Mohon tunggu...
SHOHIBUL ULUM
SHOHIBUL ULUM Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Newbie

Tentang Politik Luar Negeri dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ethnics-Barrier Calon Pemilih dalam Pilihan Raya Enam Negeri Malaysia

1 Agustus 2023   13:50 Diperbarui: 1 Agustus 2023   17:30 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebaran calon pemilih etnis Melayu

Keberadaan dan keberagaman etnik atau ras di negara Malaysia tentu tidak dapat diabaikan begitu saja. Tidak hanya pada tatanan soso-kultural saja, etnik juga telah masuk ke dalam sendi-sendi politik Malaysia, baik di level negara bagian maupun federal. Keberadaan faktor etnis inilah yang memberikan perbedaan jauh antara politik Malaysia dengan Indonesia. Semua berangkat dari dua istilah dasar yaitu integrasi dan asimiliasi. Menurut Hadi Nur integrasi adalah menghormati dan membiarkan individu yang bukan berasal dari etnis mayoritas untuk hidup sesuai dengan budaya asli mereka. Sebagai contoh, etnis tionghoa di Malaysia tetap menggunakan budaya dan bahasa mereka di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu, asimiliasi sebagai lawan dari integrasi adalah mendorong etnis minoritas untuk sepenuhnya menyesuaikan diri mereka dengan budaya mayoritas. Sebagai perbandingan, etnis tionghoa di Indonesia telah berbaur dan menyesuaikan diri mereka dengan masyarakat mayoritas Indonesia.

Bagai dua sisi mata uang, baik integrasi maupun asimilasi memiliki kelebihan dan kelemahan masing. Namun demikian, tujuan kedua istilah ini masih sama yaitu menciptakan sebuah keharmonisan dalam kehidupan bernegara. Bagaimana, apabila paham integrasi etnis memasuki ranah politik? Tentu saja yang sangat terlihat adalah polarisasi partai politik berdasarkan etnis.  Hal inilah yang menjadi barrier atau tantangan utama aktor politik di Malaysia. Sebuah pertanyaan dasar untuk merangkai puzzle dalam rangka mendapatkan kuasa politik. Bagi kita yang hidup di Indonesia, tentu etnis atau istilah SARA tidak akan mendapatkan tempat karena paham asimilasi yang kita anut dan praktikkan dalam kehidupan berbangsa dan negara. Terlebih lagi, presiden Soekarno telah melarang partai politik yang bercorak etnis pada tahun 1959 karena banyak konflik internal partai.


Terdapat dua alternatif utama yang dapat dipilih oleh politikus Malaysia untuk mendapatkan suara dari berbagai etnis yang ada. Alternatif pertama, apabila mereka memiliki pandangan sebagai seorang "Melayu Tulen" karena terlahir sebagai seorang Melayu, maka mereka harus bergabung dengan partai yang bercorak etnis Melayu dengan syarat partai tersebut juga harus menjalin kerjasama dengan partai dari etnis lain. Sebagai contoh, UMNO adalah partai "keramat" bagi etnis Melayu, karena mereka sadar bahwa tidak akan bisa mendapatkan seluruh suara dari etnis besar yang lain seperti India dan Cina, maka mereka harus bergabung atau membentuk gabungan politik (koalisi) dengan partai yang membela etnis Cina seperti MCA (Malaysian Chinese Association) dan partai yang membela etnis India seperti MIC (Malaysian Indian Congress). Hasil dari gabungan politik inilah adalah Barisan Nasional (BN).


Alternatif kedua yang dapat diambil oleh politikus Malaysia untuk mendapatkan suara dari berbagai etnis yang ada yaitu dengan mendirikan partai berbagai etnis (multi-racial party). Alternatif kedua inilah yang dilakukan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim yang diwujudkan dengan mendirikan Partai Keadilan Rakyat (PKR). Anwar Ibrahim mendirikan PKR selepas dia "terpelanting" dari UMNO pada tahun 1998 karena berselisih paham dengan Mahathir Mohammad. Bukan usaha yang mudah bagi partai multi etnis di Malaysia dalam mencari dan mengumpulkan suara rakyat. Kondisi masyarakat Malaysia yang cukup terpolarisasi berdasarkan etnis juga semakin menambah kesulitan partai multi etnis. Partai DAP yang dulu giat memperjuangkan Malaysian Malaysia sekarang harus "rela" bekerja sama dengan UMNO agar bisa menjadi pemerintah di parlemen Malaysia.

Melihat Peluang Kemenangan Pilihan Raya Negeri (PRN) dilihat dari Komposisi Etnis

Kampanye berbasis etnis masih mewarnai pilihan raya negeri atau pilkada di enam negara bagian di Malaysia. Perlu diketahui bahwa, ada dua koalisi besar yang sedang bertarung dalam pilkada kali ini. Koalisi pertama adalah Perikatan Nasional (PN) yuang diketuai oleh Muhiadin Yassin mantan perdana menteri ke-8 dan gabungan koalisi Pakatan Harapan (PH) -- Barisan Nasional (BN). Partai-partai politik kecil (partai gurem), dan calon independen juga akan ikut serta dalam PRN yang akan diadakan pada tanggal 12 Agustus 2023 nanti. Dilihat dari tujuan mendapatkan suara dari berbagai etnis, gabungan PH-BN lah yang memiliki kans atau peluang terbesar untuk mendapatkan suara terbanyak yang secara otomatis memberikan mereka laluan menjadi pemerintah di setiap negara bagian yang dimenangi. Namun demikian, sebagai lawan politik, koalisi PN tidak tinggal diam dan secara kontinyu menyebarkan psywar yang mengatakan bahwa gabungan PH-BN bukanlah partai politik yang "membela nasib kaum melayu-islam", dan juga statement "kawin-paksa" yang masih gencar ditanamkan kepada para calon pemilih.


Respon gabungan PH-BN terhadap apa yang disampaikan pihak PN juga tidak main-main, satu-per-satu kasus yang menjadi "borok" koalisi PN dibuka. Sebagian besar kasus tersebut merupakan skandal korupsi dan penyelewengan dana yang dilakukan ketika koalisi PN memerintah dan sebagian negara yang diperintah oleh PN sebelum pilkada. Skandal yang cukup terkenal adalah "Jana Wibawa" yang sepertinya menyeret nama Mahiadin Yassin. Gabungan PH-BN juga memanfaatkan "blunder" yang dilakukan oleh salah satu kader dari PN yang sementara ini menjabat sebagai petahana Menteri Besar (setingkat gubernur, red) negara bagian Kedah. Aksi blunder itu berupa "penghinaan" terhadap Sultan Selangor ketika sedang berkampanye di Selangor. Berbekal kedua modal ini, gabungan PH-BN berniat menguasai negara bagian yang sedang diperintah oleh koalisi PN seperti Kedah, Kelantan dan Terengganu.


Adu modal politik yang sdang berlangsung secara sengit tentu akan memberikan sugesti tersendiri bagi calon pemilih. Ada pemilih yang secara rasional tertarik dengan modal gabungan PH-BN, tetapi ada juga yang berminat kepada koalisi PN. Namun demikian, seperti pembahasan di artikel ini, kembali ke masalah etnis yang sudah dijelaskan pada bagian pendahuluan, faktor keberagaman etnis tentu saja akan memberikan sumbangan terbesar bagi kedua belah pihak yang sedang bertanding memperebutkan kursi. Berikut adalah sebuah ilustrasi peta tematik sederhana yang memberikan gambaran konsentrasi calon pemilih atau penduduk etnis melayu yang tersebar di enam negara bagian tempat diadakan pilihan raya negeri atau pilkada pada 12 Agustus 2023 nanti :

Sebaran calon pemilih etnis Melayu
Sebaran calon pemilih etnis Melayu

Terlihat jelas bahwa hanya ada dua negeri atau negara bagian saja dengan populasi calon pemilih etnis melayu yang mendekati 100%. Negara-negara bagian itu adalah Terengganu dan Kelantan, kedua negara bagian ini seringkali disebut sebagai pantai timur semenanjung. Sementara itu, konsentrasi calon pemilih melayu yang relatif rendah berada di dua negara bagian lain di pantai barat semenanjung Malaysia yang terdiri atas dua negara bagian yaitu Selangor dan Negeri Sembilan. Konsentrasi calon pemilih di wilayah pantai barat ini berada pada 95% kebawah.


Etnis Melayu sebagai etnis mayoritas di Malaysia merupakan calon pemilih potensial yang diperebutkan baik oleh PN maupun gabungan PH-BN. Berdasarkan pemaparan kondisi geo-demografis calon pemilih, terlihat bahwa calon pemilih dari etnis Melayu yang terbesar berada di Kelantan dan Terengganu. Kebetulan, dua negara bagian ini merupakan masih dikuasai oleh petahana koalisi PN. Bahkan ada yang menyebut bahwa kedua negara bagian ini sebagai PN-stronghold atau kubu kuat PN. Sebagai pesaing ketat dalam PRN, gabungan PH-BN tentu saja ingin merebut dua negara bagian ini dari cengkraman PN. Bukan usaha mudah, tetapi mau tidak mau gabungan PH-BN yang sedang menjadi pemerintah federal harus mengambil alih Kelantan dan Terengganu. Peluang PN untuk memenangkan suara atau mempertahankan dua negara bagian ini masih 50:50. Karena jentera (tim sukses, red) dari gabungan PH-BN terutama partai UMNO, PKR, dan AMANAH sedang bekerja keras untuk menarik hati calon pemilih etnis melayu di dua negara bagian ini. Bahkan, PM Anwar Ibrahim selaku ketua dari gabungan PH-BN juga sampai turun tangan berkampanye melalui program-program dari pemerintah federal di kedua negara bagian ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun