Mohon tunggu...
SHOHIBUL ULUM
SHOHIBUL ULUM Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Newbie

Tentang Politik Luar Negeri dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Barisan Nasional Rapatkan "Barisan" Jelang Pemilu Malaysia

19 Maret 2022   12:31 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:40 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melakukan serangkaian kampanye dan perang urat syaraf yang sengit, akhirnya hasil PRN (Pilihan Raya Negeri) Johor tahun 2022 telah menemukan pemenangnya. Koalisi Barisan Nasional (The National Front) yang terdiri atas partai UMNO, MCA dan MIC sebagai partai partai-partai komponen. Berhasil memenangkan Pilihan Raya Negeri (PRN) Negara Bagian Johor. Hal ini membuat koalisi Barisan Nasional (BN) menunjukkan tanda-tanda akan kembali berkuasa di Malaysia setelah mengalami kekalahan telak pada pemilu tahun 2018 silam.

Sebelum pilihan raya atau pilkada Johor ini dimulai, masing-masing koalisi partai politik bertarung dengan sangat sengit untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dari calon pemilih. Berbagai tagline atau jargon mulai diciptakan untuk menujukan tujuan dan manifesto masing-masing koalisi partai politik. Tidak jarang pula, muncul istilah posterboy atau tokoh politik yang sengaja dipasang di banner atau baliho untuk mendulang banyak suara karena dianggap lebih populer di mata calon pemilih. Pertarungan dianggap semakin sengit kembali apabila masing-masing koalisi saling mencari dan melemparkan isu politik yang bermasalah. Koalisi Barisan Nasional (BN) menggunakan tagline kestabilan untuk mencuri hati para calon pemilih.

Sebelum pemungutan suara dilakukan, kampanye antara ketiga koalisi khususnya antara Barisan Nasional (BN) dan Perikatan Nasional (PN) diwarnai dengan persaingan sengit. Ketua koalisi Perikatan Nasional (PN) Mahiaddin Yasin pernah mengatakan Ahmad Zahid Hamidi ketua koalisi Barisan Nasional (BN) telah memohon kepada dirinya semasa menjadi perdana untuk menangguhkan dakwaan mahkamah terhadap dirinya. Seperti yang dilansir oleh Utusan Malaysia Online Ahmad Zahid Hamidi masih bergulat dengan berbagai dakwaan terhadap kasus pencucian uang, korupsi dan penyelewangan wewenang dalam Yayasan Akalbudi. Kondisi ini jelas akan memperburuk image koalisi Barisan Nasional (BN) di dalam pilkada (PRN) Johor yang akan diadakan tanggal 12 Maret 2022.

Bagi pihak oposisi UMNO dan Barisan Nasional (BN) kasus Zahid Hamidi merupakan modal yang sempurna untuk meningkatkan kepopuleran mereka sekaligus menjatuhkan image atau persepsi calon pemilih Barisan Nasional (BN). Tetapi opsi strategi ini tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap jumlah calon pemilih Barisan Nasional (BN). Tagline kestabilan ternyata mampu menarik calon pemilih untuk datang ke berbagai acara kampanye yang diadakan jentera Barisan Nasional (BN). Bahkan, tersangka kasus korupsi 1MDB sekaligus mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak juga turut meramaikan acara kampanye Barisan Nasional (BN) di berbagai tempat di negara bagian Johor.

Bagaimana dengan Anwar Ibrahim, politikus yang cukup populer di Indonesia karena getol membawa agenda reformasi pemerintahan Malaysia? Sebagai oposisi terhadap kedua koalisi Barisan Nasional (BN) dan Perikatan Nasional (PN), Anwar terlihat 'meringkas' kelemahan dari pihak lawan. Berulang kali dalam setiap kampanye pilkada (PRN) Johor, Anwar selalu melemparkan isu bahwa Malaysia tidak akan pernah bersih dari korupsi apabila dipimpin oleh koruptor dan pengkhianat suara rakyat (pelompat partai). Koalisi Pakatan Harapan bisa jadi merupakan satu-satunya koalisi yang dinilai bersih dan ber-integritas dalam pilkada (PRN) Johor. Kelemahan yang cukup terlihat dari koalisi Pakatan Harapan (PH) adalah manifesto yang masih cukup sulit dicerna oleh para calon pemilih.

Berdasarkan hasil rekapilulasi suara yang dikutip dari SinarHarian, bahwa koalisi Barisan Nasional (BN) berhasil memperoleh dua pertiga dari total 56 kursi legistlatif di Negara Bagian Johor. Laporan lebih rinci dikutip dari Metro.com, menyebutkan bahwa koalisi Barisan Nasional memperoleh suara sebanyak 599.753 suara atau 43%, koalisi Perikatan Nasional (PN) sebanyak 334.457 suara (24.04%) dan koalisi Pakatan Harapan (PH) berhasil memperoleh suara sebesar 284.969 atau 20.48%. Sementara itu, Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang juga merupakan partai komponen koalisi Pakatan Harapan (PH) tetapi bertanding dengan logo sendiri hanya mampu memperoleh suara sebanyak 82.556 suara atau 5.94% saja. Partai-partai baru pecahan koalisi Pakatan Harapan (PH) yang juga ikut bertanding harus puas menjadi partai gurem karena hanya memperoleh suara kurang lebih 1%.

Berdasarkan hasil rekapitulasi ini, terlihat jelas bahwa slogan kestabilan yang dibawa oleh koalisi Barisan Nasional (BN) terbukti ampuh mendulang suara rakyat negara bagian Johor. Memang, kondisi politik yang tidak menentu membuat mayoritas pemilih tertarik dengan pemerintahan yang stabil dan fokus pada pembangunan. Selain itu, faktor utama lain yang menjadi pendorong kemenangan koalisi Barisan Nasional (BN) adalah fenomena lompat partai atau banyaknya perpindahan anggota legistlatif yang pindah dari satu partai ke partai lain untuk menghindari menjadi oposisi. 

Hasil pilkada (PRN) negara bagian Johor juga memberikan makna lain terhadap partai-partai yang menderita kekalahan. Dampak yang terlihat jelas adalah popularitas tokoh pemimpin oposisi seperti Anwar Ibrahim. Cepat atau lambat, tokoh reformis ini akan mengalami penurunan tingkat popularitas karena dinilai kurang efektif dalam menjalankan misi memenangi pilkada negara bagian Johor. Selain popularitas yang menurun, Anwar Ibrahim juga mungkin mendapatkan teguran atau kritikan keras dari rekan-rekan yang berada di dalam bloc Pakatan Harapan (PH). Sebelum pilkada negara bagian Johor diadakan, Anwar Ibrahim pernah mendapatkan kabar angin bahwa kedudukannya sebagai ketua oposisi (pembangkang) di Dewan Rakyat harus diganti karena gagal dalam memenangi pilkada negara bagian Melaka.

Nasib yang sama seperti Anwar juga dapat menimpa pimpinan koalisi Perikatan Nasioanal (PN), Mahiaddin Yassin. Setelah terlibat perseteruan sengit dengan presiden UMNO Zahid Hamidi berkaitan dengan masalah 'tan sri tolonglah', Mahiaddin Yassin juga bisa saja mendapatkan image yang buruk dari rakyat atau calon pemilih di pemilu Malaysia yang akan datang. Bahkan bisa jadi koalisi Perikatan Nasioanl (PN) runtuh begitu saja tanpa ada kelanjutan. Perlu diketahui bahwa, koalisi Perikatan Nasional (PN) didirikan oleh dua partai komponen utama yaitu Partai Pribumi Bersatu Malaysia (BERSATU) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Koalisi Perikatan Nasional dapat memerintah karena mendapat dukungan dari UMNO. Sehingga, bisa dibilang kabinet  koalisi Perikatan Nasional (PN) ringkih dan dapat jatuh sewaktu-waktu, apabila UMNO menarik semua dukungan terhadap koalisi Perikatan Nasional (PN).

Kemenangan koalisi Barisan Nasional (BN) dalam pilkada Johor memberikan sinyalemen bahwa koalisi ini akan kembali berkuasa di Putrajaya. Terdengar suara-suara agar pemilihan umum (PRU) Malaysia segera dilakukan. Perdana menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob yang juga merupakan anggota Majelis Kerja Tinggi (MKT) partai UMNO didesak oleh tekanan dari dalam partai UMNO untuk mengadakan pemilihan umum (PRU) secepatnya. Dikutip dari SinarHarian presiden atau ketua umum partai UMNO, Zahid Hamidi berpendapat bahwa pemilihan umum (PRU) Malaysia perlu diadakan dan didukung karena telah mendapat dukungan dari ketiga saya di dalam partai itu. Namun demikian, Zahid menambahkan bahwa keputusan untuk pemilihan tetap terletak pada Yang Dipertuan Agong.

Mengapa partai UMNO ingin mengadakan segera pemilihan umum (PRU) di Malaysia? Jawabannya sangatlah mudah, partai UMNO bersama Barisan Nasional (BN) ingin kembali berkuasa setelah mereka kalah dalam pemilu Malaysia tahun 2018. Ditambah lagi kemenangan besar beruntun dalam pilkada dua negara bagian yaitu Melaka dan Johor, membuat partai UMNO semakin percaya diri untuk mendapatkan kemenangan besar apabila pemilihan umum segera diadakan. Apabila pemilihan umum (PRU) Malaysia benar-benar dilaksanakan, maka kemelut politik Malaysia bisa saja menemui akhirnya. Pemerintahan parlementer baru di bawah koalisi Barisan Nasional (BN) yang lebih stabil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun