Kewajiban membayar utang pajak diperjelas dalam Bagian Kedua tentang Tindakan Penagihan dalam PMK No. 189/PMK.03/2020 Pasal 3 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak (WP) wajib membayar utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat 2 dinyatakan bahwa utang pajak meliputi jenis pajak :
1.Pajak Penghasilan.
2.Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa.
3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.Pajak Penjualan.
5.Bea Materai.
6.Pajak Bumi dan Bangunan.
Wajib Pajak (WP) wajib membayar untuk setiap jenis pajak tersebut sesuai bidang usaha atau kegiatan ekonomi yang dilaksanakan. Pembayaran dapat sekaligus diangsur, atau ditunda sesuai tata cara dan aturan yang berlaku.Â
Akan tetapi, apabila tidak dilunasi hingga utang pajak melewati jatuh tempo pelunasan, maka akan dilakukan tindakan penagihan pajak.Pasal 4 dalam PMK No. 189/PMK.03/2020 menyatakan bahwa tindakan penagihan meliputi :
1.Menerbitkan Surat Teguran. Â
2.Menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa.
3.Melaksanakan Penyitaan.
4.Melakukan pengumuman lelang dan lelang. Tahapan ini dilakukan untuk barang sitaan yang dilakukan penjualan secara lelang.
5.Menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan barang sitaan, untuk barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang.
6.Mengusulkan pencegahan.
7.Melaksanakan penyanderaan.
8.Menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.
  Â
 Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa penagihan secara paksa merupakan langkah terakhir. Terdapat banyak tahapan yang dilakukan oleh otoritas pajak dan tidak serta merta dilakukan penagihan atau bahkan penyitaan harta benda secara tiba-tiba.Â
Wajib Pajak (WP) hendaknya telah memahami aturan dan tata cara melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai bidang usaha dan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan. Selain itu, dokumen transaksi, bukti pembayaran dan pelaporan pajak harus disimpan dengan baik dan benar. Dokumen-dokumen tersebut akan bermanfaat bagi wajib pajak ketika mendapat surat penagihan yang tidak sesuai atau terjadi pemeriksaan.
Kritik yang dapat disampaikan dalam hal penagihan utang pajak yaitu hendaknya otoritas pemerintah tidak hanya berorientasi pada target penerimaan pajak, tetapi juga pada keberlangsungan usaha dan perekonomian wajib pajak.
Seringkali wajib pajak membangun usaha dengan kemampuan sendiri bersusah payah, ketika mendapat keuntungan terkena pajak yang besar. Hal tersebut dapat mendorong Wajib Pajak melakukan manajemen pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Manajemen pajak tidak selalu bermakna negatif. Apabila memiliki pemahaman pajak yang baik dan mampu membaca celah dalam aturan pajak, manajemen pajak merupakan hal yang legal tanpa melanggar aturan perpajakan. Misalnya perusahaan memilih untuk membebankan pajak tertentu dan tidak mengkreditkan untuk menghindari perhitungan pengembalian yang rumit atau untuk menurunkan laba komersial.
Selain kritik, keadilan pajak juga agaknya sesuatu yang sulit diwujudkan. Akan selalu timbul perasaan tidak adil dalam diri wajib pajak ketika diharuskan membayar berbagai kewajiban perpajakan. Di sisi lain, terkadang tidak semua jenis usaha merasakan dukungan pemerintah dan manfaat nyata dari fasilitas umum. Hal tersebut utamanya pada daerah yang belum tersentuh pembangunan infrastruktur secara massif. Kesadaran membayar pajak pada akhirnya harus diiringi dengan keikhlasan untuk membangun negeri.
Referensi :