Malam 30S, malam Indonesia dipecahkan. Yang jelas sejak saat itu, ada pendukung Sukarno dan ada pendukung Suharto. Malam ini layaknya disebut “Malam Lahirnya Pengkhianatan”. Karena sejak malam tersebut sikap “khianat” terus lahir dan berkembang dibumi Nusantara. Semua terpecah belah, mulanya kecil..tapi perlahan menjadi besar dan menjijikkan.
Sampai sekarangpun, malam 30S tahun 2013.. aroma perpecahan tersebut kian kental. Orang-orang yang tidak suka pada Orde Baru, akan memenuhi memorinya dengan segala keperkasaan dan cerita magis tentang Sukarno. Dan mungkin sebaliknya, para pendukung Suharto berpikir bahwa Indonesia akan lebih baik tanpa Sukarno yang flamboyan.
Saya tidak akan berpanjang-panjang.. biarlah para ahli sejarah sok populer (yang lucunya) lebih percaya kepada Dokumen Intelejen Asing basi - daripada kesaksian bangsa sendiri terus melakukan karya-karya “perpecahan” mereka. Tidak tahu yang membiayai siapa.. Kok senang sekali membuyarkan fakta sejarah dan menjelek-jelekkan pemerintahan sendiri..???
Sekali lagi biarlah! Surya kebenaran akan muncul dan menyibakkan Kesaktian Pancasila dipagi keesokan harinya. Seperti menurut Sukarno, “pertumpahan darah dalam revolusi adalah hal biasa”, begitu juga ungkapan Suharto kembali terngiang “mikul dhuwur mendem jero” yang kira-kira artinya.. kenanglah hal-hal yang mulia, bukan yang buruk.
Anggap sepi saja para aktivis itu, saksikanlah kalau mereka sudah mendapatkan upahnya lewat malam-malam penuh pesta pora menertawakan sendi-sendi negara, mabuk dan hina. Mereka ini suka menyuarakan suara-suara orang tertindas, tapi hanya membuatnya jadi drama sedih yang tragis-demi sesuap nasi, secuil popularitas, dan segenggam nafsu. Mengarahkan fitnah keji kepada "sasaran tembak" mereka, yang sudah ditentukan para "Sengkuni-sengkuni Tua". Bersembunyi dibalik gelar-gelar sekolahan luar negeri yang didapatkan dari berkompromi terhadap cita-cita bangsa, hidup jadi "revolusioner intelektuil bayaran".Dari cara berbicaranya terlihat, sama sekali tidak ada semangat pengorbanan dan pengabdian.
Beda sekali dengan Sukarno, maupun Suharto. Walaupun para bapak bangsa ini berbeda, misalkan yang satu banyak bicara menggelegar dan yang satu diam.. tapi hati mereka sama. Hati yang menginginkan Indonesia Raya yang rakyatnya bersatu, adil, makmur dan sejahtera.
Berikut ini fakta.Yang jelas, ketika beberapa waktu lalu saya mengunjungi makam Sang Proklamator.. (dimalam hari, ditengah-tengah kunjungan tugas saya ke Surabaya) saya takjub! Kemegahan gerbang makam sungguh mengalahkan bangunan baru yang berada disisi bersebrangan.
Saya bisa merasakan penghormatan yang dalam dari pembangun makam tersebut. Lalu, sayapun bertanya kepada seorang abdi yang tugasnya sehari-hari menolong dan mendampingi para peziarah.. “Pak, yang membangun ini siapa?” hanya satu nama, yang disebutkannya..”Presiden Suharto, pak.”
Jadi Suharto lebih bersikap seperti seorang murid yang sangat menghormati gurunya, bukan seorang musuh. Kalau memang Suharto benci Sukarno.. tentu makam tersebut hanya akan dibuat seadanya.. kalau perlu dibuatkan seburuk mungkin.
Kalau tidak percaya, sekali-kali coba kunjungi Makam Bung Karno.
Tidak saudara-saudara! Kalau kalian sering dengar cerita bahwa.. “itulho, Suharto dulu kirim dokter hewan untuk Bung Karno dsbnya..” tutuplah kuping dan hati kalian. Itu hanya celoteh pemecah bangsa. Kedua ksatria ini (Sukarno&Suharto) harus membuat sebuah “lakon wayang” supaya Indonesia tidak jatuh ke”kiri” maupun ke “kanan”. Kita ini bangsa Besar yang “nonblok” dan menjaga perdamaian dunia.
Semoga renungan kecil ini, membuat kita semua lebih menghargai Pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mau jadi produk kebudayan intelektual kapitalis yang RAKUS dan sok pintar. Ataupun produk kiri yang memuja materialism dengan cara yang kelihatan berbeda, tapi tetep sama menyimpangnya. Jangan semua DIPIKIR..sesekali gunakanlah RASA.
Saya awal tahun lalu, bersama seorang kerabat dekat.. mengunjungi SASMITALOKA AHMAD YANI. Kediaman Jendral Ahmad Yani yang dipugar dan dijadikan museum. Saya mendoakan bangsa saya ditempat Pak Yani ditembak dan gugur. Saya bisa merasakan KESETIAAN dan KEBERANIAN Pak Yani. Jauh berbeda dengan rasa angkuh, liar dan kotor dari para aktivis perusak sejarah bangsa.
Kita ini bangsa besar, karena BERKETUHANAN dan BERKEPRIKEMANUSIAAN. Jangan mau dihasut jadi manusia materialistis yang tahunya menang sendiri, merekayasa, menipu dan memuaskan nafsu. Ingatlah diatas semua upaya adu domba ini dan upaya memecah belah bangsa Indonesia ini, TUHAN Yang Maha Besar akan melindungi Pancasila, sebagai falsafah satu-satunya yang mempersatukan NKRI. Inilah yang diinginkan kedua ksatria Pengawal Pancasila.. Sukarno dan Suharto.
Saya tutup dengan sebuah slogan perjuangan baru,
“GERINDRA MENANG! PRABOWO PRESIDEN!
Inilah awal persatuan kembali! Inilah awal KESETIAAN kembali! Inilah Awal BARU Bangkitnya KECINTAAN kita pada Indonesia. Biarlah dikumandangkan keseluruh Nusantara, sampai pelosok-pelosok yang termiskin dan terkecil.
Prabowo Subianto adalah figur PEMIMPIN PEMERSATU baru. Yang sudah kenyang menghadapi tipu daya pemecah belah dari para penjual bangsa dan aktivis busuk. Kita harus menyatukan langkah dan mendukung figur Ksatria Pelindung Bangsa Indonesia ini, jangan pernah takut dengan hasutan para aktivis busuk,terutama angkatan 1998 (Jiwa mereka sudah terjual). Sebentar lagi yang buruk-buruk ini akan tersapu bersih.
"Yang Tak Murni Biarlah Terbakar Mati. - Sukarno"
Sekali lagi, renungkanlah “Malam Lahirnya Pengkhianatan”, apapun yang dilakukan para antek-antek pemecah belah,tetaplah mengabdi dan setia pada cita-cita besar bangsa Indonesia. Indonesia Raya adalah karunia TUHAN yang seharusnya kita jaga dan pertahankan bersama. Jangan sampai dipecahkan lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H