Spondylolisthesis adalah pergeseran dari satu vertebra di atas vertebra lain ke arah anterior atau posterior yang dapat menyebabkan stenosis spinalis. Stenosis spinalis dapat mengakibatkan disfungsi kandung kencing dan usus. Pada pergeseran yang progresif, dapat terjadi facet hipertrofi, penebalan ligamentum flavum, dan bulging diskus difus yang menyebabkan kompresi cauda equina.Â
Artikel ini membahas secara mendalam penggunaan berbagai modalitas pencitraan, yaitu Computed Tomography (CT) scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), dalam diagnosis penyakit Sypondylolisthesis. Penelitian telah menemukan hubungan antara ketebalan ligamentum flavum dengan spondylolisthesis. Rerata ketebalan ligamentum flavum pada grade I spondylolisthesis sebesar 4.91 mm, sedangkan pada grade II sebesar 6.08 mm. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara spondylolisthesis
Pendahuluan
Spondylolisthesis adalah pergeseran dari satu vertebra di atas vertebra lain ke arah anterior atau posterior yang dapat menyebabkan stenosis spinalis. Stenosis spinalis dapat mengakibatkan disfungsi kandung kencing dan usus. Pada pergeseran yang progresif, dapat terjadi facet hipertrofi, penebalan ligamentum flavum, dan bulging diskus difus yang menyebabkan kompresi cauda equina.
Modalitas pencitraan standar untuk deteksi patologi diskus intervertebralis adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed Tomography (CT). MRI dapat mendefinisikan pergeseran corpus vertebra dan kompresi elemen saraf melalui pencitraan bidang aksial dan sagital. CT scan dapat menunjukkan taji tulang apapun yang dapat menempel ke tulang punggung dan mengambil ruang di sekitar saraf tulang belakang. Penelitian ini dilakukan untuk  mengetahui hubungan spondylolisthesis dengan penebalan ligamentum flavum pada pemeriksaan MRI. (Trilia Kurniati,2016).
Spondylolisthesis merupakan pergeseran dari satu vertebra diatas vertebra yang lain ke arah anterior atau posterior yang dapat menyebabkan stenosisspinalis, sehingga mengakibatkan disfungsi kandung kencing dan usus. Pada pergeseran yang progresif, dapat terjadi facet hipertrofi, penebalanligamentum flavum, dan bulging diskus difus yang menyebabkan kompresi caudaequina. Selain itu dapat mengakibatkan nyeri punggunghebat, saddle anesthesia, disfungsi seksual, paraplegi dan gangguan gaya berjalan (Indonesia,2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penebalan ligamentum flavum pada spondylolisthesis adalah Grade Spondylolisthesis Penebalan ligamentum flavum meningkat seiring dengan peningkatan grade spondylolisthesis. Pada penelitian oleh Trilia Kurniati, rerata penebalan ligamentum flavum pada grade I sebesar 4.91 mm, sedangkan pada grade II sebesar 6.08 mm.Â
Lokasi Spondylolisthesis Penebalan ligamentum flavum lebih sering terjadi pada level VL 4-5 (64.2%) dan VL 5-S1 (25.9%). Rerata usia pasien spondylolisthesis 51-60 tahun, dengan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (65.4% vs 34.6%). Perempuan lebih banyak terpengaruh oleh penebalan ligamentum flavum daripada laki-laki. (Septiani,2022)
Modalitas pencitraan standar untuk deteksi patologi diskusintervertebralis adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI), karena merupakanteknik non invasif yang dapat mendefinisikan pergeseran corpus vertebra dan kompresi elemen saraf melalui pencitraan
bidang aksial dan sagital.Â
MRI jugasangat sensitif mengkonfirmasi dan mengevaluasi diagnosis klinis spondylolisthesis. Kelebihan MRI dibandingkan modalitas pencitraan yang lain adalah kurangnya radiasi yang ditimbulkan, kemampuan pencitraan multiplanar, pencitraan jaringan lunak tulang belakang yang sangat baik dan menunjukkan lokasi yang tepat dari perubahan diskus intervertebralis. (Yuliawati,2020)
Penyebab alamiah spondylolisthesis adalah ketidakstabilan tulang belakang. Ketidakstabilan ini memiliki efek buruk pada diskus tepat di bawah vertebra yang displace dan dapat mempengaruhi perkembangan perubahandegeneratif untuk tingkat sedang sampai berat. Spondylolisthesis memiliki duaetiologi utama, spondylolisis dan
degenerative.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah modalitas pencitraan standar untuk deteksi patologidiskus intervertebralis, karena merupakan teknik non invasif yang dapat mendefinisikan pergeseran corpus vertebra dan kompresi elemen saraf melalui pencitraan bidang aksial dan sagital. MRI juga sangat sensitif untuk mengkonfirmasi dan mengevaluasi diagnosis klinis spondylolisthesis.Â
Kelebihan MRI dibandingkan modalitas pencitraan yang lain adalah kurangnya radiasi yang ditimbulkan, kemampuan pencitraan multiplanar, pencitraan jaringan lunak tulang belakang yangsangat baik dan menunjukkan lokasi yang tepat dari perubahan diskusintervertebralis.
 Sekuen spin-echo dan fast spin-echo dapat digunakanuntuk akuisisi gambar dalam bidang ini. Teknik fat-saturation juga dapatditerapkan untuk meminimalkan sinyal dari lemak dan untuk membawakeluar sinyal dari struktur cairan (misalnya, edema tulang).Â
Sekuengradien-echo juga dapat digunakan, yang memberikan keuntunganakuisisi gambar yang lebih cepat, membatasi masalah yang berkaitandengan gerak. Intensitas sinyal tinggi dapat dilihat pada parsinterarticularis dengan sekuen T2WI (T2 weighted image). Temuan ini menunjukkan adanya cairan, pseudarthrosis, atau edema tulang dariinfeksi. Penyakit degeneratif juga
dapat dilihat. (Simanjuntak,2021).
Penyempitan ruang diskus juga harus dicari yang pada T2WI memberikan intensitas sinyal rendah. Penyempitan diskus ini menyebabkan subluksasi superoinferior pada sendi facet pada tingkat penyakit, sehingga terjadi anterolisthesis atau retrolisthesis. Perubahan sumsum reaktif juga harus dicari, ini terlihat pada corpus vertebra yang berdekatan dengan diskus dan juga dalam sumsum berdekatan dengan sendi facet dan infeksi yang dapat jelas pada intensitas sinyal cairan tampak hiperintense pada T2WI.Â
Penyakit lain yang menyebabkan responsklerotik (misalnya, penyakit Paget) mengakibatkan intensitas sinyal rendah pada semua sekuen dan dapat mengakibatkan intensitas sinyal abnormal pada pars interarticularis. Temuan khas adalah penyempitan signifikan dari cauda equina terkait dengan penyempitan kanalisvertebralis, penebalan dan buckling dari ligamentum flavum, dan hipertrofi facet joint yang berdekatan. Semua faktor ini berkontribusi pada gejala stenosis tulang belakang. (Trilia Kurniati,2016).
Computed Tomography (CT)
CT tulang belakang dapat dilakukan dengan atau tanpa contrasenhancement intratekal. Gambar aksial diperoleh dari bidang sejajardengan ruang diskus pada setiap level yang dicitrakan. Rekonstruksi gambar sagital juga diperoleh dengan menggunakan
pengolahan pasca-akuisisi perangkat lunak.Â
Bone window (misalnya, 1.500/ 300 HU) dan soft tissue window (misalnya, 300/ 30 HU) adalah pengaturan yang digunakan. CT menunjukkan alignment dari facet joint dan perubahan degeneratif. Pergeseran asimetris dari facet menyebabkan rotasi komponen pada spondylolisthesis tersebut.Â
CT juga sangat baik untuk tindak lanjut evaluasi penyembuhan, untuk menyingkirkan lesi lain (misalnya, osteoid osteoma) ketika ada presentasi atipikal, dan untuk perencanaan bedah pada kasus
vertebra displastik atau hubungan anomali.
Ada beberapa kelemahan dalam menggunakan pencitraan CT. Salah satunya adalah penggunaan dosis radiasi yang relatif tinggi, dan juga fakta bahwa biasanya hanya tiga segmen inferior yang digambarkan dan mungkin stenosis level diatasnya tidak akan divisualisasikan.
Ligamentum flavum merupakan jaringan ikat yang mempengaruhi stabilitas intrinsik tulang belakang, mengendalikan gerakan intervertebralis, dan mempertahankan permukaan yang halus dari dural sac posterior. Degenerasi dari LF lumbal dapat menyebabkan lumbar spinal stenosisdan root pain. Penebalan LF dianggap sebagai penyebab penting dari radikulopati pada penyakit degeneratif lumbal.Â
Nyeri pinggang bawah akibat dari penyakit degeneratif tulang belakang lumbosakral merupakan penyebab utama morbiditas, kecacatan, dan hilangnya produktivitas. Dengan meningkatnya jumlah usia lanjut pada populasi mengakibatkan meningkatkan proporsi dari orang dewasa dan usia lanjut, sehingga masalah nyeri lumbosakral menjadi masalah kesehatan yang signifikan.Â
Karena perkembangan yang lambat dari penyakit, diagnosis dapat secara signifikan tertunda. Mengingat efek yang berpotensi merugikan dari kondisi ini, maka diagnosis dan pengobatan yangcepat sangat penting untuk hasil positif. Studi patofisiologi ligamentum flavum menekankan pada faktor yang mempengaruhi ketebalannya, terutama dalam hal ketidakstabilan segmen. (Yueniwati, 2014).
Kedokteran Nuklir
Spondylolisthesis adalah kondisi medis di mana salah satu tulang belakang (vertebra) tergelincir dari tempatnya dan berpindah ke depan atau ke belakang di atas tulang di bawahnya. Ini dapat menyebabkan nyeri punggung dan masalah neurologis.Â
Bone scan adalah salah satu metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi pada spondylolithesis, bahan radiofarmaka yang digunakan adalah TC-99m MDP (Methylene Diphosphonate) karena sifatnya sangat baik untuk pemeriksaan tulang beberapa tahap dalam pemeriksaan bone scan. Pasien akan disuntik dengan Tc-99m MDP, dan setelah beberapa waktu (biasanya sekitar 2-4 jam), dilakukan pemindaian menggunakan kamera gamma untuk mendeteksi distribusi tracer di tulang belakang.
Kemudian tahap untuk mendiagnosis pada kelainan spondyloliesthesis, diantaranya:
- Deteksi Aktivitas Osteoblastik
Bone scan menggunakan tracer radioaktif yang disuntikkan ke dalam tubuh. Tracer ini berkumpul di area dengan aktivitas osteoblastik (pembentukan tulang) yang tinggi, yang sering terjadi di area yang terkena spondylolisthesis - Identifikasi Fraktur
Bone scan dapat membantu mengidentifikasi fraktur pars interarticularis, yang sering kali menjadi penyebab spondylolisthesis, terutama pada tipe isthmic.
Penilaian Peradangan atau Infeksi
Bone scan dapat mendeteksi peradangan atau infeksi di tulang belakang yang mungkin berhubungan dengan spondylolisthesis.Lokalisasi Nyeri
Dalam kasus di mana penyebab nyeri punggung tidak jelas, bone scan dapat membantu mengidentifikasi lokasi spesifik dari perubahan patologis di tulang belakang.
Meskipun bone scan dapat memberikan informasi berharga, biasanya ini bukan satu-satunya alat diagnostik yang digunakan. Diagnosis spondylolisthesis seringkali juga memerlukan pencitraan lain seperti X-ray, CT scan, atau MRI untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai struktur tulang belakang dan jaringan di sekitarnya.
Kesimpulan
Ada hubungan antara spondylolisthesis dengan penebalan ligamentum flavum pada pemeriksaan MRI. Rerata ketebalan ligamentum flavum pada grade I spondylolisthesis sebesar 4.91 mm, sedangkan pada grade II sebesar 6.08 mm. CT Scan dapat menunjukkan taji tulang apapun yang dapat menempel ke tulang punggung dan mengambil ruang di sekitar saraf tulang belakang. CT Scan juga digunakan untuk membantu menyingkirkan diagnosis penyakit lain, seperti osteofit, endplate sclerosis, dan vacuum disc.Â
Korelasi antara ketebalan ligamentum flavum dengan spondylolisthesis pada pemeriksaan MRI dan CT menunjukkan bahwa penebalan ligamentum flavum dapat terjadi pada kasus spondylolisthesis, terutama pada grade II.Â
Hal ini dapat berkontribusi pada kompresi cauda equina dan stenosis spinalis yang dapat menyebabkan disfungsi kandung kemih dan usus. Pada Kedokteran Nuklir, Â dengan bone scan dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi lokasi spesifik dari perubahan patologis di tulang belakang yang dapat menjadi penyebab dari terjadinya spondylolisthesis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H