Sejauh mata memandang
Nasib telah membawanya ke puncak
Perjalanan tak berkesudahan
Mendengus nafas yang tak pernah lelah
Di dalam untaian panjang safari tiada ujung
Tiba-tiba matanya lindokÂ
Menatap kaki langit di balik horizon
Serpihan harapan  menjadi kenyataan
Hidup di  garis putar  tak pernah diam
Merangkak, berjalan, berlari, meloncat dan terbang
Matanya turun ke rumput ladang
Sentana fatamorgana tropik tak berbatas
Menyapu lekuk bukit, gunung, lembah, permadani hijau,  pasir pantai ke  samudera gemuruh tak bertepi
Bila nafas dihitung  oksigenÂ
dihirup pertama  cahaya dunia sampai hari-hari ini
Apakah ia sanggup?
Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?
Sungguh, bla kamu bersyukur akan ditambah berkali lipat
Bila kamu kufur, ingatlah balasan-Nya yang pedih
Bila kamu berterimakasih, itu untuk dirimu
Rentangan syukur, terimakasih  amat dalam
Tiba-tiba dunia tergoncang
Tidak menghitung utara, selatan, barat dan timur
Semua  disentak kiamat kubra
Pandemic  tak berujud di kasat mata
Tak peduli sains, teknologi, Â intelijen buatan, ilmu langit atau apa pun
Dan Ramadhan kali ini terasa aneh
Tiba-tiba orang-orang semua berlari dari yang tak tampak
Terlalu sepele kepada setiap yang tak kasat mata
Mereka yang beriman  turut goncang
Nyali  surut 180 derjat
Ada harapan di tengah  banyak  amat gelisah
Kecuali  mereka kokoh dalam iman
Dan  menjalankan perintah-Nya
Mereka tak putus asa
Mengagapai derjat
Waspada dalam kata taqwa.***
Shofwan Karim,
Ciputat, 5 Ramadhan 1441-28 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H