Mohon tunggu...
Shofia Hidayatillah
Shofia Hidayatillah Mohon Tunggu... -

Follow me @shofiafia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

“Wisata Edukasi” Semangat Berkontribusi Untuk Mengabdi

21 September 2013   22:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:34 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu (13-4-2013), program kerja dari Departemen Pengabdian Masyarakat BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Universitas Diponegoro dan Unit Kegiatan Kemahasiswaan PIRC (Penalaran Ilmiah Research Club) FKM Undip mengadakan acara kunjungan ke Desa Wisata, program lanjutan dari kegiatan pelatihan Research and Comdev (Community Development). Para peserta Comdev FKM UNDIP berkumpul di Gedung Serba Guna Undip Tembalang untuk mengikuti acara kunjungan di Kampung Sukunan, Wates, Yogyakarta. Rombongan berangkat pukul 07.30 WIB dengan menggunakan satu buah bus dan tiba pada pukul11.00 WIB. Rangkaian acara pelatihan Comdev ini sendiri dilaksanakan dua hari yaitu Sabtu (6-4) dan hari kedua Sabtu (13-4). Hari pertama merupakan sebuah pemaparan materi tentang apa pentingnya Riset sebelum melakukan pemberdayaan masyarakat dan hal-hal apa saja yang dilakukan untuk mengembangkan masyarakat. Dan hari kedua kegiatan yang dilakukan yaitu terjun langsung ke masyarakat yang mengalami pemberdayaan.

Diawali oleh seseorang yang memiliki kepedulian besar pada lingkungan dan masyarakatnya, memulai dengan memberikan keteladanan bagi masyarakat. Tujuan pertama yang dikunjungi adalah Dusun “Kampung” Sukunan yaitu sebuah desa yang masyarakatnya peduli terhadap lingkungan. Dusun sukunan terletak di Desa Banyuraden, Kec. Gamping, Kab. Sleman, Yogyakarta. Tiba di kampung Sukunan merasakan asrinya sebuah desa yang memiliki persawahan yang luas namun juga sudah berdiri beberapa perumahan elite.

Para peserta antusias saat mendengar pemaparan dari Bapak Iswanto selaku penggagas desa peduli lingkungan tersebut. Beliau yang juga seorang dosen di Poltekkes Yogyakarta, menyadari bahwa lahan sempit pekarangan rumah tidak mampu menampung sampah yang diproduksi dari keluarganya. Timbullah sebuah ide untuk mengelola sampah, agar tidak ada warga yang membakar sampah karena bisa terjadi polusi udara. Terlebih di Kampung Sukunan tidak ada petugas dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terdekat karena warga enggan untuk membayar petugas kebersihan tersebut.Dengan dasar niat dan semangat, beliau menyampaikan gagasan ke kelompok ronda, namun dari 24 warga yang setuju hanya 4 orang saja. Lambat laun tanggapan dari warga dinilai positif dan akhirnya mengikuti instruksi dan penjelasan dari Pak Iswanto untuk ikut andil dalam membangun masyarakat memilah sampah. Uniknya beliau belajar langsung dengan pemulung selama seminggu lamanya, menurutnya ternyata hampir semua sampah berharga setelah dipilah-pilah pemulung.

Tanpa kenal lelah Pak Iswanto pun mengajukan proposal dana ke pemerintah dan lembaga-lembaga di bidang lingkungan namun selalu gagal. Alhasil suatu ketika beliau bertemu dengan dua pasutri asal Australia yang tertarik dengan gagasan tentang ide pengelolaan sampah kemudian didanai sebagai modal awal instrumen yang dibutuhkan. Namun setelah 5 tahun mendapat sokongan dana dari warga Australia yang begitu peduli terhadap lingkungan, Pak Iswanto memutuskan untuk mandiri karena dirasa dana yang terkumpul cukup untuk pengelolaan selanjutnya.

13797755002078330557
13797755002078330557

Sistem yang berjalan dalam pengelolaan sampah yaitu sampah dibagi menjadi 3 kelompok, pertama sampah yang laku dijual contoh kertas; kedua, sampah dapat diolah di masyarakat contoh logam, plastic, dan kaca; ketiga, sampah tidak laku dijual dan diolah di masyarakat contoh pembalut dan popok bayi. Sampah-sampah tersebut di buang pada 3 buah drum tempat sampah yang ada di setiap 15 rumah dengan pembagian sampah plastik, kertas dan botol, kaleng. Banyak produk kerajinan tangan yang dihasilkan di dusun sukunan seperti tas, bantal kursi dari plastik sabun cuci dan bungkus makanan, kursi yang berasal dari ban bekas dan lain sebagainya. Banyak pemesanan yang datang dari luar kota bahkan sampai di ekspor keluar negeri. Pembelajaran yang didapat dari kampung sukunan yaitu membatasi dan mengurangi sampah yang tidak dapat di daur ulang dan menjaga lingkungan agar tidak tercemar. Para peserta dan panitia Comdev begitu mengapresiasi kegiatan masyarakat Kampung Sukunan yang sadar lingkungan tentang cara pengelolaan sampah. Menilik visi kampung sukunan yaitu menjadi kampung wisata lingkungan yang mandiri, produktif, dan ramah lingkungan. Semoga ilmu yang didapat bisa bermanfaat dan berkembang untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan ilmu inilah yang akan menjadi bekal bagi kami, mahasiswa yang tergabung dalam tim comdev FKM untuk memberdayakan masyarakat di Rowosari.

1379775697803715896
1379775697803715896

Seusai kunjungan di kampung Sukunan, rombongan menuju tempat oleh-oleh bakpia pathok dan kawasan belanja Malioboro, perjalanan yang cukup melelahkan tapi menyenangkan karena seluruh peserta berjalan kaki mengelilingi kampung Sukunan dan berbelanja di Malioboro. Rombongan tiba di Semarang dengan selamat pukul 22.00 WIB. (Shofia Aji Hidayatillah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun