27 mei 2024, terdengar biasa saja bagi kita orang awam. Namun, tepat pada hari ini 18 tahun yang lalu, terjadi gempa luar biasa yang mengguncang beberapa wilayah Yogyakarta. Gempa dan isu tsunami, ekonomi lumpuh, rumah sakit penuh, menyisakan trauma yang hebat. Menjadi salah satu bencana alam terparah di Indonesia menimbulkan bekas luka yang mendalam bagi para keluarga korban.
Gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Ritcher yang terjadi selama 57 detik mengakibatkan kehancuran luas dan kehilangan nyawa yang signifikan. Tragedi ini tidak hanya menimbulkan kerugian materi yang besar, namun juga meninggalkan luka psikologis yang mendalam bagi masyarakat setempat. Delapan belas tahun berlalu, namun ingatan akan bencana tersebut tetap melekat dalam benak banyak orang, mengingatkan kita akan pentingnya kesiapsiagaan dan solidaritas dalam menghadapi bencana.
Gempa bumi tersebut terjadi pada pagi hari sekitar pukul 05.55 WIB. Berpusat di Sesar Opak, Kabupaten Bantul dengan kedalaman 33 km. Sesar Opak merupakan patahan aktif yang melalui wilayah tengan Provinsi Yogyakarta. Sesar ini bergerak aktif sehingga kerap kali menjadi penyebab utama terjadinya gempa bumi di Yogyakarta. Tak hanya Yogyakarta dan sekitarnya, guncangan tersebut terasa hingga wilayah Blitar, Jawa Timur dan Bali.
Dampak yang dirasakan
Bersadarkan data dari BMKG, korban untuk wilayah DIY dan Klaten mencapai 4.772 orang meninggal dunia. 17.772 orang luka-luka, serta 240.831 rumah dan bangunan alami kerusakan. Sementara itu di beberapa wilayah Jawa Tengah ada 1.010 korban meninggal, 18.527 luka-luka, dan 185.246 bangunan rusak. Setelah dikalkulasi, kerugian finasial mencapai 29,1 triliun. Gempa ini merupakan salah satu bencana alam paling merugi di Indonesia setelah gempa bumi yang melanda Aceh tahun 2004 silam.
Ribuan rumah rusak berat bahkan rata dengan tanah, menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Kerusakan juga melanda infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, sekolah, dan rumah sakit. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangatlah besar. Banyak usaha kecil dan menengah hancur, mengakibatkan hilangnya mata pencaharian bagi banyak keluarga. Sektor pariwisata, yang merupakan salah satu penopang ekonomi Yogyakarta juga terdampak akibat kerusakan situs-situs wisata dan berkurangnya jumlah wisatawan. Listrik di rumah warga juga padam, operasional Bandara Adisutjipto terhenti, stasiun kereta api pun mengalami kerusakan.
Gempa yang terjadi pada saat itu dibarengi dengan isu tsunami membuat warga semakin panik dan berbondong-bondong menjauh dari daerah pantai selatan, mengakibatkan kemacetan parah. Trauma psikologis adalah salah satu dampak jangka panjang yang dirasakan penyintas. Ketakutan akan gempa susuan, kehilangan anggota keluarga, dan kondisi kehidupan yang sulit di pengungsian memperparah penderitaan mereka saat itu.
Upaya pemulihan dan rehabilitasi
Setelah gempa terjadi, berbagai organisasi kemanusiaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, bersama dengan pemerintah memberikan bantuan darurat. Tim SAR bekerja keras untuk mengevakuasi korban dari reruntuhan. Sementara bantuan makanan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya disalurkan ke daerah-daerah terdampak. Â
Warisan budaya Candi Prambanan tak luput dari guncangan gempa. Material dan struktur candi mengalami kerusakan, sehingga kompleks candi dipenuhi dengan reruntuhan. Upaya pemugaran pun dilakukan secara seksama dan maksimal dengan melibatkan berbagai pihak dan UNESCO. Hingga akhirnya pemugaran pun selesai pada tahun 2014 dan diresmikan oleh Wapres RI kala itu, Prof. Boediono pada 19 Oktober 2019.
Selain memperbaiki situs-situs bersejarah, upaya rekontruksi juga segera dilaksanakan untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak. Fokus utama adalah membangun rumah yang lebih tahan gempa, memperbaiki fasilitas umum, dan memulihkan layanan dasar seperi air bersih dan listrik. Serta program pendampingan psikososial dijalankan untuk membantu penyintas mengatasi trauma. Layanan konseling, dukungan, dan kegiatan komunitas diadakan untuk memperbaiki kesejahteraan mental dan emosional masyarakat.
Tragedi ini mengingatkan kita akan kesiapsiagaan bencana. Pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang tindakan yang harus diambil sebelum, selama, dan setelah gempa bumi dapat mengurangi risiko korban jiwa dan cedera. Tidak lupa untuk selalu berdo'a dan berserah diri kepada Allah SWT. agar selalu diberikan perlindungan dari berbagai marabahaya yang dapat menimpa kapan saja.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H