Mohon tunggu...
Shofi Munawwir Effendi
Shofi Munawwir Effendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Law Student

Romans 11:11

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penelitian MBKM FH UNEJ: Ulas Problematika Pencucian Uang, Meneliti di Mahkamah Konstitusi

12 Februari 2022   11:16 Diperbarui: 12 Februari 2022   11:19 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan program yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan untuk bekal memasuki dunia kerja. 

Berbagai aktifitas MBKM dapat diikuti oleh mahasiswa seperti program magang, studi independen, pertukaran pelajar, hingga pengabdian di desa. Keikutsertaan MBKM dapat diikuti mahasiswa dengan mendaftar di portal Kampus Merdeka. Selain itu, MBKM juga dilaksanakan secara kolektif oleh setiap perguruan tinggi, salah satunya Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ).

FH UNEJ pada semester gasal tahun ajaran 2021/2022 membuka kesempatan bagi mahasiswa-mahasiswi FH UNEJ untuk mengikuti program MBKM. Terdapat program bagi mahasiswa untuk magang di instansi hukum, pengabdian di desa melalui program 1 Desa 2 Mahasiswa, pertukaran pelajar, serta penelitian. 

Program penelitian merupakan program yang paling kompetitif di antara program MBKM lainnya. Mengingat, peserta dari program ini terbatas hanya 4 (empat) mahasiswa saja. Uniknya, program ini dilaksanakan secara hybrid system, dimana peserta program juga berada di DKI Jakarta.

Shofi Munawwir Effendi, atau kerap disapa Shofi Hoo, merupakan salah 1 (satu) dari keempat mahasiswa program Penelitian MBKM FH UNEJ di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia. Shofi dalam kesempatan tersebut meneliti mengenai pencucian uang atau money laundering. 

Rasio Hasil Analisis, Pemeriksaan, dan Informasi Proaktif yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke instansi berwenang diketahui hanya mencapai 32,6% yang ditindaklanjuti. Dari data tersebut, 10% di antaranya hanya mencapai proses penyelidikan, 8,9% pada proses penyidikan, serta berkisar 4% yang berhasil diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Data tersebut menunjukkan situasi penanganan pencucian uang yang lamban dan tak terkoordinasi dengan baik. Shofi dalam penelitiannya menemukan bahwa pada proses penyidikan kasus pencucian uang di lapangan, terdapat suatu permasalahan yang selama ini dirasakan oleh para penyidik tindak pidana asal.

Sebelum itu, berbicara mengenai tindak pidana pencucian uang (TPPU), berarti berkaitan dengan tindak pidana asal atau Predicate Crime. Pencucian uang merupakan kejahatan ganda yang bersifat lanjutan atau follow up crime atas kejahatan utama atau asal. 

Suatu tindak pidana asal dilakukan untuk menghasilkan uang yang diperoleh dengan cara yang tidak benar dan diperuntukkan demi menguntungkan individu atau kelompok. Tak berhenti di situ, dalam rangka menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana asal, pelaku melakukan berbagai cara supaya keuntungan yang didapatkan dari hasil kejahatan tidak terlacak.

Pokok permasalahan yang selama ini menghambat kinerja penindakan tindak pidana pencucian uang disebabkan oleh Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU) atas ketidakselarasan pada frasa "penyidik tindak pidana asal" yang termuat dalam norma Pasal 74 UU TPPU. 

Sejak UU TPPU berlaku, terdapat 6 (enam) lembaga yang berwenang dalam menyidik perkara tindak pidana pencucian uang yakni, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Kondisi diskriminatif tersebut menghambat kinerja dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ditugas di setiap kementerian atau lembaga negara untuk melakukan penyidikan. Kewenangan PPNS sebenarnya telah terakomodasi pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana kehadiran PPNS berfungsi untuk membantu tugas penyidik kepolisian. 

Maka, pertentangan antara Pasal 74 UU TPPU yang mengakomodasi PPNS bertugas sebagai penyidik tindak pidana asal dengan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU yang membatasi hanya 6 (enam) lembaga inilah yang diteliti oleh Mahasiswa Semester 7 FH UNEJ ini.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Untuk itu, dalam kacamata hak konstitusi warga negara, Shofi dalam program Penelitian MBKM FH UNEJ di MK mengulas mengenai Penegasan Makna "Penyidik Tindak Pidana Asal" Pada UU TPPU dalam rangka Mewujudkan Kepastian Hukum. Selama satu semester diperoleh hasil penelitian berupa artikel ilmiah. Dalam kesempatan ini, mahasiswa program Penelitian MBKM dibimbing oleh Peneliti MK, Muhammad Reza Winata, S.H., M.H. serta Dosen Pembimbing Lapang, Rosita Indrayati, S.H., M.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun