Mohon tunggu...
SHITA AULIYA FEBRIANI
SHITA AULIYA FEBRIANI Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Belajar

Life is a process of maturity.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kelut-Melut Koordinasi Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam Atasi Wabah Covid-19

19 Maret 2020   22:11 Diperbarui: 29 Juni 2020   18:00 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan pemerintah dalam mengatasi virus corona terus menuai kritik dari berbagai pihak, terutama kritik terhadap Kementerian Kesehatan. Banyak rumah sakit daerah yang mempertanyakan tindakan dari Kemenkes yang dianggap memonopoli pengujian virus corona.

Pemerintah dinilai tidak terbuka dalam menangani kasus Covid-19. Demi mengatasi kegaduhan di masyarakat, Presiden Jokowi menangkal jika penyebaran virus corona merupakan suatu krisis. Krisis adalah sebuah titik balik (turning point) utama yang berdampak pada perubahan drastis permanen (Prayudi: 2016, 46).

Menurut Prastya dalam Jurnal Komunikasinya (ISSN 1907-898X Vol 6, Nomor 1, Okt 2011) menyatakan bahwa dasar dari komunikasi krisis yaitu memberikan respon dengan segera begitu krisis terjadi, dengan pesan yang terbuka dan jujur kepada para pemangku kepentingan baik itu terpengaruh secara langsung atau tidak.

Macetnya komunikasi dan koordinasi terjadi antara Kemenkes dan Dinas Kesehatan daerah. Ada daerah di beberapa provinsi yang belum bisa mengakses pasien yang terkena Covid-19.

Padahal itu menjadi aspek sangat penting untuk mengetahui siapa saja yang melakukan kontak fisik dengan pasien tersebut agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas. Tersendatnya komunikasi ini pun terjadi ketika dinas kesehatan ingin megetahui pasien tersebut apakah positif atau negatif terkena corona.

Dikutip dari media tempo, seorang pasien yang dirawat di ruang isolasi RSUD Dr. Moewadi, Surakarta, baru diketahui terinfeksi virus corona setelah juru bicara yang menangani kasus Covid-19 yaitu Achmad Yurianto mengumumkan pada Jum’at, 13 Maret 2020, padahal dua hari sebelumnya pasien tersebut sudah dinyatakan meninggal.

Kasus tersebut menjadi salah satu bukti kurangnya komunikasi antara pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah yang terkesan menutup-nutupi, sehingga banyak pihak yang kecewa terhadap sikap pemerintah dalam melakukan komunikasi publik mengenai masalah Covid-19.

Hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip utama dalam komunikasi krisis itu sendiri. Karena pada dasarnya prinsip utama dalam komunikasi krisis yaitu menyampaikan pesan dengan cepat atau segera, konsisten, dan terbuka (Coombs: 2006).

Dilansir dari media CNN Indonesia per tanggal 19 maret 2020 pukul 15.48 WIB menyatakan di Indonesia ini terdapat 309 jumlah kasus positif Covid-19 (termasuk yang sudah sembuh) dengan total 25 orang yang meninggal.

Selain itu berdasarkan CNBC Indonesia, rasio kematian (mortality rate) akibat virus corona di Indonesia pun menjadi salah satu yang terbesar di dunia yaitu sebesar 8,33%. Oleh karena itu, saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah sedang diuji bagaimana kemampuan mereka dalam mengelola manajemen krisis menangani masalah yang sedang terjadi saat ini.

Pentingnya komunikasi krisis sebagai bagian dalam krisis manajemen, seperti yang diungkapkan oleh Coombs (Prastya: 2011) bahwa komunikasi krisis adalah “darah kehidupan” dari seluruh kegiatan manajemen krisis dan memainkan peran vital di setiap tahap dari manajemen krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun