Negeri ini memang punya sejarah hebat yang menyenangkan, tetapi juga punya sejarah yang mengerikan. Rekor erupsi gunung api terbesar di dunia dipegang oleh Indonesia, yaitu erupsi Krakatau 1883,lalu erupsi tambora 1815 M, serta mega-kolosal Toba 74.000 tahun yang lalu.
Erupsi Krakatau melontarkan material 18 km3, menewaskan 36.000 orang terutama akibat tsunami yang dibangkitkan oleh material letusan.Â
Letusan Tambora melontarkan material sebanyak 160 km3, menewaskan 91.000 orang baik langsung maupun tak langsung. Â
Sementara Toba jauh di atas itu, ia melontarkan 2800 km3 material dan mungkin menewaskan 90 % penduduk Bumi saat itu (Ambrose, 1998).
Pada tanggal 27 Agustus 1883 Gunung Krakatau Meletus. Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggemparkan dunia. semburan lahar dan abunya mencapai ketinggian 80 km. Sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun. Dilihat dari Amerika Utara dan Eropa, saat itu cahaya matahari tampak berwarna biru dan bulan tampak jingga (oranye).Â
Letusan gunung ini menghasilkan debu hebat yang mampu menembus jarak hingga 90 km. Letusan itu pun berdampak terjadinya gelombang laut sampai 40 m vertikal dan telah memakan korban sekitar 36.000 jiwa di Lampung Selatan ataupun pada Jawa Barat
Gununung Tambora punya letusan dengan kekuatan berskala 7 dari 8 skala berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), kekuatan ledakannya setara dengan 171.000 kali bom atom Hirosima -- Nagasaki, atau 4 kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau 1883.Â
Ledakannya terdengar sampai di Padang, Sumatra Barat, yang jauhnya 2.000 km, terdengar seperti suara meriam. Terdengar dengan jelas di Pulau Bangka yang jauhnya 1.775 km. Gempa buminya terasa di Surabaya yang jaraknya 600 km. Debu letusannya menembus lapisan ozon, masuk ke lapisan mesosfer.
Letusan Toba 74.000 tyl telah menghasilkan 3 milyar ton abu halus dan aerosol H2SO4 dan SO2 yang terlontar setinggi 27-37 km menginjeksi atmosfer dan sangat signifikan mengurangi transmisi sinar Matahari ke permukaan Bumi.Â
Diperhitungkan bahwa transmisi sinar Matahari saat itu hanya 0,001-10 %. Menurunnya daya terima sinar Matahari ini telah menyebabkan temperatur menurun 3-5oC. Saat itu Zaman Es sedang menjelang, dan letusan Toba diyakini telah mempercepat datangnya Zaman Es ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H