Ketidakadilan semakin menjadi-jadi. Kehidupan di Indonesia semakin buruk sejak 1998. Memang indikator perekonomian makro menunjukkan perkembangan yang pesat. Kita bisa lihat di Jakarta, mobil-mobil mewah diatas Rp.400-an juta rupiah, mal-mal megah, kafe-kafe dan restoran yang menyajikan menu dengan harga diatas Rp.100.000/orang untuk sekali duduk makan, salon mewah menawarkan beragam jasa kecantikan, outlet fashion bermerk dengan harga sejutaan persatu baju batik, pusat “kebugaran” khusus pria dewasa yang menjanjikan berjuta “kenikmatan”,pesta pernikahan yang mengundang ribuan orang dsbnya.. saya tidak perlu menambahkan daftar diatas-mungkin dalam benak andapun terpikir berbagai macam keasyikan “premium” yang memanjakan semua indera manusia. Semua ini baik dan layak dinikmati.. Berbahagialah mereka yang mampu mengecap beragam kemewahan tersebut. Saya bangga dengan mereka, karena berarti perjuangan para rakyat menderita sebelum tahun 1940-an sudah berhasil..
Tapi, dengan jujur saya katakan.. saya LEBIH bangga dengan teman-teman yang berpeluh menembus terik matahari ditengah asap kotor Jakarta-diatas sepeda motor mereka. Mereka ini pahlawan. Jadi, lain kali anda dari dalam angkutan umum ataupun mobil melihat saudara sebangsa sedang naik motor bersesak-sesakkan..harusnya hati anda terbakar dengan semangat untuk berjuang lebih keras lagi untuk membangun Indonesia yang lebih ADIL & SEJAHTERA. Ya, menurut saya pengendara sepeda motor di Jakarta – mungkin, bisa disamakan dengan pejuang yang bertelanjang kaki di jaman revolusi fisik dulu..
Kenapa?
Bayangkan deh, kenalkah anda dengan seseorang yang sudah bekerja belasan tahun..tapi hanya membawa motor yang itu-itu saja? Nah..mereka-mereka ini punya semangat rela berkorban yang sangat besar. Misalkan saja si Kurnianto.. gajinya dua juta rupiah perbulan –itupun dikurangi dengan kasbonnya dikantor, yang mungkin jumlahnya beberapa ratus ribu setiap bulannya. Jangan harap dia bisa naik jabatan, dia hanya tamat sekolah menengah atas. Bekerja dibagian admin.
Tapi hari ini dia pulang kerumah dengan senyum tersungging, walaupun jaketnya tetap “asem-asem lembab” dibagian dalam dan bercampur aroma rokok serta matahari dibagian luar. Dia dan motor bututnya (sudah 6 tahun digunakan) berhasil menyisihkan beberapa puluh ribu setiap bulan.. dan setelah 7 bulan menahan diri-dia berhasil membawa ke rumah, sebuah tas dengan merek boneka ternama. Putri satu-satunya yang baru berumur 5 tahun sudah lama menginginkan tas tersebut. Sikecil sudah menunggu didekat pintu depan.. matanya berbinar, “Daddy..!” . Dan ketika tas pink bergambar boneka gadis pirang disibakkan pembungkusnya, senyum lebar keduanya muncul. Tanpa lepas jaket,Kurnianto menggendong sang birthday girl.. Bau harum yang membuat lapar sudah tercium dari dapur.
Inilah yang saya sebut dan tuliskan besar-besar ..PAHLAWAN.
Tanpa sadar, kemajuan ekonomi yang dahsyat belasan tahun belakangan ini..membuat orang-orang yang berhasil “bangkit” dari krisis ekonomi – berubah menjadi pribadi dingin yang materialistis. Mereka kenal “harga” tapi tidak mengerti “nilai”.
Lho, kan sama?
Begini, biar saya perjelas sebentar.. walaupun bukan ahli dalam bidang bahasa, secara singkat saja – mungkin seperti ini, “harga” itu lebih kepada hal-hal yang kelihatan tercantumkan disuatu barang. Sementara, “nilai” adalah hal-hal yang “tidak terlihat” yang melekat kepada suatu benda. “Harga” itu SAMA bagi setiap orang, tapi ketika kita mengacu pada “nilai”, maka akan banyak sekali PERBEDAAN.
Pak Budiman punya semuanya sekarang, 3 rumah, 2 mobil 200 juta-an yang sudah lunas, pekerjaan yang mapan di sebuah perusahaan besar milik negara, seorang istri, 2 anak lelaki dan perempuan, asuransi dengan nilai tanggungan cukup untuk ruang perawatan kelas 1, tabungan dengan saldo diatas 100 juta, beberapa buah kartu kredit dengan catatan pembayaran yang baik, sebidang tanah warisan orangtua, dan teman kerja lawan jenis yang gemar menemani ngobrol pada saat makan siang.. dan sore ini sudah setuju untuk diajak bernyanyi karaoke bersama beberapa teman yang lain. Itu sudah cukup sempurna, untuk hitungan seorang manusia di kota besar (seperti Jakarta).
Tidak ada yang salah dengan semua yang dimiliki Pak Budiman tersebut.
Belasan tahun lalu.. dia hanya seorang pekerja baru yang kena PHK pada saat krisis moneter 1998. Budiman saat itu bersorak gembira ketika Pak Harto jatuh.. Seakan semua dosa-dosa masa mudanya ditebus. Dalam hatinya, Budiman muda mengumpat “ Huh! Aku di-PHK gara-gara KORUPSI Pak Harto dan anak-anaknya!, MAMPUS! Sekarang si rakus sudah jatuh! Saatnya aku bangkit! HIDUP REFORMASIII!!!”. Dan dengan gigih, Pak Budiman bisa seperti sekarang.. umurnyapun belum genap 40 tahun. Bahasa Inggrisnya sudah lancar sekarang. Jadi sudah tidak perlu manggut-manggut bingung dan keseleo lidah lagi kalau ketemu bule.
Pak Budiman tidak pernah kekurangan, sekitar tahun 2000-an dia berkenalan dengan kumpulan lulusan sebuah universitas ternama di Bandung. Budiman muda, cepat akrab dengan mereka.. mulailah dia diajak membantu “proyek-proyek” kecil teman-temannya itu. Dia tau bagian teman-temannya jauh lebih besar, tapi dia memilih “patuh” supaya tetap kebagian. He did all the work.
Cepat sekali waktu berjalan. Sore ini karaoke lagi! Senyum pak Budiman tersungging sejak pagi.. tak bisa diusirnya. Teman lawan jenis yang biasanya hanya diakrabi saat makan siang, akan turut serta.
Sebuah panggilan ditelpon genggam memecah lamunan. Sang istri memberitahukan kalau putri kecil mereka berulangtahun, dan karena terlupa.. sang ibu sedang repot berbelanja,mempersiapkan perayaan kecil dirumah. Nama putri Pak Budiman, Adsya.. diapun lupa artinya-dulu nama tersebut dicari dari sebuah buku nama-nama bayi.. unik dan tidak pasaran.
Dengan sigap, pak Budiman langsung berkata “Sebentar..ma.”, lalu dengan cepat dia mengambil telepon genggam Androidnya-lalu mematikan percakapan telpon dengan sang istri. Sejenak kemudian, dia menuliskan beberapa patah kata dibbm. “Ma. I got a very important meeting with friends from the client’s office, will be late. Aku kirim 2juta, belikan hadiah Adsya dan atur yang baik ya.Love u.”
Beberapa detik kemudian, dilayar bbm tertulis.. “OK.” And business goes as usual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H