Karya sastra memiliki banyak jenis dan banyak ditemukan di media sosial. Salah satu contoh karya sastra adalah puisi. Menurut Waluyo (2002:1), Â puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Sejalan dengan itu, Hudson (dalam Aminuddin,2009:134) mengungkapkan bahwa Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi adalah salah satu cabang karya sastra yang meyampikam pikiran, perasaan, dan gagasan penulis ke dalam sebuah tulisan yang menggunakan kata-kata kias dan indah.
Puisi hendaklah kita apresiasi dengan berbagai cara agar puisi tidak punah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kata "Apresiasi" ini memiliki dua artian. Artian pertama, apresiasi adalah kesadaran seseorang terhadap sebuah nilai dari seni. Sedangkan pengertian yang kedua, apresiasi adalah penghargaan terhadap sesuatu, bisa itu barang, hasil pekerjaan, atau seseorang. Menurut John Dewey, apresiasi adalah menikmati sebuah kesenangan atau pengalaman terhadap sesuatu. Pengertian lain yang John Dewey kemukakan adalah bahwa apresiasi merupakan kesenangan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pada kesempatan lain, ia juga mengembangkan pemahamannya bahwa pemanfaatan merupakan salah satu bagian terpenting dari apresiasi. Pemanfaatan itu bisa berupa kegiatan pengulangan dari pengalaman yang penuh makna. Jadi kita dapat memberikan apresiasi suatu puisi dengan memberikan penghargaan dengan mengadakan lomba menulis puisi, mengambil nilai-nilai yang terkandung pada suatu puisi kemudian memanfaatkan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh mengapresiasi puisi adalah dengan mengkaji penggunaan diksi pada suatu puisi dan mengambil makna yang terkandung. Puisi yang diapresiasi saat ini adalah puisi berjudul "Lagu Ibu" karya W.S. Rendra. Dr. Willibrordus Surendra Broto Narendra, S.S., M.A. atau dikenal sebagai W.S. Rendra adalah penyair, dramawan, pemeran dan sutradara teater berkebangsaan Indonesia. Sejak muda, dia menulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa. Berikut adalah puisi "Lagu Ibu" karya W.S. Rendra:
Lagu Ibu
Angin kencang datang tak terduga.
Angin kencang mengandung pedas merica.
Bagai kawanan lembu langit tanpa perempuan.
Kawanan arus sedih dalam pusaran.
Ditumbukinya padas dan batu-batuan.
Tahu kefanaan, ia pergi tanpa ketinggalan.
Angin kencang adalah birahi, sepi dan malapetaka.
Betapa kencang serupa putraku yang jauh tak terduga.
Pembahasan:
"Angin kencang" dapat diartikan sebagai suatu tantangan yang datang ataupun kesulitan dalam kehidupan. Dalam kehidupan siap tidak siap pasti ada hal buruk yang menimpa seseorang. Sedangkan kata "mengandung pedas merica " memiliki makna mengandung kepedihan. Jadi itu bermakna setiap orang mengalami menghadapi suatu masalah dan tantangan yang pedih serta menyakitkan datang dalam kehidupan.
Perumpamaan "Bagai kawanan lembu langit tanpa perempuan" bermakna perasaan kesepian dan kehilangan. Sedangkan hubungan antara angin kencang dan birahi yaitu menunjukkan sifat yang kuat dan meluap-luap.
Bait "Betapa kencang serupa putraku yang jauh tak terduga" memiliki makna seorang ibu yang merindukan putranya dan berada di tempat yang jauh.
Jadi puisi "Lagu Ibu" karya W.S. Rendra menciptakan gambaran yang kuat tentang perasaan dan situasi yang sulit dalam kehidupan yang menggunakan perumpaan melalui gambaran alam untuk memberikan emosi kepada pembaca. Puisi ini juga menceritakan kerindyan sang ibu kepada sang anak yang berada di tempat yang jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H