Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toleransi Antar Pemeluk Agama

4 Februari 2022   20:35 Diperbarui: 4 Februari 2022   20:37 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sisi lain ada ada arahan  toleransi akidah-teologis yang  gamblang   tidak memaksa.   Quran membiarkan akal manusia mengikuti petunjuk secara bebas dan bahkan Tuhan pun tidak memaksa manusia beriman kepadanya. Di dalam Quran 6-Al-An'am: 35 "...Dan sekiranya Allah menghendaki, tentu Dia jadikan mereka semua mengikuti petunjuk, sebab itu janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang bodoh."

Selanjutnya,  Quran 10-Yunus: 99 , "Jikalau Rabbmu mengehendaki tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya". Itulah sebabnya, ada kesimpulan hanya karena izin, rahmat, karunia, hidayah serta Ridha Allah sesorang itu  beriman kepada Allah dan memeluk agama yang diredhai-Nya.

Sementara di dalam pergaulan social, sebaiknya menoleh kepada  al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13. "Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lak-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." Di dalam konteks ini, kata takwa dapat dipahami sebagai memelihara diri dan menghormati prinsip orang lain.

Persoalannya muncul ketika toleransi --berlapang dada, kepala sejuk, hati dingin--,  dianggap melebihi pijakan agama yang dipahami secara umum. Misalnya ketika dikaitkan dengan  kata kehidupan beragama. Kerukunan kehidupan beragama atau  toleransi kehidupan beragama. Oleh pihak tertentu dianggap semua sama saja.

Ada tafsir  pihak tertentu yang menyamakan antara kerukunan  akidah dan Ibadah dengan pergaulan social. Padahal akidah dan Ibadah-ritualistik khusus adalah prinsip dasar yang tidak  bisa dicampur adukkan dengan masalah sosial umum.  Misalnya bolehkah berjual beli dengan orang tidak seagama? Sampai sekarang tidak ada larangan berbentuk  fatwa ulama, MUI, Pusat dan Daerah. Tidak ada larangan   keputusan dari Pastor dan Pendeta. Tidak ada larangan  Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),   Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia, Ratu Pedanda, dan Pemangku Agama  lainnya.

Bolehkah bertegur sapa dengan berlainan agama? Tidak  ada ketentuan yang melarang  di dalam teks dan konteks dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, sebagai agama-agama yang resmi pada kementerian agama di negara ini.

Bahkan di dalam urusan kemanusian seperti menanggulangi akibat  bencana alam, banjir, gunung meletus, tanah longsor, mengatasi  penyakit menular seperti Covid-19 dengan segala variasinya seperti Omicron dan mengatasi kemiskinan serta kebodohan, semua pemeluk agama bekerjasama dan tidak pernah mengaitkan dan menanyakan, kamu beragama apa? Di sinilah letak toleransi antar pemeluk dan kehidupan  beragama. Oleh karena setiap agama, apapun agamanya mempunyai konsep kemaslahatan sosial kemanusiaan yang tidak terikat oleh firkah dan aliran masing-masing mereka.

Untuk yang terakhir, bertegur sapa, kehidupan sosial dan kemanusiaan mengucapkan selamat hari tertentu menjadi sensitif. Pada praktek pranata sosial dan budaya  inilah antara lain ada sikap "ghuluw" atau berlebih-lebihan melampaui batas.

Ada keinginan secara halus bahkan kasar oleh pihak tertentu untuk mengikuti budaya agama lain dalam memperingati hari besar mereka.  Keinginan seperti itu sebenarnya yang  boleh disebut sikap intoleransi. Jangan dibalik, orang yang tidak mengikuti tetapi hanya membiarkan dan  tidak mengganggu diangggap tidak menghormati, tidak toleran dan sebagainya. Bila itu yang terjadi, inilah yang disebut "ghuluw" atau berlebihan melampaui batas.

Yang bertoleransi itu adalah para pemeluk agama atau orangnya bukan agamanya yang bertoleransi. Artinya, diksi yang benar adalah toleransi antar manusia yang memeluk agama. Agamya sendiri sudah benar menurut keyakianan para pemeluknya masing-masing. 

Hal itu disinggung dalam  QS,5, Al-Maidah:77. "... janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat di jalan yang lurus (tersesat dan menyesatkan)". (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun