar udara Soekarno Hatta dengan melipatgandakan kapasitasnya, membuka berbagai pelabuahan udara lain beskala dunia. Pelabuhan laut khusus barang Sei Mangke bertaraf internasional di Sumatera Utara, adalah salah satu upaya menyaingi Singapura di selat Malaka. Ketika ekonomi Indonesia bangkit, maka akan diikuti oleh kekuatan militer yang hebat. 

Jika militer Indonesia kuat, maka bangsa lain seperti Singapura dan Malaysia tidak lagi memandang remeh Indonesia. Sekarang, dengan anggaran yang masih minim, Indonesia sudah bisa menjadi negara dengan kekuatan militer terkuat di ASEAN dan urutan terkuat nomor 12 di dunia. Bisa dibayangkan jika Undang-undang Tax Amnesty jadi disahkan, maka ada kemungkinan duit WNI sebesar 4.000 Triliun di Singapura dan 11,4 ribu Triliun di seluruh dunia akan kembali ke Indonesia. Itu jelas akan membuat pertumbuhan ekonomi dalam negeri melonjak tinggi di atas 12%, mengalahkan India dan Cina. 

Sepak terjang Jokowi di kancah nasional, terus diikuti oleh Ahok di ibu kota Jakarta. Ahok jelas tidak keberatan ketika ada sebuah buku berjudul: "Ahok Sang Pemimpin Bajingan" karya Maksimus Ramses Lalongkoe dan Syaefurrahman Al-Banjary menjuluki Ahok dengan julukan 'bajingan'. Dalam buku itu, dibeberkan bagaimana Ahok sebagai pemimpin 'bajingan' dalam tanda petik menjadi pemimpin para bajingan-bajingan di Jakarta. Gaya Ahok dalam memimpin ibu kota Jakarta memang luar biasa. Ia sama sekali tidak mengenal takut untuk menggusur pemukiman kumuh di atas tanah negara, melawan para preman, PKL liar, melawan anggota DPRD yang korup dan menegakkan aturan. 

Ahok dengan kegilaannya dan 'kebajingannya', berusaha membangun Jakarta menyaingi Singapura. Impian Ahok untuk mendirikan Rumah Sakit Kanker di Sumber Waras terus menggebu walaupun terus ditentang oleh lawan-lawan politiknya. Jelas dalam menata wilayah Jakarta, Ahok memang harus gila dan harus 'bajingan'. Kelompok-kelompok yang selama ini nyaman berpesta-pora atas uang APBD Jakarta terus menembak dan menyerang Ahok. Padahal misi besar Ahok-Jokowi adalah menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota standar dunia (the world class city). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun