Khilma juga menulis novel Wigati; Lintang Manik Woro, sebuah novel tentang keris, Pesantren, dan dunia batin perempuan jawa, Novel ini sangat digemari pembacanya sampai tembus cetakan ketujuh.
Khilma menempuh pendidikan di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah UIN sunan Kalijaga Yogyakarta. Di sana, ia bergiat di PMII dan Lembaga Pers Mahasiswa ARENA. Di samping menjadi wartawan kampus, Ia juga melahirkan banyak cerpen di majalah dan buletin ARENA, Diantaranya, Bukan Putri Pambayun, Lembayunh Senja, Karena Rindu Tak Pandai Bercerita, Bukan Gendari, Wigati, Lelaki Ilalang Dan Luka Perempuan Lajang. Ia juga menulis cerpen di media lainnya. Di antaranya Di Bawah Pohon Randu (Minggu Pagi), Kado Untuk Dawai (Majalah Sekar), Delima (Majalah Sekar), Dua Mutiara (Majalah Madina) Surabaya, Wening ( nu.or.id). Ia juga menulis beberapa naskah film independen, di antaranya, Annur dalam Lensa ( Jannur Film Community), film Kinanthi, (diproduksi oleh Dewan Kesenian Kudus). Istri dari Chazal Mazda ini juga pernah mengajar di Madrasah Aliyah Muallimay Kudus. Di sana, Ia membimbing Majalah KALAMUNA, dan menjadi penggerak komunitas Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang mengantar murid-muridnya menjuarai lomba-lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional. Khilma juga menerbitkan antalogi cerpen bertajuk Sahabat Kedua, yang dituliskan oleh 44 penulis perempuan anak didiknya. Setelah itu, mereka membuat majalah grafis berjudul Nadira.
Karya-karya Khilma Anis ini lekat dengan suasana pesantren karena di sanalah Ia lahir dan tumbuh. Selama Mts, ia mondom di Pondok Pesantren Al-Amien Sabrang Ambulu Jember. Samasa Aliyah. ia nyantri di Pesantren Assaidiyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Sepanjang kuliah. Ia mondok di Pesantren Ali Maksum komplek Gedung Putih Krapyak Yogyakarta. Ia menjadi cucu menantu Mbah KH. Turaichan Adjuri, Seorang Ahli Falak Kudus. Lalu sekarang, bersama keluarganya, Khilma mengelola pondok pesantren Annur, Kesilir Wuluhan Jember. Kecintaannya. pada dunia wayang, keris, serat, babad, dan cerita kolosal membuat tulisannya juga terasa khas berisi dunia batin Perempuan Jawa. Ibu dari Nawaf Mazaya dan Rasyiq Nibras ini juga merupakan guru sosiologi dan Bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Annur milik keluarganya.
Di tengah kesibukannya mengajar, menulis, dan merawat santri, penggemar wayang dalang ki Timbul ini juga menjalankan bisnis. Ia merupakan owner Toko Mazaya, pemilik penerbitan Mazaya Media, Sekaligus distributor resmi karya-karyanya yang sudah terbit, Novel Jadilah Purnamaku, ning, Wigati, dan Novel Hati suhita.
C. Sinopsis
Alina Suhita, perempuan dari trah darah biru pesantren dengan moyang pelestari ajaran Jawa, sejak remaja terikat perjodohan. Ketika hari pernikahan tiba, Gus Birru suaminya, menumpahkan kekesalan dengan tidak mau menggauli Suhita. Tinggal dalam satu kamar tapi tempat tidur terpisah sejak malam pertama pernikahan. Tanpa perbincangan apalagi kehangatan, namun bisa bersandiwara sebagai pasangan pengantin mesra ketika di luar.
Alina Suhita begitu patuh. Khas tawadhu' santri. Baginya, mikul duwur mendem jeru menjadi pegangan yang mutlak diterima dan dilakukan tanpa reserve. Gejolak hasrat seorang istri yang disambut penolakan terang-terangan suami, tepat ketika perempuan masa lalu suami muncul menjalin komunikasi layaknya sepasang kekasih, adalah penderitaan yang mengiringi konflik batinnya selama beberapa purnama.
Namun yang tersemat dalam nama Suhita, adalah kekuatan tiada bandingan. Suhita menelan semua getir itu sendirian. Merebahkannya di dalam sujud, menlantunkannya dalam ayat-ayat Tuhan yang ia hapal seluruhnya, juga tengadah doa di tempat orang-orang suci disemayamkan.
Mustika Ampal dan Pengabsah Wangsa, menjadi ujung dari kisah cinta rumit dan dramatis ini. Bahwa cinta adalah kesediaan total untuk menerima takdir serta melepaskan diri dari segala hal yang berpontensi memusnahkan bahagia.
D. Kelebihan dan Kekurangan BukuÂ
a. Kelebihan Novel "Hati Suhita"