Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh rahmat dan ampunan dimana pada bulan yang suci ini semua umat muslim di dunia berlomba-lomba menyambutnya dan berharap bisa mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya. Terkhusus di Indonesia, kedatangan bulan Ramadan sangat dinanti karena suasananya yang begitu spesial dan kental. Ada bedug Adzan yang membangunkan saat tiba waktu sahur, kemudian saat berbuka akan ramai bazar danpasar dadakan yang menjual berbagai menu berbuka puasa, suasana Masjid pun menjadi lebih semarak untuk melakukan tadaruz Al-Qur'an dan sholat Tarawih bersama. Puncaknya saat lebaran semua sanak saudara yang mungkin lama tidak pulang kampung dan lama tidak bertemu akan beramai-ramai "mudik" merayakan lebaran. Akan tetapi, semua hal ini sama sekali berbeda dengan suasana Ramadan di luar negeri, salah satunya di kota tempat penulis saat ini menimba ilmu yaitu di Nanjing Tiongkok.
Dengan mayoritas penduduknya yang berpaham komunis (atheis) sebagian lainnya memegang teguh sistem kepercayaan Konghucu dan Tao, praktis umat Islam merupakan minoritas di negeri Tirai Bambu. Namun hal unik dan menarik yang ditemui penulis yaitu adanya toleransi yang cukup baik dari institusi negara dan maupun penduduk Tiongkok sendiri. Pemerintah Tiongkok, khususnya otoritas kota Nanjing memang memiliki regulasi terkait masalah perijinan dan keamanan untuk pelaksanaan kegiatan keagamaan di Masjid. Semisal Sholat Jum'at namun mereka tetap menghargai dan memberikan kebebasan untuk beribadah dan menjalankan puasa Ramadhan di Kota Nanjing. Umat muslim yang penulis temui di kota Nanjing sebagian besar merupakan Muslim China Uighur (Xinjiang), Dongxiang, Kyrgiyz, Salar, Tajik, Uzbek, dan beberapa mahasiswa Indonesia dan Pakistan.Â
Hikmah dan makna puasa Ramadhan sebenarnya tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan diri dan hati dari emosi dan segala sesuatu yang membatalkan puasa, Â dengan waktu yang khusus yaitu dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Oleh karena itu, walaupun suasana Ramadan terasa berbeda di negeri yang berbeda, namun hikmah dan makna puasa Ramadhan di Tiongkok pada dasarnya sama dengan di tempat manapun di muka bumi ini.Â
Perbedaan suasana Ramadan di Kota Nanjing Tiongkok yang sangat terasa dibanding di tanah air adalah kondisi cuacanya. Tiongkok adalah negara yang beriklim subtropis, mempunyai empat musim yaitu musim semi (chuntian), panas, (xiatian), gugur (qiutian) dan dingin (dongtian). Pada musim dingin, siang lebih pendek dibandingkan malam, sedangkan pada musim panas sebaliknya, siang akan lebih lama dibandingkan malam hari.
Seperti kita ketahui bersama, kalender Islam berbasiskan pada pergerakan bulan yang memiliki siklus bulanan sedikit berbeda dengan total jumlah hari pada kalender Masehi. Oleh karena itu, bulan Ramadan setiap tahunnya bergeser terus sekitar 10-11 hari jika dinyatakan dalam kalender Masehi, sehingga bulan Ramadan dapat terjadi di musim semi, panas, gugur, ataupun dingin, tergantung pada tahun pada saat itu.
Bulan Ramadan 1438 H atau pada tahun 2017 ini, dimulai pada minggu terakhir bulan Mei hingga akhir bulan Juni. Bulan-bulan ini merupakan puncaknya musim panas di Tiongkok. Selain panasnya, yang memberikan tantangan dari musim panas di Tiongkok adalah rasa gerah karena tingkat kelembapannya yang sangat tinggi. Selain karena suhu yang cukup panas, waktu siang di Tiongkok lebih panjang sehingga akan semakin melengkapi perjuangan untuk melakukan puasa Ramadan.
Sahur dilakukan sebelum jam 3 pagi, sedangkan buka puasa atau pelaksanaan sholat Maghrib dilakukan sekitar jam 7 malam, jadi setidaknya kita berpuasa selama 16-17 jam. Kondisi musim panas seperti ini mengakibatkan muslim di Tiongkok kadang merasa berat melakukan puasa. Diawal bulan Ramadan, penulis juga sempat merasakan tantangan durasi berpuasa yang terasa cukup lama di banding di negeri sendiri yang kadang-kadang pada pukul empat sore perut sudah "bernyanyi".Â
Walaupun cukup banyak cobaan yang dihadapi tidak lantas menjadi penghambat dan menurunkan kualitas ibadah puasa kita selama bulan Ramadan. Beberapa aktivitas yang penulis dan teman-teman bisa lakukan untuk tetap bersemangat melaksanakan puasa jika sedang berada di luar negeri antara lain:
* Aktif dalam kegiatan Ramadan dengan beberapa teman atau perkumpulan di sekitar lingkungan, baik dengan teman-teman Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) maupun teman-teman dari negara yang berbeda. Salah satu contohnya adalah mengadakan buka puasa bersama dan sholat Tarawih berjamaah.Â
*Â Sesekali (atau kalau mampu setiap hari) menyempatkan diri ke masjid agar bisa bertemu dengan banyak teman seperjuangan dan mendapatkan siraman rohani sehingga bisa tetap menjaga diri kita tetap bersemangat menjalankan puasa ramadan.
* Mengurangi kegiatan di luar ruangan yang tidak terlalu penting sehingga mencegah dehidrasi, melakukan buka puasa dan sahur teratur, minum yang banyak di saat sahur, berada di tempat yang sejuk, dan sebaiknya pada siang hari gunakan untuk beristirahat karena malam hari bisa difokuskan untuk ibadah.
*Â Jauh dari keluarga terutama kedua orang tua sangat menyimpan kerinduan yang mendalam. Sedih rasanya tidak bisa ngumpul bareng keluarga menjalani hari-hari di bulan Ramadan. Walaupun tidak bisa bertemu secara fisik mengunakan sarana media sosial semisal Skype, Whatsapp, ataupun Wechat bisa menjadi alternatif untuk tetap dekat dengan keluarga.
Tinggal di luar negeri semasa bulan Ramadan memang menjadi suatu tantangan tersendiri dan realitanya memang lebih enak berpuasa di tanah air. Tetapi walaupun tidak semeriah di negeri kita, Nuansa Ramadan di luar negeri akan menjadi perjalanan ibadah puasa yang unik dan berbeda. Perjuangan berpuasa dan melakukan berbagai aktivitas ibadah bulan Ramadan di negeri Tirai Bambu akan menjadi momen yang berkesan dan tidak terlupakan.
HappyEid Mubarak everyone^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H