Wilayah budaya ini menjadi Padang Pariaman Raya. Lebih dari itu, kesan yang mendalam selama ini, orang Minang lebih banyak yang di Rantau, maka orang Padang Pariaman, Sidi, Sutan, Bagindo dan Bundo, jumlahnya jauh lebih berlipat ganda berdomisli di luar Pariaman. Masih banyak lagi kekayaan budaya Padang Pariaman yang harus dipelihara dan diapresiasi dari generasi ke generasi.
 Selain master piece Tabuik Piaman yang terkenal itu, istilah Pariaman laweh, Pariaman Raya atau Pariaman Sedunia, tetap masih relevan. Komunitas Pariaman di berbagai wilayah di Indonesia masih kental rasa kepariamanannya. Bahkan di beberapa kota di luar Sumbar masih ada surau-surau Pariaman. Apalagi kalau ditarik sumando dan keturunan Pariaman lainnya akanlah sangat membahagiakan bagi "Rang Piaman Laweh".
Selain itu, di Kabupaten Padang Pariaman organisasi masyarakat Islam cukup kuat. Tarikat Syatariah cukup mengakar ke beberapa nagari. Begitu pula Muhammadiyah, Perti-Tarbiyah Islamiah serta Nahdhatul Ulama cukup mempunyai basis di Padang Pariaman.
Hebatnya mereka dalam menjalankan ibadah dan kehidupan social amatlah harmonis dan selalu berdampingan. Tidak ada kegaduhan. Masjid dan musalla, pesantren, madrasah dan Rumah Sakit Aisyiah di Pariaman, dengan pasien lebih banyak datang dari Padang Pariaman. Panti Asuhan Aisyiah dan Muhammadiyah ada di Padang Pariaman. Jangan lupa di samping pesantren modern tetap hidup pendidikan Pondok yang diasuh Tuanku-tuanku Padang Pariaman yang jumlah sangat signifikan.
Syekh Burhanuddin (1646-1704) sebagai soko guru penyebar Islam dan Mursyid Utama Taekat Syatariah dari Sintuk, Toboh Gadang yang kini berpusat di Ulakan merupakan ikon sejarah Islam di Minangkabau yang mendunia.
Semua potensi ekonomi, sosial, budaya, masyarakat dan sejarah tadi, sebagian sudah menjadi kekuatan Padang Pariaman. Sebagian lagi masih berwujud potensi yang terus menerus harus digenjot dan dieksplorasi. Pada saatnya menjadi prasarana dan sarana untuk meningkat kesejahteraan lahir dan batin. Bukan saja bagi warga Padang Pariaman yang ada di nagari, tetapi termasuk bagi yang berada di luar. ***
(Shofwan Karim, Ketua PW Muhammadiyah Sumbar, Dosen Program Pascasarjana UM Sumbar dan Ketua Umum Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau).