Mohon tunggu...
Shofi Aulia
Shofi Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030043 UIN Sunan Kalijaga

23107030043 UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Jenang Legendaris Bu Darmini di Pasar Beringharjo: Kelezatan yang Tak Lekang oleh Waktu

4 Juni 2024   10:20 Diperbarui: 4 Juni 2024   16:52 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bubur sumsum ketepatan sudah habis. dok.pribadi

Indonesia, dengan kekayaan budaya dan keanekaragaman kulinernya, memiliki banyak makanan tradisional yang tak lekang oleh waktu. Ditengah maraknya kuliner modern yang hadir dengan berbagai inovasi, jenang legendaris Bu Darmini tetap menjadi favorit bagi pecinta makanan tradisional. Jenang yang dijual Bu Darmini bukan jenang atau dodol yang biasanya dikemas perbiji. Namun, lebih ke bubur campur yang manis.

Bu Darmini sendiri berasal dari Yogya. Dengan menaiki becak setiap paginya, beliau membawa barang-barang dagangannya, mulai dari 4 panci berisi jenang, santan dan larutan gula merah. Bu Darmini ditemani anak ketiganya yang bernama Mba Yuni. Tetapi, tak sehari full ia menemani sang ibu. 

Karena Mba Yuni sendiri sudah memiliki keluarga yang harus diurus. Popularitas Jenang Bu Darmini sudah tidak perlu diragukan lagi. Berawal hanya tersebar melalui mulut ke mulut, dan saat ini terdapat teknologi yang mempermudah. Banyak orang yang datang tak sekedar untuk menyicip saja, melainkan untuk meliput yang kemudian dengan bantuan platform media sosial seperti Instagram, Tik Tok, You Tube, sang pembeli memposting video guna memberi tahu dan memperkenalkan kepada masyarakat luas. "Banyak juga mbak yang datang awalnya cuma kepo gara-gara liat di tiktok, terus habis nyoba katanya enak. Dan besoknya kembali lagi mbak." Jelas Mba Yuni, anak Bu Darmini.

dok.pribadi
dok.pribadi

Lapak jenang legendaris Bu Darmini berdiri sejak tahun 1998, bertempat di pintu B4 selatan Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Bu Darmini yang saat ini berusia 68 tahun telah menekuni jualannya hingga 26 tahun lamanya. Bukan turun menurun, melainkan hasil ide dari Bu Darmini sendiri. 

Yang pada awalnya harga seporsi jenang dihargai sebesar 500 rupiah hingga kini seharga 10 ribu rupiah. "Bahan-bahan sekarang kan udah pada naik mbak, jadi ya harga jual ikut naik. Pas itu sebelum puasa harga tuh naik banget mbak, mau diharga 11 ribu ngga tega. Jadi tetep ibu kasih 10 ribu." Jelas Bu Darmini.

Bu darmini menceritakan awal mula beliau berjualan jenang. Beliau berjualan karena bosan duduk diam di rumah. Selain itu beliau juga melihat tetangga-tetangganya yang mulai berbisnis dengan berjualan lumpia, dan jajan-jajan pasar lainnya. "Saya tu lihat tetangga pada jualan, lumpia, terus saya juga kepengen. 

Tapi kalau sama sejenis nanti saya dikira ikut-ikutan, yasudah saya mencoba buat jenang alakadarnya seperti ini mbak." Ucap Bu Darmini. Berawal dari rasa bosan, siapa sangka itu akan membawa keberhasilaan untuk jenang Bu Darmini.

bubur sumsum ketepatan sudah habis. dok.pribadi
bubur sumsum ketepatan sudah habis. dok.pribadi

Bu Darmini membuat 4 jenis jenang atau bubur. Yang pertama ada bubur sumsum, sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Bubur yang bewarna putih terbuat dari tepung beras yang dimasak hingga mengental. Memiliki tekstur lembut dan cita rasa gurih manis. Cocok jika hanya dihidangkan dengan saus gula merah. Yang kedua ada jenang wajik atau biasa dikenal luas dengan bubur beras ketan atau jenang rangrang. 

Jenang ini dibuat dari ketan yang dimasak dengan gula merah. Selanjutnya ada jenang mutiara. Sagu mutiara atau pacar cina dimasak dengan air dan gula dan dimasak hingga mendidih dan tekstur berubah menjadi lengket dan kental. Yang terakhir adalah biji salak. Ada yang berbeda dengan bubur biji salak milik Bu Darmini. 

Jika biasanya orang-orang mengetahui bahan dasar pembuatan biji salak adalah ubi jalar yang dicampur dengan tepung tapioka, tidak dengan biji salak buatan Bu Darmini. Beliau tetap memakai ubi sebagai bahan utamanya, namun beliau hanya memotong seukuran dadu dan tidak diolah menggunakan tepung tapioka, selain ubi jalar beliau juga menambahkan kelapa muda yang diserut memanjang dan nangka. 

Jadi, dalam satu jenis bubur biji salak milik Bu Darmini, kita bisa memakan bubur dengan 3 tekstur sekaligus. Ubi jalar yang empuk, kelapa yang renyah, dan nangka yang legit.

Dalam pembuatan 4 jenis jenang tersebut, Bu Darmini memulai nya setelah shubuh. "Habis shubuh, jadi pas datang semuanya masih panas, santannya pans, gulanya panas. Jadi orang-orang kalo mau makan harus ditiup dulu." Ucap Bu Darmini sembari memberi saran jika ingin menikmati jenang yang masih panas datang ke pasar sekitar jam 9. 

Beliau juga menambahkan pernyataan, bahwa dari dulu hingga sekarang jenis bubur tetap konsisten di 4 jenis. Tidak ada tambahan untuk jenis jenang, hanya tambahan porsi setiap jenisnya. "ngga pernah mbak, kalo nambah ya dari 1 panci tambah setengah panci lagi. Dari dulu ya cuma 4 macam ini mbak." Tambah Bu Darmini.

Buka mulai dari jam 9 pagi dan tutup sampai sehabisnya. Namun, adakalanya dagangan Bu Darmini tak habis dan masih menyisakan beberapa porsi, sekitar jam 5 sore ketika pasar sudah mulai sepi, Bu Darmini akan bersiap-siap untuk tutup. "Kalo ngga habis, saya bagiin ke tetangga mbak." 

Dan benar saja, tampak Bu Darmini membungkus beberapa porsi jenang untuk dibagikan kepada penjual pakaian yang ada di sampingnya. Dengan begini, Bu Darmini dapat memastikan kepada para konsumen jika jenang mimliknya fresh dibuat dihari yang sama bukan dari sisa kemarin kemudian diolah kembali.

satu porsi jenang bu darmini. dok.pribadi
satu porsi jenang bu darmini. dok.pribadi

Dalam 1 gelas plastik berukuran sekitar 10 oz, pepmbeli sudah bisa memilih jenis bubur apa saja yang diinginkkan. Tak lupa beliau menuangkan santan dan gula merah cair, menambah kelegitan jenang Bu Darmini. Walau tampak sedikit namun ketika menghabiskan satu porsi, perut sudah merasa kenyang.

Bu Darmini berjulan di pojok pintu keluar pasar. Tidak ada biaya sewa tempat, namun dari kebjakan pemerintah setempat, beliau diharuskan membayar karcis di BPD Yogyakarta. "Ngga mbak, cuma bayar karcis di BPD. Kantor itu lo mbak yang dipojok, ada Bank BPD." Jelas beliau tanpa menyebut nominal yang harus dibayarkan.

Karena berjualan sudah lebih dari 20 tahun, tentu jenang Bu Darmini juga melewati masa-masa pandemi Covid-19. "Libur 13 bulan mbak, di rumah juga ngga bisa ngapa-ngapain. Cuma jualan melon." Jelas Bu Darmini. Namun istilah jualan melon yang dimaksud adalah hanya rebahan saja, tidak melakukan aktivitas apapun. 

Orang Jawa menyebutnya cuma 'glundang-glundung' seperti melon. Beliau juga menambahkan bahwa setelah pandemi mereda, beliau hanya bisa berjualan dihari Sabtu dan Minggu. Karena peraturan pemerintah yang masih melarang masyarakat berkerumun dan harus menerapkan protokol kesehatan.

Ciri Khas Jenang Bu Darmini

Rasa yang seimbang. Jenang sumsum yang cenderung memiliki rasa gurih dicampur dengan 3 jenis jenang berasa manis membuat perpaduan rasa yang pas. Serta campuran santan dan gula merah menambah cita rasa yang kompleks namun tidak bikin eneg. Sehingga cocok di lidah berbagai kalangan.

Rasa dan tempat yang konsisten membuat para pelanggan tidak pergi dan selalu datang kembali untuk membelinya. "Ngga mba, nyari pelanggan susah. Kalo pindah-pindah bikin pelanggan bingung." Ungkap Bu Darmini. Bu Darmini juga mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengikuti festival-festival kuliner yang ada di Yogya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun