Mohon tunggu...
Shofiyah Qonitat
Shofiyah Qonitat Mohon Tunggu... -

A crazy french vanilla. Khairunnas anfauhum linnas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Nuraninya Telah Mati

10 September 2013   17:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:05 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada sedikit hal yang memprihatinkan kali ini. KRL yang berangkat dari Stasiun Manggarai tujuan akhir Stasiun Bekasi tetap saja ramai. Meski tidak dipadati, penumpang KRL kebanyakan para ibu-ibu dan lansia. Sepertinya stiker yang ditempel di kaca jendela KRL sama sekali tidak menggugah para penumpang yang duduk. Kursi yang tersedia diprioritaskan untuk perempuan yang membawa anak kecil, orang cacat dan lansia. Betapa miris, saat seorang nenek yang tingginya tak cukup untuk meraih pegangan yang bergantungan di atas tak dipersilahkan sama sekali oleh perempuan muda nan cantik yang tengah duduk. Hatinya sama sekali tak tergugah untuk memberikan ruang bagi nenek tua itu untuk duduk.

Setelah beberapa stasiun, seorang perempuan tengah hamil masuk ke gerbong bersama anaknya yang masih balita. Gerbong yang ramai juga kursi KRL yang terisi membuatnya tetap berdiri. Lagi-lagi tak satu pun mata melihat ke arahnya. Banyak perempuan duduk yang masih kuat untuk berdiri daripada perempuan hamil itu. Stiker di jendela benar-benar tak berfungsi untuk menegur hati nurani manusia hari ini. Dan beberapa saat kemudian, seorang nenek yang baru duduk mempersilahkan perempuan hamil itu untuk menempatinya. Terbayangkah di benak kita? Jika nanti kita sedang hamil tua dan berada di kereta yang ramai, tak satu orang pun mempersilahkan kita untuk duduk. Dan saat kita tua nanti, persendian tak kuat lama-lama berdiri tapi tak satu orang pun memberi kita kesempatan untuk duduk di kereta?

Hampir 3 minggu saya menikmati perjalanan dari Bekasi ke Depok menggunakan sarana transportasi KRL Commuter Line. Masyarakat sangat menyambut kebijakan PT. KAI yang menurunkan tarif sejak beberapa bulan lalu, sehingga dari Bekasi sampai Depok kami hanya menghabiskan uang sebesar empat ribu rupiah saja. Namun, kami harus kehilangan kenyamanan sebagai pengguna jasa KRL. Sebagai orang yang baru menjadi penumpang comline, saya harus menerima kenyataan kalau setiap paginya KRL Commuter Line selalu penuh. Mulai jam 6 pagi hingga jam 9, bisa dipastikan penumpang KRL adalah pegawai negeri maupun swasta, mahasiswa dan siswa. Begitu pula ketika perjalanan pulang. Lalu setelahnya gerbong KRL tidak penuh lagi.

Alangkah lebih memalukan lagi saat laki-laki yang masih mampu berdiri, tidak mempersilahkan ibu-ibu atau orang tua untuk duduk. Kita memang punya hak untuk mendapat tempat duduk, karena kita sama-sama membayar tiket KRL. Akan tetapi apakah kita tak punya kewajiban untuk peduli terhadap orang lain? Atau mungkin semboyan "siapa cepat dia dapat" yang digunakan sebagai dasar para laki-laki itu untuk tetap menikmati kursi empuk di KRL? Dimana sikap ksatria seorang laki-laki untuk memuliakan perempuan? Mungkin di tempat duduknya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun