Mohon tunggu...
SHOHIBUL ULUM
SHOHIBUL ULUM Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Newbie

Tentang Politik Luar Negeri dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Padi di Masa Pandemi

10 November 2022   08:45 Diperbarui: 10 November 2022   09:03 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Tematik Luas Panen Padi di Pulau Jawa tahun 2020 (dokpri)

Benarkah padi berasal dari Pulau Jawa?

Nasi sangat identik dengan penduduk Indonesia. Bahkan sudah menjadi kewajaran bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa belum bisa dikatakan sarapan apabila belum makan nasi. Persepsi tentang nasi sebagai bahan makanan utama tidak dibangun baru-baru ini saja. Karena nenek moyang kita telah bercocok tanam padi selama ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Berbagai catatan sejarah, telah menyebutkan bahwa kegiatan menanam padi sudah dilakukan sebelum pengaruh Hindu-Budha dari India datang dari India. Secara ras atau suku bangsa, mayoritas rakyat Indonesia yang ada sekarang berasal dari nenek moyang yang sama yaitu bangsa Austronesia.

Tidak banyak masyarakat awam mengetahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah Austronesia. Perjalanan orang-orang Austronesia dimulai dari wilayah lembah Sungai Kuning di Cina Selatan. Bangsa Austronesia terpaksa pindah dari lembah Sungai Kuning menuju Pulau Hainan dan Pulau Taiwan karena terdesak oleh bangsa lain dari Asia Barat (Kasnowihardjo, 2020). Migrasi bangsa Austronesia tidak hanya berhenti di Pulau Taiwan, tetapi berlanjut hingga ke pulau-pulau lain di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Migrasi yang dilakukan bangsa Austronesia tidak hanya sekadar berpindah tempat, tetapi juga memindahkan budaya, kepercayaan, dan bahasa. Oleh karena itu, hingga zaman modern seperti sekarang ini masih bisa ditemukan beberapa kesamaan antar bangsa-bangsa Austronesia khususnya bahasa. Padi yang telah banyak ditanam Jawa berasal dari imigran bangsa Austronesia hingga ke daerah samudera Pasifik (Sugita et al., 2021).
Kepercayaan yang dianut oleh bangsa Austronesia adalah mempercayai roh dan jiwa yang bernyawa, bahkan ada kepercayaan terhadap tanaman padi yang memiliki “roh” (Baldick, 2013). Ketika budaya dan agama dari India telah mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa Austronesia di Pulau Jawa, maka kepercayaan yang semula berakar pada animisme dan dinamisme berubah menjadi politheisme atau mengenal dewa-dewi. Namun demikian, tidak sepenuhnya dewa-dewi yang berasal dari pengaruh India diserap oleh masyarakat Austronesia khususnya di Pulau Jawa. Misalnya saja, dewi Sri atau istri dari Dewa Wisnu. Oleh masyarakat Austronesia di Pulau Jawa dipuja sebagai dewi padi. Hal ini membuat penggambaran Dewi Sri yang ada di Indonesia berbeda dari Dewi Sri versi India. Arca Dewi Sri yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri khas memegang setangkai padi di tangannya (Nastiti, 2020). Fakta ini menujukkan bahwa bangsa Austronesia tetap mempercayai adanya roh yang ada benda-benda hidup atau mati dan sekitarnya, tidak terkecuali padi sebagai sumber pangan utama waktu itu.
Berdasarkan penjelasan yang dikutip dari sumber-sumber ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi tidak berasal dari Pulau Jawa. Daerah asal tanaman padi kemungkinan berada di Cina Selatan bersamaan dengan daerah asal bangsa Austronesia. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa padi berasal dari India atau Indochina seperti yang diungkapkan oleh Shadily (1984) dalam (Nastiti, 2020).
Seiring berjalannya zaman, tanaman padi telah banyak mempengaruhi baik dari segi sosial dan budaya penduduk di tanah Jawa. Bahkan hingga zaman modern seperti sekarang ini, padi yang merupakan sumber pangan terbesar di Pulau Jawa. Kondisi ini yang mengakibatkan mengapa banyak masyarakat dari seluruh Indonesia pergi mencari ‘nafkah’ di Pulau Jawa. Tetapi, apakah tanaman padi yang memiliki pengaruh besar itu bisa tetap bertahan di tengah gempuran COVID-19 dua tahun yang lalu?
Berbekal data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari enam propinsi yang ada di Pulau Jawa, saya berhasil membuat peta tematik sederhana yang menggambarkan kondisi padi selama pandemi COVID-19 antara tahun 2020 dan 2021. Saya menggunakan alat bantu Rstudio untuk membuat peta tematik yang enak dilihat tetapi tidak menghilangkan unsur statistik yang ada di dalamnya. Perhatikan gambar peta tematik yang memperlihatkan luas panen padi dalam hektar di Pulau Jawa  pada tahun 2020 berikut ini.

Tidak banyak masyarakat awam mengetahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah Austronesia. Perjalanan orang-orang Austronesia dimulai dari wilayah lembah Sungai Kuning di Cina Selatan. Bangsa Austronesia terpaksa pindah dari lembah Sungai Kuning menuju Pulau Hainan dan Pulau Taiwan karena terdesak oleh bangsa lain dari Asia Barat (Kasnowihardjo, 2020). Migrasi bangsa Austronesia tidak hanya berhenti di Pulau Taiwan, tetapi berlanjut hingga ke pulau-pulau lain di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Migrasi yang dilakukan bangsa Austronesia tidak hanya sekadar berpindah tempat, tetapi juga memindahkan budaya, kepercayaan, dan bahasa. Oleh karena itu, hingga zaman modern seperti sekarang ini masih bisa ditemukan beberapa kesamaan antar bangsa-bangsa Austronesia khususnya bahasa. Padi yang telah banyak ditanam Jawa berasal dari imigran bangsa Austronesia hingga ke daerah samudera Pasifik (Sugita et al., 2021).

Kepercayaan yang dianut oleh bangsa Austronesia adalah mempercayai roh dan jiwa yang bernyawa, bahkan ada kepercayaan terhadap tanaman padi yang memiliki “roh” (Baldick, 2013). Ketika budaya dan agama dari India telah mempengaruhi kehidupan bangsa-bangsa Austronesia di Pulau Jawa, maka kepercayaan yang semula berakar pada animisme dan dinamisme berubah menjadi politheisme atau mengenal dewa-dewi. Namun demikian, tidak sepenuhnya dewa-dewi yang berasal dari pengaruh India diserap oleh masyarakat Austronesia khususnya di Pulau Jawa. Misalnya saja, dewi Sri atau istri dari Dewa Wisnu. Oleh masyarakat Austronesia di Pulau Jawa dipuja sebagai dewi padi. 

Hal ini membuat penggambaran Dewi Sri yang ada di Indonesia berbeda dari Dewi Sri versi India. Arca Dewi Sri yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri khas memegang setangkai padi di tangannya (Nastiti, 2020). Fakta ini menujukkan bahwa bangsa Austronesia tetap mempercayai adanya roh yang ada benda-benda hidup atau mati dan sekitarnya, tidak terkecuali padi sebagai sumber pangan utama waktu itu.

Berdasarkan penjelasan yang dikutip dari sumber-sumber ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi tidak berasal dari Pulau Jawa. Daerah asal tanaman padi kemungkinan berada di Cina Selatan bersamaan dengan daerah asal bangsa Austronesia. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa padi berasal dari India atau Indochina seperti yang diungkapkan oleh Shadily (1984) dalam (Nastiti, 2020).

Seiring berjalannya zaman, tanaman padi telah banyak mempengaruhi baik dari segi sosial dan budaya penduduk di tanah Jawa. Bahkan hingga zaman modern seperti sekarang ini, padi yang merupakan sumber pangan terbesar di Pulau Jawa. Kondisi ini yang mengakibatkan mengapa banyak masyarakat dari seluruh Indonesia pergi mencari ‘nafkah’ di Pulau Jawa. Tetapi, apakah tanaman padi yang memiliki pengaruh besar itu bisa tetap bertahan di tengah gempuran COVID-19 dua tahun yang lalu?

Berbekal data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari enam propinsi yang ada di Pulau Jawa, saya berhasil membuat peta tematik sederhana yang menggambarkan kondisi padi selama pandemi COVID-19 antara tahun 2020 dan 2021. Saya menggunakan alat bantu Rstudio untuk membuat peta tematik yang enak dilihat tetapi tidak menghilangkan unsur statistik yang ada di dalamnya. Perhatikan gambar peta tematik yang memperlihatkan luas panen padi dalam hektar di Pulau Jawa  pada tahun 2020 berikut ini.
(luas panen padi tahun 2020)

Terlihat bahwa wilyah dengan luas panen padi yang sangat luas berada di barat Pulau Jawa yaitu daerah Banten, sekitar Sukabumi-Cianjur-Garut, pantai utara Jawa (Pantura) seperti Karawang, Indramayu, Brebes, Denak, Tuban, dan Lamongan. Wilayah-wilayah yang telah disebutkan memiliki potensi untuk menghasilkan produksi padi yang tinggi. Selain itu, ada beberapa wilayah yang juga cukup terkenal seperti Cianjur dan Karawang. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang selama ini kurang dikenal sebagai penghasil padi, tetapi memiliki potensi yang cukup tinggi seperti daerah Cilacap, Tegal, Blora, Magetan, Bojonegoro, bahkan Jember dan Banyuwangi.

Jika kita bandingkan luas panen padi tahun 2021 seperti gambar berikut ini, sekilas terlihat bahwa kondisi luas panen tidak begitu banyak berubah. Wilayah-wilayah dengan potensi luas panen terbesar masih relatif sama dengan luas panen di tahun 2020. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa, potensi untuk memperoleh produksi padi yang cukup tinggi di tahun 2021 (masa pandemi) masih terbuka lebar. Petani hanya berusaha untuk memanfaatkan potensi luas lahan secara maksimal. Namun demikian, kondisi di tahun 2020-2021 merupakan kondisi yang khusus. Karena COVID-19 hampir melumpuhkan segala aktivitas terutama aktivitas perdangangan di kota-kota besar. Berkaca dari kondisi COVID-19, diduga suplai beras sedikit terganggu. Kuantitas beras tentu sangat bergantung pada produksi yang dihasilkan oleh wilayah penghasil beras di Pulau Jawa.

Tematik Luas Panen padi Pulau Jawa tahun 2021 (dokpri)
Tematik Luas Panen padi Pulau Jawa tahun 2021 (dokpri)

Tetap produksi meski pandemi

Apabila potensi luas panen cukup besar, apakah bisa menjamin produksi padi yang tinggi bisa dicapai? Terutama di masa pandemi pada tahun 2020-2021. Untuk menjawab pertanyaan ini, perhatikan kembali peta tematik kondisi produksi padi di tahun 2020 berikut ini. Sekilas, dapat diketahui bahwa tidak semua daerah yang memiliki potensi luas panen tinggi menghasilkan produksi tinggi. Sebagai contoh, daerah Banten hanya bagian barat daya saja yang menghasilkan produski tinggi di atas 430.000 ton. Sebaliknya, terdapat daerah-daerah yang notabene tidak memiliki potensi luas yang cukup tinggi memili produksi mendekati 430.000 ton. Seperti yang terlihat di daerah Majalengka, Batang, Banyumas, Kebumen, daerah sepanjang aliran sungai Bengawan Solo dari Wonogiri hingga Gresik. Kondisi lain yang juga menghasilkan padi cukup tinggi berada di ujung timur Pulau Jawa yaitu di daerah Jember dan Banyuwangi.

Peta Tematik Produksi Padi di Pulau Jawa tahun 2020 (dokpri)
Peta Tematik Produksi Padi di Pulau Jawa tahun 2020 (dokpri)

Sebagai perbandingan, perhatikan peta tematik produksi padi di Pulau Jawa tahun 2021 berikut. Nampak jelas bahwa perubahan jumlah produksi padi terjadi di Pulau Jawa. Bagian barat daya Banten sekarang tidak lagi menghasilkan produksi di atas 430.000 ton. Bagian selatan Jawa Barat (kecuali Pangandaran) sudah mampu menghasilkan produksi padi di atas 430.000 ton, artinya terjadi optimalisasi penggunaan lahan dan kegiatan pertanian padi di daerah tersebut. Pertambahan wilayah yang menghasilkan padi mendekati 430.000 ton juga terjadi di bagian utara Jawa Barat. Wilayah Jawa Tengah relatif tidak banyak berubah dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, wilayah Jawa Timur yang berpotensi mendekati produksi 270.000 ton berada di eks-karesidenan Malang yaitu Kabupaten Malang dan Lumajang dibarengi dengan daerah sekiar Madiun seperti Ponorogo, Magetan, Nganjuk dan Mojokerto.

Peta Tematik Produksi Padi Pulau Jawa tahun 2021
Peta Tematik Produksi Padi Pulau Jawa tahun 2021

Kesimpulan yang dapat diambil dari dua kondisi produksi padi tersebut adalah terjadi perubahan yang signifikan ketika pandemi COVID-19 akan berakhir pada tahun 2021. Apabila diasumsikan faktor produksi yang digunakan tetap sama pada tahun 2020, maka diduga kenaikan produksi di beberapa wilyah Jawa Barat dan Jawa Timur diakibatkan oleh kegiatan bercocok tanam yang perlahan mulai normal. Artinya, mobilitas masyarakat khususnya di pedesaan telah meningkat. Mobilitas petani merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produksi padi. Kita sudah paham bahwa PSBB menyebabkan pilihan pergi ke suatu tembat menjadi berkurang. Sehingga, cenderung untuk memanfaatkan sumber daya yang lebih dekat. Masalahnya ada, kualitas sumber daya yang ada di sekitar kita tentu berbeda dengan sumber daya yang berada di tempat jauh, semisal perkotaan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh COVID-19 terhadap kondisi padi di Pulau Jawa, dibutuhkan sebuah ukuran lain yang dapat digunakan sebagai pembanding antara tahun 2020 dengan 2021.

Indikator absolut

Perlu dipahami bahwa, ukuran luas panen dan produksi padi merupakan ukuran relatif untuk dijadikan pembanding. Hal ini karena luas panen dan produksi padi hanya merepresentasikan kondisi pada satu waktu dan lokasi saja. Tidak dapat menjawab pertanyaan apakah di tahun 2021 kondisi padi lebih baik atau lebih buruk dibandingkan dengan tahun 2020. Oleh karena itu, digunakan ukuran produktivitas untuk melihat optimaslisasi penggunaan luas lahan pada setiap wilayah di seluruh Pulau Jawa. Produktivitas merupakan hasil pembagian (division) antara produksi setiap faktor produksi (lahan) yang digunakan. Nilai produktivitas merupakan pembanding sederhana dari tingkat efisiensi produksi padi antar wilayah di Pulau Jawa. Perhatikan kembali nilai produktivitas padi tahun 2020 dari setiap wilayah di Pulau Jawa berikut ini:

Peta Tematik Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2020  (dokpri)
Peta Tematik Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2020  (dokpri)

Berdasarkan peta tematik, secara sederhana terlihat bahwa nilai produktivitas tertinggi (6 ton/ha – 7 ton/ha) padi di Pulau Jawa banyak ditemui di daerah Jawa Timur dan perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah. Meskipun ada satu wilayah di Jawa Barat dan di daerah Cilacap yang juga memiliki produktivitas tinggi. Daerah dengan produktivitas tertinggi di Jawa Timur meliputi Gresik, Lamongan, Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Kediri, Jombang, dan daerah dekat perbatasan seperti Magetan, Ngawi dan Madiun. Sementara di Jawa Tengah, daerah dengan produktivitas tinggi meliputi Sragen, Grobogan, Semarang, Demak dan daerah di bagian barat seperti Cilacap. Di Jawa Barat, hanya daerah Tasikmalaya saja yang mampu mencapai produktivitas tertinggi. 

Meskipun ada daerah kecil yang juga mampu mencapai produktivitas tertinggi seperti Kota Depok. Secara umum, hasil ini memperlihatkan bahwa potensi luas panen padi yang luas masih belum menjamin tingkat produksi yang maksimal di tahun 2020. Bahkan, daerah di Jawa Barat yang terkenal sebagai penghasil padi seperti Cianjur hanya memiliki produktivitas pada kisaran 5 ton/ha. Angka produktivitas padi yang masih berada jauh di bawah daerah Depok yang notabene memiliki luas panen lebih sedikit dibandingkan dengan Cianjur.

Tentu banyak pertanyaan di benak kita, mengapa produktivitas padi sangat beragam antar wilayah di Pulau Jawa. Keberagaman produktivitas padi di Pulau Jawa juga disebabkan oleh faktor yang beragam pula. Saya tidak akan membahas lebih lanjut dalam tulisan ini, karena harus dibuktikan melalui penggunaan metode riset yang tepat. Selanjutnya perhatikan peta tematik produktivitas padi di Pulau Jawa pada tahun 2021 berikut ini:

Peta Tematik Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2021  (dokpri)
Peta Tematik Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2021  (dokpri)

Seperti biasa, kita akan mulai penjelasan dari hal gambaran sederhana mengenai apa yang ditampilkan oleh peta tematik. Sebagian besar daerah dengan prodktivitas padi tertinggi berada di Jawa Timur seperti Banyuwangi, Blitar, Kediri, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Jombang, dan Nganjuk. Kondisi produktivitas tertinggi di Jawa Tengah tidak begitu berubah yaitu Sragen, Grobogan, Demak, dan Cilacap tetap dengan produktivitas tertinggi. Di Jawa Barat, pergeseran daerah produktivitas tertinggi terjadi antara Tasikmalaya dengan Bandung. Selain itu, Karawang telah mampu meningkatkan produktivitas menjadi berada di kelas 6-7 ton/ha. Peta tematik produktivitas padi tahun 2021 di Pulau Jawa menunjukkan situasi yang kontras dengan produktivitas padi di tahun sebelumnya. Namun demikian, kondisi jelasnya mengenai naik-turun dari setiap wilayah masih belum terlihat dari peta tematik produktivitas padi tahun 2021. Oleh karena itu, perhatikan peta tematik berikut yang menunjukkan kenaikan atau penurunan produktivitas padi di Pulau Jawa dalam satuan persen:

Peta Tematik Pertumbuhan Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2020-2021  (dokpri)
Peta Tematik Pertumbuhan Produktivitas Padi Pulau Jawa tahun 2020-2021  (dokpri)

Berdasarkan peta tematik pertumbuhan produktivitas padi dari tahun 2020 hingga 2021 terlihat, wilayah dimana saja yang mengalamai kenaikan atau penurunan produktivitas padi di Pulau Jawa. Berdasarkan keterangan atau legenda, penurunan terendah dimulai dari sekitar -30% dab kenaikan tertinggi mendekati angka 40%; Wilayah dengan kenaikan dari 8% hingga 40% adalah Karawang, Bandung, Pangandaran, Cirebon, Gunungkidul dan Kulon Progo di daerah Yogyakarta, daerah pesisir pantai selatan Jawa Timur seperti Trenggalek, Tulungagung, dan Blitar. Kenaikan protas juga dapat ditemui di ujung Pulau Jawa daerah Banyuwangi. Di sisi lain, banyak wilayah di Pulau Jawa mengalami penurunan produktivitas padi. Wilayah yang dominan mengalami penurunan produktivitas adalah daerah Bojonegoro hingga Gresik dan sebagian besar Pulau Madura. Perubahan yang kontras juga terlihat di Jawa Barat seperti Tasikmalaya dan Majalengka. Di Jawa Tengah ada daerah Tegal, Brebes, dan Semarang yang mengalami penurunan produktivitas dari tahun 2020.
Peta tematik kenaikan dan penurunan produktivitas padi di Pulau Jawa selama pandemi, memberitahukan kita satu hal bahwa dampak pandemi dapat mengubah status daerah produsen padi di Pulau Jawa. Selain itu, jumlah kelas persentase kenaikan atau kenurunan memilki lebih banyak kelas dengan rentang negatif. Sehingga, dapat disimpulkan sebagian besar daerah di Pulau Jawa mengalami penurunan produktivitas padi selama pandemi. Kemudian, apa dampak dari penurunan dan kenaikan produktivitas padi ini? Sudah jelas bahwa padi sebagai sumber beras merupakan bahan pangan utama masyarakat di Pulau Jawa. Kenaikan dan penurunan produktivitas merupakan indikator dasar dari kestabilan pemenuhan pangan utama. Mengingat, penduduk yang tinggal di Pulau Jawa sangat banyak dan secara otomatis membutuhkan stok pangan (padi) yang banyak pula.

Aspek SDM juga berpengaruh

Berkaitan dengan penduduk di Pulau Jawa yang hampir menyamai jumlah penduduk Negara Rusia, maka ada di benak kita tentang bagaimana ‘proporsi’ antara jumlah penduduk dengan produksi padi. Kita lihat dari sisi produksi, bukan dari konsumsi karena kegiatan produksi selalu diharapkan untuk naik setiap tahun demi mengimbangi konsumsi. Logikanya, jika makan nasi setiap hari, maka produksi padi dari panen harus bisa memenuhi nasi. Di sisi lain, kita harus ingat bahwa panen padi tidak dilakukan setiap hari tetapi hanya 3-4 kali saja tiap tahun. Berdasarkan fakta dan logika ini, maka seberapa besar produksi padi yang dihasilkan oleh setiap orang penduduk di Pulau Jawa? Pertanyaan ini akan dijawab melalui sebuah peta tematik sederhana berikut ini:

Peta Tematik Produksi Padi per Kapita Pulau Jawa tahun 2020  (dokpri)
Peta Tematik Produksi Padi per Kapita Pulau Jawa tahun 2020  (dokpri)

 Berdasarkan gambar peta tematik produksi padi per kapita pada tahun 2020, terlihat bahwa wilayah dengan produksi per kapita tertinggi (30-96 kw/jiwa) berada di ujung barat Pulau Jawa sekitar Banten, utara Pulau Jawa daerah Karawang, Subang, Indramayu, Demak, Pati, Tuban, dan Lamongan. Daerah selatan Pulau Jawa meliputi Cilacap, Purworejo, Wonogiri, dan Ponorogo. Menariknya, daerah dengan produksi perkapi tertinggi berkumpul di sekitar perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah yang terdiri atas Ngawi, Magetan, Madiun, Naganjuk, Bojonegoro, Blora, Sragen, Grobogan, dan Semarang. Satu hal lagi yang menarik adalah terdapat satu wilayah di ujung timur Jawa Timur yang memiliki produksi tinggi yaitu Bondowoso dan satu-satunya di eks-karesidenan Besuki dengan kelas produksi perkapita tertinggi.
Kesimpulan yang dapat diambil secara umum dari peta tematik produksi per kapita tahun 2020 adalah mayoritas daerah di Pulau Jawa memiliki produksi per kapita sekitar 13 kw/jiwa hingga 20 kw/jiwa. Sementara terdapat daerah yang berada di kelas menengah yaitu memiliki produksi padi perkapita sekitar 20 kw/jiwa dan 30 kw/jiwa. Aspek sumber daya manusia dalam hal ini petani memainkan peranan penting dalam menghasilkan padi dari setiap musim tanam. Penurunan jumlah petani padi akan sangat mempengaruhi produksi padi per kapita di Pulau Jawa. Bisa saja, selama masa pandemi petani padi beralih profesi dari petani menjadi profesi-profesi lain untuk mempertahankan kondisi kas keluarga agar tetap seimbang. Sehingga menyebakan produksi padi selama pandemi turun. Meskipun, sekali lagi banyak faktor yang mempengaruhi naik-turun produksi padi di dalam satu lahan dalam satu musim panen.

Sumber Rujukan:

Baldick, J. (2013). Ancient religions of the Austronesian world: From Australasia to Taiwan. I.B. Tauris : Distributed in the United States and Canada exclusively by Palgrave Macmillan.


Kasnowihardjo, G. (2020). MELACAK JEJAK BUDAYA AUSTRONESIA DI KAWASAN PANTURA P. MADURA PADA MASA PRASEJARAH – PROTOSEJARAH . Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 19–29. https://doi.org/10.24164/prosiding.v3i1.3


Nastiti, T. S. (2020). Dewi Sri Dalam Kepercayaan Masyarakat Indonesia. Tumotowa, 1–12. https://doi.org/10.24832/tmt.v3i1.48


Sugita, I. W., Suteja, I. W., & Rema, I. N. (2021). PEMULIAAN DEWI SRI DALAM AKTIVITAS DOMESTIKASI PADI DI BALI. Forum Arkeologi, 34(2), 101. https://doi.org/10.24832/fa.v34i2.704

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun