Â
   Sering banget gak sih kita lihat dimana-mana, produk dari brand ternama itu kayaknya selalu laris manis di pasaran, entah melalui siaran televisi maupun di berbagai platform media sosial. Nah, pertanyaannya, mengapa sih hal itu bisa terjadi? Kenapa produk bermerek global bisa laku keras padahal ada produk lokal dengan karakteristik yang serupa?
   Sebenarnya banyak lho faktor yang bikin produk brand ternama itu jadi favorit. Selain kualitas dan kampanye pemasaran yang inovatif, salah satu faktor yang akan menjadi fokus utama kita adalah imajinasi atau citra merek yang sudah sangat melekat di pikiran masyarakat, biasanya produk dengan brand ternama akan memberikan simbol keberhasilan, gaya hidup keren, dan inovasi. Contohnya, ketika sebuah merek ternama mengusung tema nilai keberlanjutan suatu ekosistem, hal tersebut akan mempengaruhi pandangan dan sikap konsumen terhadap isu tersebut pula. Hal ini memberikan gambaran, bahwa produk bukan hanya sekedar barang, namun juga representasi statement atau bagian dari dari identitas.
   Dalam konteks cultural studies, merek-merek tertentu memainkan peran kunci dalam membentuk norma, nilai-nilai, dan identitas konsumen, di mana merek tidak hanya sekedar produk fisik, namun juga membentuk citra diri dan strata sosial. Merek-merek ini semacam pencetak identitas, menciptakan sebuah narasi layaknya memberi makna pada kehidupan sehari-hari. Pentingnya peran merek, dapat dilihat dari cara merek-merek tersebut turut membentuk tren dan gaya hidup masyarakat, yang secara tidak langsung merek-merek tersebut menjadi agen kekuasaan yang mempengaruhi cara pandang individu dalam merasakan diri mereka sendiri dan dilihat oleh orang lain. Cultural studies juga memberikan sudut pandang yang relevan dalam menganalisis bagaimana produk dari merek ternama digunakan sebagai representasi visual, aktif dalam kontribusi pada pembentukan norma-norma tertentu, serta berinteraksi dengan budaya populer secara lebih halus.
   Nah, sekarang mari kita lihat fenomena ini dari kacamata teori  post-strukturalisme. Pertama-tama, teori post strukturalisme menekankan bahwa kekuasaan dan struktur sosial bukanlah sesuatu yang terpusat, melainkan dapat muncul di berbagai lapisan masyarakat dan dalam berbagai bentuk. Teori post-strukturalisme ini membahas bagaimana kekuasaan dan pengetahuan dapat terbentuk di masyarakat, dalam konteks merek ternama, kekuasaan tidak hanya dapat terbentuk melalui pemerintahan atau institusi besar, tetapi juga dapat diproduksi oleh merek-merek melalui pengetahuan, simbol, dan citra.Â
   Lalu apa kaitannya merek ternama dengan produksi pengetahuan? Merek ternama cenderung menciptakan narasi tertentu tentang produk mereka yang kemudian menentukan apa yang dianggap penting atau bernilai di masyarakat.  Kita dapat melihat bagaimana dengan memilih dan menggunakan produk dari brand ternama, masyarakat tidak hanya sekedar  membeli barang, tetapi mereka juga berinvestasi dalam bentuk citra diri dan pengakuan sosial.Â
   Merek-merek ternama bahkan kini  menjadi jembatan menuju peningkatan strata sosial tanpa mengikuti norma-norma kaku layaknya masa strukturalisme. Dalam hal ini, merek ternama memiliki peran aktif dalam menciptakan konsep kekuasaan melalui eksklusivitas strata sosial. Produk dari merek ternama yang dianggap memiliki makna eksklusif pada akhirnya menggiring masyarakat untuk menjadi konsumen dalam posisi yang lebih pasif, karena keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut.
   Teori post-strukturalisme menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya berlaku pada tingkat individu, melainkan juga bersifat kolektif seperti menciptakan realitas sosial yang kompleks berdasarkan produk brand ternama yang telah dijelaskan sebelumnya. Disisi lain, keberhasilan merek ternama baru dapat diukur dari sejauh mana mereka mampu mendominasi diskursus sosial. Sesuai dengan pemikiran Michel Foucault, bahwa pengetahuan merupakan kekuasaan yang mempengaruhi konstruksi subjektivitas individu dan struktur sosial dengan melibatkan konflik dan dominasi. Dalam konteks merek ternama, pengetahuan yang dihasilkan menjadi instrumen kekuasaan yang membentuk pandangan dan identitas kolektif masyarakat, dapat pula dikatakan merek ternama cenderung menjadi inisiator dalam diskursus sosial.
   Selain itu, teori ini juga menyoroti "negosiasi makna", di mana merek ternama cenderung memberikan interpretasi tertentu. Jika diperhatikan, merek menciptakan simbol-simbol dan tagline yang sengaja dibiarkan fleksibel, hal ini memungkinkan bagi setiap individu atau kelompok untuk memberikan makna sesuai konteks yang mereka harapkan. Interpretasi itulah yang dinegosiasikan individu-individu melalui interaksi satu sama lain sehingga menentukan "kebenaran" dalam masyarakat. Misalnya, ketika berbagai merek ternama mendefinisikan standar kecantikan atau gaya hidup sehat, secara tidak langsung ikut menciptakan suatu pandangan dan penilaian di masyarakat. Selanjutnya, dunia sosial yang terbentuk setelahnya merupakan konstruksi dari interpretasi individu-individu dalam latar sosial tertentu. Melalui lensa post-strukturalisme kita dapat melihat bahwa merek ternama juga merupakan pabrik kekuasaan dan pengetahuan masyarakat melalui cara pandang dan identitas yang membentuk kehidupan sosial dan budaya masyarakat.Â
   Nah coba kita perhatikan, gimana sih merek-merek global seperti uniqlo, zara, h&m, dan lain-lainnya bisa memainkan peran utama dalam membentuk nilai-nilai dan identitas konsumen dalam masyarakat global? Kita seringkali memiliki persepsi bahwa merek-merek global memiliki citra yang terkait dengan kemewahan, gaya hidup, dan status sosial yang tinggi dibandingkan dengan produk lokal. Tentunya ini menciptakan pemahaman bahwa menggunakan merk tersebut menempatkan individu pada posisi yang lebih tinggi dalam hierarki sosial. Dalam hal ini, konsumen yang memiliki merek tertentu bisa merasakan mendapat keistimewaan sosial yang dihubungkan dengan identitas merek tersebut. Konsumen dari merek global seringkali terlihat sebagai simbol kekayaan, status, dan inklusivitas di dalam masyarakat. Namun, secara tidak langsung para konsumen membeli produk fast fashion bukan hanya sebagai kebutuhan namun juga dijadikan bahan bersaing dengan kelompok borjuis lainnya untuk mengatur tingkatan kelas sosial mereka di masyarakat. Para konsumen mengakui bahwa motivasi utama untuk membeli pakaian dari fast fashion adalah citra diri dan pengakuan kelas sosial. Disisi lain, mereka membeli produk dari merek ternama dikarenakan kualitas bahan yang dihasilkan dianggap sangat bagus. Walaupun ada produk lokal yang sebenarnya bagus juga, terkadang stigma merek ternama lebih mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang produk tersebut.
   Selain contoh produk pakaian, kita bisa melihat komunitas motor gede atau mobil-mobil mewah dengan berbagai merek seperti Mercedes-Benz, BMW, lamborghini, dan lain sebagainya yang tidak hanya menjual kendaraan, namun juga citra dari status, kemewahan, dan keunggulan teknologi. Komunitas pemilik motor dan mobil-mobil mewah ini seringkali diidentifikasi dengan citra seperti keberhasilan, gaya hidup yang eksklusif, dan penghargaan terhadap kualitas dan desain yang canggih. Hal ini menciptakan persepsi di dalam masyarakat bahwa memiliki motor atau mobil mewah tersebut adalah simbol status dan keberhasilan dalam kehidupan. Pemilik motor atau mobil mewah seringkali membentuk komunitas atau perkumpulan dengan tujuan untuk berbagi minat terhadap sesama pemilik kendaraan mereka. Kelompok-kelompok seperti ini kerap mengadakan perjalanan bersama, mengikuti pameran mobil, atau acara sosial lainnya yang bertujuan untuk membangun jaringan dan kebersamaan dalam komunitas tersebut. Bagi banyak individu dalam komunitas ini, seringkali menjadi tempat dimana mereka menunjukkan kebanggaan terhadap kendaraannya dan merasa diterima dalam menjalin minat yang sama. Pengguna motor atau mobil mewah merasa terhormat dan lebih percaya diri saat menggunakan kendaraannya. Tentunya, ini tidak hanya terkait motor atau mobil, namun juga terkait bagaimana mereka merasa bangga pada diri mereka saat berkendara dan banyak dilihat oleh orang-orang di jalan. Pada contoh ini, kepemilikan kendaraan mewah tidak hanya tentang membeli sebuah produk, tetapi juga tentang mengadopsi identitas, merasakan pengakuan sosial, dan bergabung dengan komunitas yang memiliki nilai-nilai yang sama. Kendaraan tersebut bukan hanya sekedar alat transportasi, melainkan simbol dari gaya hidup, status sosial, dan komunitas yang bersatu dalam kesamaan minat.
   Pada konteks produk teknologi, fenomena ini serupa dengan penggunaan produk "Apple" yang sering kali dikaitkan dengan status sosial dan kemampuan finansial yang tinggi. Smartphone yang berlogo apel tersebut menjadi simbol dari status ekonomi yang stabil serta persepsi masyarakat atas kemampuan untuk membeli produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Situasi ini seringkali kita lihat di kalangan Gen-Z, yang dimana jika menggunakan produk dengan logo apel tersebut akan menimbulkan asumsi bahwa seseorang berasal dari latar belakang dengan ekonomi menengah ke atas, padahal seringkali kita temui bahwa statement tersebut tidaklah sesuai fakta. Obsesi terhadap produk Apple untuk memilikinya bahkan bisa membawa individu untuk mengambil langkah-langkah ekstrim, seperti membeli barang tiruan (KW) atau bahkan membelinya dengan menggunakan kredit demi memiliki produk dengan logo apel tersebut. Hal ini mencerminkan betapa kuatnya asosiasi antara merek Apple dengan status sosial yang diinginkan pada masyarakat saat ini. Selain itu, karena faktor seperti strategi pemasaran terhadap kualitas produk dan citra merek yang dikembangkan oleh Apple telah membantu merek ini menjadi simbol status yang diinginkan, terutama pada kalangan Gen-Z yang terpengaruhi oleh tren kekinian dan asumsi budaya yang kuat. Hal ini mengakibatkan tekanan sosial dan psikologis bagi beberapa individu untuk memastikan bahwa mereka juga tergolong dalam kelompok yang mengakui dan mampu memiliki produk dengan merek tersebut.Â
   Mari kita beralih ke contoh kasus yang lebih luas. Hollywood, sebagai pusat produksi film utama dan salah satu entitas media terkemuka, turut memegang peranan vital dalam mempengaruhi pandangan global terhadap keindahan, kehidupan, atau bahkan definisi kesuksesan. Tidak hanya sebagai produk hiburan semata, film-film hollywood juga sebagai alat kekuasaan yang mempengaruhi pandangan dunia dan masyarakat luas. Mereka memainkan peran dalam membentuk identitas kolektif hingga merepresentasikan kekuatan yang membentuk budaya visual dan norma sosial di tingkat global. Hollywood dianggap simbol keberhasilan dan kreativitas Amerika dalam industri hiburan. Produk filmnya dianggap sebagai sumber inspirasi dan produk budaya berkualitas tinggi yang mempengaruhi mode dan hiburan global, menjadikannya penentu trend dalam berbagai aspek kehidupan.
   Kehadiran Hollywood memberikan dampak yang signifikan terhadap kekuasaan negara-negara, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Hollywood mempengaruhi cara suatu negara diakui dalam kancah global. Hollywood sering kali berinteraksi dengan kepentingan politik dan strategi kebijakan luar negeri AS. Melalui produk film, hal itu dapat menjadi alat untuk menyebarkan pesan-pesan politik atau ideologi tertentu yang mendukung atau mencerminkan kebijakan pemerintah AS. Contohnya, film-film yang menggambarkan Amerika sebagai pahlawan dalam konflik-konflik dunia mempengaruhi pandangan global terhadap peran politik AS. Mereka sering menggambarkan kekuatan militer AS sebagai kekuatan yang bertujuan untuk membawa keadilan, kebebasan, dan perdamaian di dunia. Sebagai contoh yang lebih spesifik, kita dapat melihat dampak film-film superhero Marvel yang diproduksi oleh Hollywood.  Marvel Studios, secara aktif membentuk narasi global mengenai kekuatan, tanggung jawab, serta identitas pribadi yang diadopsi penonton di seluruh dunia. Film-film Hollywood dapat menghadirkan citra positif Amerika Serikat melalui karakter-karakter yang merupakan representasi nilai-nilai Amerika seperti kebebasan, keadilan, dan demokrasi. Karakter-karakter ini sering diposisikan sebagai pahlawan yang mempertahankan nilai-nilai ini di tengah tantangan atau konflik. Film-film lain yang menggambarkan intervensi militer AS sebagai pembawa kebebasan dunia, juga turut mempengaruhi pandangan global terhadap peran politik AS di panggung internasional. Mereka dapat membentuk opini publik di berbagai negara tentang bagaimana Amerika Serikat dilihat dalam konteks politik dan diplomasi internasional yang secara perlahan mempengaruhi persepsi tentang kebijakan AS, baik secara positif maupun negatif.
   Selain itu, keberhasilan film-film Hollywood dalam meraih keuntungan di pasar internasional mengukuhkan posisi AS dalam ekonomi global. Melalui produksi film-film Hollywood, Amerika Serikat bisa mengontrol bagaimana budaya mereka dipahami dan diterima di seluruh dunia. Kekuatan ekonomi dari industri perfilman di Hollywood memberikan negara Amerika Serikat daya dalam hubungan internasional dan memperkuat posisinya dalam berbagai arena global. Dalam wacana geopolitik, Hollywood juga dapat menjadi alat diplomasi yang efektif melihat wujud "kebudayaan lembut" yang mempengaruhi opini publik melalui film-film yang diproduksi. Keterlibatan Hollywood dalam produksi film-film yang meraih keuntungan di pasar internasional turut memperkuat posisi Amerika Serikat sebagai negara adidaya (superpower). Prestasi ekonomi yang mampu diraih Hollywood memungkinkannya untuk memainkan peran utama dalam berbagai forum global, mempengaruhi kebijakan dunia, serta menentukan arah perkembangan isu-isu internasional. Maka tak heran, jika keberhasilan Hollywood dalam mencapai popularitas bukan hanya sebatas industri hiburan, namun juga berdampak langsung pada citra dan posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan di panggung dunia.
  Dengan demikian, fenomena kepopuleran produk dari merek global tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas atau strategi pemasaran yang inovatif saja lho, tetapi juga oleh konstruksi identitas dan kekuasaannya di masyarakat. Melalui teori post strukturalisme dalam cultural studies ini, kita dapat melihat bagaimana merek ternama turut berperan aktif sebagai produsen pengetahuan dan kekuasaan di masyarakat. Merek-merek tersebut menggunakan simbol dan citra yang mereka ciptakan untuk tidak hanya menciptakan preferensi konsumen, bahkan bisa membentuk norma, nilai-nilai, identitas diri konsumen, dan strata sosial. Dari berbagai contoh kasus di banyak bidang industri seperti fashion, otomotif, dan hiburan, telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana merek ternama tidak hanya menjual produk, melainkan memiliki peranan vital dalam membentuk realitas sosial, mempengaruhi pandangan global, dan bahkan berkontribusi pada kekuasaan negara secara lebih luas. Maka dari itu, kesadaran terhadap peran merek dalam membentuk budaya dan masyarakat sangatlah penting, karena hal ini tidak hanya menyangkut konsumsi barang atau jasa, tapi juga memiliki dampak yang mendalam pada konstruksi identitas kolektif dan persepsi global kekuasaan suatu negara. Mengakui peran aktif merek dalam membentuk realitas sosial bukan sekedar membuat kita memahami bagaimana budaya dikonstruksi, melainkan agar kita juga bisa mengevaluasi secara kritis implikasi sosial, politik, dan kekuasaan yang terkait dengan dominasi merek dalam masyarakat modern saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H